Advertisement
- Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
link :
Baca juga
makalah pai
bab ii
prilaku tercela
BAB II
PERILAKU TERCELA
1. Hasud
Salah satu penyakit hati yang sangat besar adalah hasud. Hasud ( dengki ) adalah sikap batin tidak senang terhadap kenikmatan yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya dari orang tersebut. Imam Ghazali mengatakan bahwa hasud itu adalah cabang dari syukh ( الشخ) yaitu sikap batin yang bakhil berbuat baik.
Kata hasud berasal dari bahasa Arab, yaitu “hasadun” yang berarti dengki, benci.Dengki merupakan suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan rasa marah, tidak suka karena iri.Dalam kamus Bahasa Indonesia kata “hasud” diartikan membangkitkan hati seseorang supaya marah (melawan, memberontak, dan sebagainya). Dengan demikian yang dimaksud dengan hasud pada hakikatnya sama dengan hasad, yakni suatu perbuatan tercela sebagai akibat adanya rasa iri hati dalam hati seseorang. Rasululloh s.a.w. bersabda :
ﺩَﺏﱠﺇِﻟَﻴْﻜُﻢْﺩَﺍۤﺀُﭐْﻷُﻣَﻢِﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْﺑَﻐْﻀَﺎﺀُﻭَﺣَﺴَﺪٌﻫِﻲَﺣَﺎﻟِﻘَﺔُﭐﻟﺪﱢﻳْﻦِﻻَﺣَﺎﻟِﻘَﺔُﭐﻟﺸﱠﻌْﺮِ
( ﺭَﻭَﺍﻩُﺃَﺣْﻤَﺪُﻭَﭐﻟﺘﱢﺮْﻣِﺬِﻱﱡ )
Artinya : “Telah masuk ke dalam tubuhmu penyakit-penyakit umat terdahulu (yaitu) benci dan dengki, itulah yang membinasakan agama, bukan dengki mencukur rambut”. (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)
Lebih jauh para ulama mengemukakan pengertian hasud atau hasad sebagai berikut :
1) Menurut Al Jurjani Al Hanafi dalam kitabnya “Al Ta’rifaat”, hasad ialah menginginkan atau mengharapkan hilangnya nikmat dari orang yang didengki (mahsud) supaya berpindah kepadanya (orang yang mendengki).
2) Menurut Imam Al Ghazali dalam kitab “Ihya Ulumuddin”, hasad ialah membenci nikmat Allah S.W.T. yang ada pada diri orang lain, serta menyukai hilangnya nikmat tersebut.
3) Menurut Sayyid Qutub dalam tafsir “Al Manar”, hasad ialah kerja emosional yang berhubungan dengan keinginan agar nimat yang diberikan Allah S.W.T. kepada seseorang dari hamba-Nya hilang dari padanya. Baik cara yang dipergunakan oleh orang yang dengki itu dengan tindakan supaya nikmat itu lenyap dari padanya atas dasar iri hati, ataau cukup dengan keinginan saja. Yang jelas motif dari tindakan itu adalah kejahatan.
Cara menghindari sifat hasud :
1) Selalu meningkatkan iman kepada Allah SWT
2) Berupaya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT
3) Mensyukuri nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya
4) Meningkatkan sifat Qana’ah (menerima dengan ridlo setiap anugerah Allah SWT)
5) Menyadari kedudukan harta dan jabatan dalam kehidupan manusia di dunia.
Kebiasaan-kebiasaan yang harus dilatih agar terhindar dari sifat hasud
1) Membiasakan diri senang dan bersyukur serta memberikan selamat atas keberhasilan/kebahagiaan orang lain
2) Membiasakan diri memelihara hubungan baik/silaturrahim
3) Membiasakan diri mempelajari, memahami dan memperaktikkan ayat-ayat Allah
4) Kemitmen untuk selalu meningkatkan ke-Islaman terutama salat lima waktu
5) Membiasakan diri mensyukuri nikmat/pemberian Allah sekecil apapun
2. Riya’
Menurut bahasa artinya pamer, memperlihatkan, memamerkan, atau ingin memperlihatkan yang bukan sebenarnya, sedang menurut istilah yaitu memperlihatkan suatu ibadah dan amal shalih kepada orang lain, bukan karena Allah tetapi karena sesuatu selain Allah, dengan harapan agar mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain. Sedang memperdengarkan ucapan tentang ibadah dan amal salehnya kepada orang lain disebut sum’ah (ingin didengar).
Riya’ dan sum’ah merupakan perbuatan tercela dan merupakan syirik kecil yang hukumnya haram.Riya’ sebagai salah satu sifat orang munafik yang seharusnya dijauhi oleh orang mukmin.Simak QS. An Nisa’ [4] 142!
Artinya : “Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ ( dengan shalat itu ) dihadapan manusia, dan tidaklah mereka dzkiri kepada Allah kecuali sedikit sekali.”
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bercerita, ”Di hari kiamat nanti ada orang yang mati syahid diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke neraka. Lalu orang itu melakukan protes, ‘Wahai Tuhanku, aku ini telah mati syahid dalam perjuangan membela agama-Mu, mengapa aku dimasukkan ke neraka?’Allah menjawab, ‘Kamu berdusta dalam berjuang. Kamu hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain, agar dirimu dikatakan sebagai pemberani.
Dan, apabila pujian itu telah dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari perjuanganmu’.”Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena Allah SWT, dalam agama disebut riya.Sepintas, sifat riya merupakan perkara yang sepele, namun akibatnya sangat fatal.Sifat riya dapat memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan.
Allah SWT berfirman QS. Al-Furqan [25] : 23
Artinya : ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ”Takutlah kamu kepada syirik kecil.” Para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah berkata, ”Yaitu sifat riya. Kelak di hari pembalasan, Allah mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya, ‘pergilah kalian kepada mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal kalian kepada mereka semasa di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan pahala dari mereka’
Dilihat dari bentuknya, ria dapat digolongkan 2 macam, yaitu :
a. Ria dalam niat
Ria yang berkaitan dengan hati, maksud ria dalam niat, yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari ria. Yang mengetahui hanya Allah SWT dan dirinya saja.Apabila seseorang ingin melakukan amal perbuatan baik atau tidak tergantung pada niat.Rasulullah s.aw.bersabda :
ﺳَﻤِﻌْﺖُﻋُﻤَﺮَﭐﺑْﻦَﭐﻟْﺨَﻄﱠﺎﺏﻗَﺎﻝَﻋَﻠَﻰﭐﻟْﻤِﻨْﺒَﺮﺳَﻤِﻌْﺖُﺭَﺳُﻮْﻝَﺹﻉﻳَﻘُﻮْﻝُِِﺇِﻧﱠﻤَﺎﺍْﻻَﻋْﻤَﺎﻝُﺑِﺎﻟﻨﱢﻴﱠﺎﺕِﻭَﺇِﻧﱠﻤَﺎﻟِﻜُﻞﱢﺍﻣْﺮِﺉٍﻣَﺎﻧَﻮَﻯ
( متفق عليه )
Artinya : “aku mendengar Umar bin al Khaththab berkata di atas mimbar, ‘aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa yang ia niatkan …” (H.R. Bukhari Muslim).
b. Ria dalam perbuatan
Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang lain.
Di antara contoh riya dalam perbuatan, bila seorang pelajar terlihat belajar dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin mendapat nilai yang bagus. Dan dia melakukan hal itu kepada orang tuanya hanya karena ingin mendapatkan apa yang dia minta dari orang tuanya cepat-cepat terkabul.
Beberapa penjelasan Allah SWT dalam Al Qur’an sehubungan dengan riya’ dalam perbuatan antara lain :
a) Melakukan ibadah shalat tidak untuk mencapai keridlaan Allah SWT, tetapi mengaharapkan pujian, popularitas di masyarakat. (Q.S. Al Ma’un (107) : 4-6), dan Q.S. An Nisa (4) : 142.
Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya”. (Q.S. Al Ma’un: 4-6)
b) Bersedekah didasari riya laksana riya’ batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. (Q.S. Al Baqarah (2) : 264)
c) Allah melarang pergi berperang didasari riya’ dan menghalangi (orang) lain menempuh jalan Allah (sabilillah). (Q.S. Al Anfaal (8) : 47)
Kebiasaan yang dapat menghindari perbuatan riya
1) Memfokuskan niat ibadah (ikhlas) hanya semata-mata karena Allah SWT
2) Membiasakan diri membaca basmallah sebelum memulai pekerjaan
3) Membiasakan menjaga lisan saat bekerja
4) Membiasakan diri menolong atau membantu pekerjaan orang lain tanpa harus disuruh dan meminta imbalan
5) Membiasakan bersedekah atau mengeluarkan infaknya setiap mendapat rezeki atau kesenangan
6) Tidak mudah tergiur atau terpengaruh dengan kemewahan orang lain
7) Tidak membuat kecemburuan kepada orang lain
8) Saling menasehati untuk kebaikan dan kesabaran dalam beribadah
9) Tidak memamerkan sesuatu karena pada dasarnya semua yang dimiliki adalah dari Allah dan akan kembali kepada-Nya
10) Membiasakan diri untuk bersyukur kepada Allah SWT
3. Aniaya (adh-Dhulm)
Kata “adh-dhulm” berasal dari fi’l (kata kerja) “dhalama – yadhlimu” artinya : ”rugi, gelap, aniaya” atau yang berarti “Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Dalam hal ini sepadan dengan kata “al-Jawr”. Dalam bahasa Indonesia, zalim biasa disebut dengan istilah “aniaya”, artinya melampaui batas, keterlaluan, atau tindakan/perbuatan yang melampaui batas yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Menganiaya berarti menyiksa, menyakitidan berbagai bentuk kesewenangan lainnya seperti menindas, mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lain.
Demikian juga definisi yang dinukil oleh Syaikh Ibnu Rajab dari kebanyakan para ulama. Dalam hal ini, ia adalah lawan dari kata al-‘Adl (keadilan).
Dengan demikian yang dimaksud dengan aniaya (dhulm) adalah meletakkan, menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan ketentuan Allah.Siapakah orang yang dhalim itu? Q.S Al Baqarah [2]: 229 menjawab :
Artinya :“…Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Dari Ibnu ‘Umar -radhiallaahu ‘anhuma- dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat”.(Muttafaqun ‘alaih).
Dari Jâbir bin ‘Abdillah bahwasanya Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat. Dan jauhilah kebakhilan/kekikiran karena kekikiran itu telah mencelakakan umat sebelum kamu”.(H.R.Muslim).
Hadits diatas dan semisalnya merupakan dalil atas keharaman perbuatan zhalim dan mencakup semua bentuk kezhaliman, yang paling besarnya adalah syirik kepada Allah Ta’âla sebagaimana di dalam firman-Nya: “Sesungguhnya syirik itu merupakan kedhaliman yang besar”.
Di dalam hadits Qudsiy, Allah Ta’âla berfirman: “Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman terhadap diriku dan menjadikannya diharamkan antara kalian”.
Ayat-ayat dan hadits-hadits serta atsar-atsar tentang keharaman perbuatan dhalim dan penjelasan tentang keburukannya banyak sekali. Oleh karena itu, hadits diatas memperingatkan manusia dari perbuatan zhalim, memerintahkan mereka agar menghindari dan menjauhinya karena akibatnya amat berbahaya, yaitu ia akan menjadi kegelapan yang berlipat di hari Kiamat kelak.
Ketika itu, kaum Mukminin berjalan dengan dipancari oleh sinar keimanan sembari berkata: “Wahai Rabb kami! Sempurnakanlah cahaya bagi kami”. Sedangkan orang-orang yang berbuat zhalim terhadap Rabb mereka dengan perbuatan syirik, terhadap diri mereka dengan perbuatan-perbuatan maksiat atau terhadap selain mereka dengan bertindak sewenang-wenang terhadap darah, harta atau kehormatan mereka; maka mereka itu akan berjalan di tengah kegelapan yang teramat sangat sehingga tidak dapat melihat arah jalan sama sekali.
Klasifikasi Kezhaliman
Syaikh Ibn Rajab berkata: “Kezhaliman terbagi kepada dua jenis: Pertama, kezhaliman seorang hamba terhadap diri sendiri; Bentuk paling besar dan berbahaya dari jenis ini adalah syirik sebab orang yang berbuat kesyirikan menjadikan makhluk sederajat dengan Khaliq. Dengan demikian, dia telah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.Jenis berikutnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat dengan berbagai macamnya; besar maupun kecil.
Kedua,kezhaliman yang dilakukan oleh seorang hamba terhadap orang lain, baik terkait dengan jiwa, harta atau kehormatan.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam telah bersabda ketika berkhuthbah di haji Wada’ : “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, di bulan haram kalian ini dan di negeri (tanah) haram kalian ini”.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang pernah terzhalimi oleh saudaranya, maka hendaklah memintakan penghalalan (ma’af) atasnya sebelum kebaikan-kebaikannya (kelak) akan diambil (dikurangi); Bila dia tidak memiliki kebaikan, maka kejelekan-kejelekan saudaranya tersebut akan diambil lantas dilimpahkan (diberikan) kepadanya”.
Ciri-ciri orang zalim berdasarkan Al Qur’an
Al Qur’an memberikan informasi banyak sekali tentang identitas atau cirri orang zalim yang sikap perilakunya atau cara memimpinnya dinisbatkan kepada firman di antaranya sebagai berikut :
a. Senantiasa rakus terhadap kekuasaan.
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ
Artinya : Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. (Q.S. An Naml : 34)
b. Sikap zalim dapat juga diketahui dari sifat-sifat sombong, congkak, arogan, sewenang-wenang, sok kuasa, mentang-mentang dan mengklaim bahwa (seolah-olah) semua kesuksesan, dialah penggagasnya.
c. Kaki tangannya (anak buahnya) sebagai perpanjangan kekuasaannya menindas dan menggusur si lemah.
d. Merencanakan pembunuhan/menghilangkan nyawa kepada golongan tertentu agar keinginan (nafsu) memimpin lebih lama lagi terus berlangsung.
e. Akan lebih berbuat sadis, bila intimidasi yang pertama tidak mampu menimbulkan rasa gentar terhadap pihak lawannya.
Macam-macam sifat zalim/aniaya
Pada dasarnya secara umum zalim atau perbuatan aniaya dapat diklasifikasi 4 macam :
a. Zalim kepada Allah, dengan cara tidak mau melaksanakan perintah allah dan melaksanakan laranganNya. Contoh : meninggalkan ibadah shalat, puasa, zakat dan ibadah lainnya, bahkan berbuat syirik, sihir dan perbuatan terlarang lainnya.
b. Zalim kepada diri sendiri, contohnya : membiarkan diri sendiri tetap bodoh, miskin, malas, minum-minuman keras, bunuh diri dan lain-lain.
c. Zalim kepada orang lain (sesama manusia), contohnya : mengumpat, mengado domba, memfitnah, mencuri, merampok, penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain.
d. Zalim kepada makhluk lain atau alam sekitarnya, contohnya : menebang pohon tanpa aturan, membuang sampah sembarangan, menyembelih binatang dengan senjata tumpul, dan lain-lain.
Penyebab terjadinya
Ibnu al-Jauziy menyatakan: “kedhaliman mengandung dua kemaksiatan: mengambil milik orang lain tanpa hak, dan menentang Rabb dengan melanggar ajaran-Nya… Ia juga terjadi akibat kegelapan hati seseorang sebab bila hatinya dipenuhi oleh cahaya hidayah tentu akan mudah mengambil i’tibar (pelajaran)”.
Penyebab kedhaliman juga dapat dikembalikan kepada definisinya sendiri, yaitu tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dan hal ini terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama sehingga tidak mengetahui bahwa :
§ Hal itu amat dilarang bahkan diharamkan
§ Ketidakadilan akan menyebabkan adanya pihak yang terzhalimi
§ Orang yang memiliki sifat sombong dan angkuh akan menyepelekan dan merendahkan orang lain serta tidak peduli dengan hak atau perasaannya
§ Orang yang memiliki sifat serakah selalu merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya sehingga membuatnya lupa diri dan mengambil sesuatu yang bukan haknya
§ Orang yang memiliki sifat iri dan dengki selalu bercita-cita agar kenikmatan yang dirasakan oleh orang lain segera berakhir atau mencari celah-celah bagaimana menjatuhkan harga diri orang yang didengkinya tersebut dengan cara apapun
Kebiasaan perbuatan pelajar yang berpotensi menjadi zalim
a. Kebiasaan membolos sekolah
b. Kebiasaan malas mencatat dan belajar. Sering tidur di kelas dan sering mengerjakan pekerjaan (PR) di sekolah.
c. Kebiasaan usil / jahil yang berpotensi menimbulkan permusuhan
d. Berkelahi antar pelajar (tawuran)
e. Kebiasaan merokok/ mabuk
f. Kebiasaan telat masuk sekolah dengan sengaja karena malas
g. Kebiasaan mengobrol/tidak memperhatikan saat guru menerangkan pelajaran
h. Kebiasaan mencuri, atau menyembunyikan harta milik teman-teman sekelasnya.
i. Memprovokasi teman-temannya dalam pelanggaran sekolah
Bahaya sifat zalim
o Akan merugikan kehidupan diri sendiri baik di dunia maupun akhirat
o Akan memperoleh adzab /laknat dari Allah (Q.S. 5 : 78-80)
o Akan memperoleh siksaan allah di akhirat (Q.S. 5 : 33)
o Amal perbuatannnya akan menjadi sia-sia di sisi Allah (Q.S. 18 : 103 – 105)
Cara-cara menghindari dari sikap aniaya/zalim
1) Selalu waspada dan hati-hati dalam setiap menghadapi masalah
2) Jangan membuka aib atau cacat orang lain
3) Menumbuhkan rasa persaudaraan, kasih sayang, dan persaudaraan kepada antarsesama
4) Menyadari bahwa setiap perbuatan mempunyai sebab akibat sesuai dengan sunnatullah
5) Menyadari do’a orang yang teraniaya itu makbul
6) Mengamalkan ajaran agama dengan memperbanyak berbuat kebaikan sehingga tak ada waktu untuk berbuat aniaya
7) Membiasakan diri bersyukur kepada Allah SWT
8) Berhati-hati dalam bertindak, berbicara dan dalam menerima setiap informasi yang ada
9) Meluruskan / memahami ketauhidan
10) Membiasakan menjaga amanah, yaitu memberikan hak orang lain
11) Membiasakan bersikap adil dalam memutuskan suatu perkara
4. Diskriminasi
Diskriminasi adalah istilah populer yang seringkali kita dengar seiring dengan gencarnya istilah demokrasi disebut.Diskriminasi bermakna perbedaan warna kulit; perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara karena perbedaan warna kulit.Awal munculnya istilah ini memang dari adanya pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara atas dasar warna kulit.Ada kelompok warga berwarna kulit hitam dan putih.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan Purwodarminto, diskriminasi artinya adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga Negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya)
Istilah diskriminasi kemudian meluas maknanya kepada segala bentuk pembedaan atas warga negara atas dasar suku bangsa dan ras antar negara (SARA).
Islam sangat mengecam perbuatan diskriminatif.Islam tidak memandang kemuliaan seseorang atas dasar penampakan lahiriyah dan segala unsur SARA.Memang kemajemukan umat adalah hal yang sangat wajar dan semestinya.Kemajemukan bukan untuk diperselisihkan atau dipertentangkan, karena memang kemajemukan ini adalah takdir Allah SWT.
Kemajemukan seyogyanya dijadikan media untuk saling mengenal, memahami dan mempelajari agar tampak mana siapa yang paling bertaqwa di sisi Allah SWT.Agar kita mampu menghindari sikap deskriminatif tersebut, sebaiknya kita mengambil hikmah dari firman Allah SWT dalam QS. Al Hujurat [49] : 10-13 ;
Demikianlah Artikel
Sekianlah artikel
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel
dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvml-o.html