, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Akidah islam tentang qadha, qadar dan takdir, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beriman kepada qadha dan qadar – yang selanjutnya disebut takdir – merupakan salah satu rukun dari rukun iman. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits Jibril dengan sabdanya, “Hendaklah Engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk”.
Dari ketiga hal ini, disini terkadang banyak terjadi kekeliruan dalam pengertian dan pemahaman terhadap ketiga hal tersebut. Oleh karenanya penulis akan berusaha menjelaskannya.
B. Rumusan Masalah
- Apakah Pengertian Qadha, Qadar dan Takdir?
- Bagaimanakah Iman Kepada Qadha, Qadar dan Takdir?
- Apakah Ikhtiar dan Berdoa Serta Hubungannya Dengan Takdir?
- Apa Pengertian Tawakal (berserah diri)?
- Bagaimanakah Peringatan Tentang Qadha dan Qadar?
- Apa Saja Pengaruh Keimanan Terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadha, Qadar dan Takdir
Secara bahasa, qadha memiliki beberapa pengertian, yakni ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Adapun pengertian qadha menurut istilah, adalah ketetapan Allah sejak zaman azali sesuai dengan iradah (kehendak)-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Ditegaskan Allah dalam al-Qura’n:
$tBurtb%x.9`ÏB÷sßJÏ9wur>puZÏB÷sãB#sÎ)Ó|Ós%ª!$#ÿ¼ã&è!qßuur#·øBr&br&tbqä3tãNßgs9äouzÏø:$#ô`ÏBöNÏdÌøBr&3 `tBurÄÈ÷èt©!$#¼ã&s!qßuurôs)sù¨@|ÊWx»n=|Ê$YZÎ7BÇÌÏÈ
Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Adapun pengertian qadar secara bahasa adalah kepastian, peraturan, dan ukuran. Menurut istilah, qadaradalah perwujudan ketetapan (qadhar) Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan bentuk yang sesuai dengan iradah-Nya. Dasar pengertian qadar ditegaskan dalam firman-Nya:
Ï%©!$#¼çms9à7ù=ãBÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#uróOs9urõÏGt#Ys9uröNs9ur`ä3t¼ã&©!Ô7ΰÎûÅ7ù=ßJø9$#t,n=yzur¨@à2&äóÓx«¼çnu£s)sù#\Ïø)s?ÇËÈ
Artinya: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (QS. Al-Furqan: 2)
Contoh:
Fulan menikah pada usia 25 tahun. Sebelum Fulan lahir, bahkan sejak zaman azali, Allah tealh menetapkan bahwa seorang bernama Fulan akan menikah pada usia 25 tahun. Jadi, ketetapan Allah sejak zaman azali disebut qadha, sedangkan kenyataan saat Fulan sekarang disebut qadar. Dengan kata lain, qadar merupakan perwujudan dari qadhar. Hubungan antara qadha dan qadar sangat erat. Qadhar adalah rencana, ketentuan, atau hukum Allah sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hukum atau ketentuan Allah. Jadi, hubungan ini ibarat hubungan antara rencana dan pelaksanaan.
Oleh karena itu, istilah qadha dan qadar ini disatukan dengan istilah takdir. Jika seseorang terkena musibah, dikatakan itu sudah menjadi takdinya, maksudnya adalah qadha dan qadar.
B. Iman Kepada Qadha, Qadar dan Takdir
Beriman kepada qadha dan qadar – yang selanjutnya disebut takdir – merupakan salah satu rukun dari rukun iman. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits Jibril dengan sabdanya, “Hendaklah Engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk”.
Yang dimaksud dengan beriman kepada qadha dan qadar ialah bahwa setiap manusia wajib mempunyai itikad atau keyakinan yang sungguh-sungguh bahwasanya segala sesuatu yang dilakukan oleh seluruh makhluk, baik yang sengaja, seperti makan, minum, duduk, berdiri ataupun yang tidak disengaja seperti jatuh, terpeleset, pingsan dan sebagainya telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sejak zaman azali dan sudah ditulis di dalam Lauhul Mahfudz (papan tulis yang terpelihara). Jadi semua yang terjadi di dunia ini telah diketahui oleh Allah SWT jauh sebelum hal itu terjadi.
Allah SWT berfirman:
!$tBz>$|¹r&`ÏB7pt6ÅÁBÎûÇÚöF{$#wurþÎûöNä3Å¡àÿRr&wÎ)Îû5=»tGÅ2`ÏiBÈ@ö6s%br&!$ydr&uö9¯R4 ¨bÎ)Ï9ºsn?tã«!$#×Å¡oÇËËÈ
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa kebahagiaan, kaya, miskin, pandai atau bodoh dan sebagainya, berjalan sesuai dengan takdir Allah SWT. Sebagai bukti yang nyata bahwa anak dilahirkan tidak dapat memilih siapa ayah dan ibunya, diaman tempat dilahirkan dan tidak dapat menentukannya sendiri karena seua itu tidak ada di dalam kekuasaan-Nya, sebagaimana firman Allah SWT:
ß,Ï9$sùÇy$t6ô¹M}$#@yèy_ur@ø©9$#$YZs3y}§ôJ¤±9$#urtyJs)ø9$#ur$ZR$t7ó¡ãm4 y7Ï9ºsãÏø)s?ÍÍyèø9$#ÉOÎ=yèø9$#ÇÒÏÈ
Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 96)
C. Ikhtiar dan Berdoa Serta Hubungannya Dengan Takdir
Manusia diwajibkan berikhtiar untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Apa yang dimaksud dengan ikhtisar? Ikhtisar adalah usaha manusia untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Walaupun segala sesuatu yagn terjadi di dunia ini ditetapkan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan segala usaha manusia sebagai bentuk ikhtisar yang memberi kesempatan dan kebebasan manusia untuk menentukan nasibnya sendiri.
Kewajiban berikhtiar ini telah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits. “Suatu ketika Nabi didatangi oleh seorang Arab Badui yang menunggang sebuah unta. Setelah sampai, ia turun dari untanya dan langsung menghadap Rasul tanpa terlebih dahulu mengikat untanya. Nabi menegur orang tersebut, kemudian orang Badui itu berkata: “Biarlah saya bertawakal kepada Allah”. Nabi bersabda: “Ikatlah untamu, setelah itu bertawakallah kepada Allah”.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat bahwa takdir itu ada dua macam:
1. Taqdir Mu’allaq, yaitu tadir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia, takdir ketergantungan. Maksudnya, takdir yang masih dapat diubah bergantung pada ikhtiar (usaha) manusia. Contoh, seorang ingin menjadi dokter, maka ia harus giat sekolah dengan belajar yang tekun sesuai dengan jurusannya. Dalam hal ini Allah berfirman:
3 cÎ)©!$#w çÉitóã$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçÉitóã$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Rad: 11)
2. Taqdir mubran, yakni takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi. Contohnya tentang kematian, kelahiran, jenis kelamin, banyak sedikitnya rezeki dan sebagainya. Dalam hal ini Allah menegaskan:
4 #sÎ)uä!%y`óOßgè=y_r&xsùtbrãÏø«tFó¡tZptã$y( wurtbqãBÏø)tFó¡oÇÍÒÈ
Artinya: “Apabila Telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS. Al-Yunus: 49)
D. Tawakal (berserah diri)
Tawakal adalah besrah diri kepada Allah setelah berusaha. Tawakal bukan berarti pasrah terhadap keadaan serta tidak mau berusaha lagi, tetapi tawakal itu berarti kita telah melakukan usaha maksimal. Adapun hasil yang akan kita peroleh, semuanya dipasrahkan kepada Allah SWT, karena Allah-lah yang mengatur semua rezeki manusia.
Umar bin Khathab mengatakan bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda, “Sesungguhnya seandainya kalian bertawakal kepada Allah sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berakngkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha’i, Al-Baghawi).
Ini menandakan bahwa tawakal itu tidak hanya diam menunggu rezeki datang sendiri, tetapi rezeki itu harus diusahakan dengan kerja keras dan ikhtiar sekuat tenaga. Adapun perbedaan rezeki yang sering terjadi, tidak lain agar terjadi dinamika dalam kehidupan manusia di muka bumi dengan saling menukar manfaat dan saling memberikan pelayanan dan jasa. Si kaya dan si miskin saling membantu, dan saling mengasihi dengan sedekah, zakat, infak yang telah dikeluarkan oleh si kaya untuk membantu si miskin.
E. Peringatan Tentang Qadha dan Qadar
Manusia hendaklah senantiasa berikhtiar sebab manusia tidak tahu apa dan bagaimana yang bakal menimpa dirinya. Berikhtiar adalah bekerja dengan maksimal dilanjutkan dengan berdoa dan bertawakal. Dalam hal ini tawakal adalah menyerahkan ikhtiar kita kepada Allah SWT. Maksudnya, mewakilkan nasib diri dan nasib usaha kita kepada Allah dengan tetap berusaha. Kemudian,yakin bahwa penentuan terakhir berada pada kekuasaan Allah.
F. Pengaruh Keimanan Terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia
Dengan beriman kepada takdir dalam bentunya yang benar, niscaya manusia akan giat berjuang dan beruusaha. Sebab, tanpa perjuangan dan usaha yang berpijak pada sunnatullah, niscaya perjuangan dan usaha itu tidak sampai pada tujuan yang diinginkan, kendatipun yang memperjuangkannya adalah kaum muslimin. Dengan memahami takdir dalam bentuknya yang tepat pula, manusia akan terhindar dari sikap fatalis yang akan menjerumuskannya pada bencana dan kesengsaraan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Beriman kepada qadha dan qadar – yang selanjutnya disebut takdir – merupakan salah satu rukun dari rukun iman. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits Jibril dengan sabdanya, “Hendaklah Engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk”.
Yang dimaksud dengan beriman kepada qadha dan qadar ialah bahwa setiap manusia wajib mempunyai itikad atau keyakinan yang sungguh-sungguh bahwasanya segala sesuatu yang dilakukan oleh seluruh makhluk, baik yang sengaja, seperti makan, minum, duduk, berdiri ataupun yang tidak disengaja seperti jatuh, terpeleset, pingsan dan sebagainya telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sejak zaman azali dan sudah ditulis di dalam Lauhul Mahfudz (papan tulis yang terpelihara). Jadi semua yang terjadi di dunia ini telah diketahui oleh Allah SWT jauh sebelum hal itu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
- Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam I: Akidah dan Ibadah. Pustaka Setia, Bandung
- Aku akan selalu menjagamu disaat kamu akan jatuh dan aku pasti