Advertisement
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motoriklink :
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik
Baca juga
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik
FASE-FASE PERKEMBANGAN BELAJAR KETERAMPILAN MOTORIK TINGKAT 1
A. Pengertian Fase Belajar
Di dalam membagi tingkat perkembangan kemampuan motorik dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang. Misalnya Winter (1976) dari Jerman mengklasifikasikan perkembangan kemampuan motorik berdasarkan usia. Dalam hal ini Winter mengklasifikasikan tingkat perkembangan penguasaan motorik dari masa bayi sampai pada seseorang yang telah berusia di atas 60 tahun. Dari hasil penelitiannya, Winter dapat mengemukakan suatu perincian misalnya, pada umur berapakah seseorang individu dapat diberikan suatu bentuk latihan keterampilan motorik tertentu, pada umur berapakah individu mengalami kemajuan yang pesat dalam belajar motorik dan pada umur berapakah seseorang mengalami fase stabilisasi dan penurunan keterampilan motorik. Pejelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh Winter ini adalah terperinci sekali yang dilihat dari segi usia seseorang. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat sekali untuk dapat menjawab pertanyaan: kapankah suatu cabang olahraga tertentu atau kemampuan motorik yang bagaimana dapat diajarkan pada seorang individu. Walaupun Winter telah mengemukakan perkembangan motorik seseorang secara terperinci yang dilihat dari segi usia dan fase perkembangan motorik, tetapi belum memberikan penjelasan secara terperinci tentang ciri-ciri perkembangan motorik di dalam pemecahan suatu tugas gerakan misalnya. Bagaimanakah karakter kualitas pemecahan tugas gerakan yang diberikan pada seseorang anak yang berumur 7-10 tahun?
Meinel, 1977, seorang pakar terkemuka di Jerman dalam bidang teori gerak telah berhasil memberikan rincian yang lebih jelas tentang tingkat belajar motorik berserta ciri-cirinya yang dilihat dari kualitas pemecahan tugas gerakan atau dari segi kemampuan seseorang dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga yang dituntut. Klasifikasi yang dikemukakan tersebut berdasarkan pada analisis kemampuan koordinasi gerak yang dimiliki individu. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Meinel ini, akan dapat lebih mengarahkan para guru pendidikan jasmani baik dalam menentukan materi yang akan diajarkan maupun dalam menentukan atau memilih metoda mengajar yang digunakan.
Meinel (1977, hal 235) membagi tingkat belajar motorik dalam 3 fase :
- Fase belajar motorik tingkat pertama yaitu perkembangan penguasaan keterampilan motorik dalam bentuk koordinasi kasar.
- Fase belajar motorik tingkat kedua perkembangan penguasaan keterampilan motorik dalam bentuk koordinasi halus.
- Fase belajar motorik tingkat ketiga yaitu fase stabilitasi dan pembentukan kemampuan automatisasi serta transfer kemampuan ke berbagai situasi dan kondisi.
Masing-masing fase belajar seperti yang dikemukakan di atas mempunyai ciri-ciri tertentu yang akan diuraikan secara lebih terperinci pada bagian berikutnya.
Berdasarkan uraian-uraian dan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian tentang fase belajar motorik sebagai berikut :
Fase belajar motorik adalah suatu fase yang menggambarkan keadaan penguasaan keterampilan motorik seseorang dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga. Dari pengertian tentang fase belajar motorik yang dikemukakan tersebut timbul pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
- Berapa lamakah seseorang berada dalam suatu fase belajar? atau berapa lamakah seseorang memerlukan waktu untuk dapat meningkat dari satu fase ke fase yang lain?
- Apakah pada setiap fase belajar seseorang memerlukan waktu yang sama (misalnya 3 bulan untuk fase I. 3 bulan fase II dan 3 bulan untuk fase III)?
- Apakah anak-anak usia sekolah dasar akan dapat mencapai fase belajar tingkat ketiga?
- Apakah seseorang yang telah berada pada fase belajar pada tingkat kedua atau ketiga dalam suatu cabang olahraga tertentu juga akan berada pada fase yang sama pada cabang olahraga yang lain?
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di atas, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sangat relevan sekali untuk diajukan dan perlu mendapat penjelasan yang sangat konkrit. Pertanyaan tentang lamakah seseorang berada pada setiap fase belajar, dapat dijawab sebagai berikut : kemampuan seseorang untuk dapat menguasai keterampilan-keterampilan motorik olahraga berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditentukan oleh :
- Perbedaan kemampuan kondisi dan koordinasi yang dimiliki.
- Perbedaan usia.
- Perbedaan pengalaman gerakan (banyak atau sedikit)
- Perbedaan jenis kelamin
- Perbedaan tujuan dan motivasi dalam mempelajari suatu keterampilan motorik
- Perbedaan kemampuan kognitif
- Frekuensi latihan dan sebagainya
Berdasarkan pada kemungkinan-kemungkinan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu, maka tidak dapat dijawab denmgan pasti berapa lamakah seseorang akan berada pada setiap fase belajar motorik. Jawaban ini sekaligus menjawab pertanyaan tentang : apakah seseorang memerlukan waktu yang sama untuk meningkat pada fase-fase belajar yang lebih tinggi? Kenapa demikian? Barangkali kita sudah sama-sama memahami bahwa perbedaan kemampuan kondisi, koordinasi, umur, pengalaman gerakan, jenis kelamin, tujuan dan motivasi serta perbedaan kemampuan kognitif, sangat berpengaruh dan menentukan terhadap kemampuan seseorang dalam menguasai keterampilan motorik olah raga baik dari segi waktu yang dibutuhkan maupun dari hasil yang diperoleh.
Pertanyaan berikutnya tentang : apakah anak usia sekolah dasar hanya berada pada fase belajar tingkat pertama dan apakah mungkin anak-anak usia sekolah dasar dapat mencapai fase belajar tingkat ketiga? Pertanyaan ini dapat dijawab sebagai berikut : pembagian fase-fase belajar motorik bukan berdasarkan pada tingkat usia, melainkan pada tingkat kemampuan seseorang dalam penguasaan keterampilan-keterampilan motorik olahraga dalam melaksanakan gerakan-gerakan. Ini berarti bahwa seseorang bisa berada pada fase belajar tingkat pertama atau tingkat kedua dan ketiga.
Pertanyaan selanjutnya tentang : apakah seseorang yang telah berada pada fase belajar kedua atau ketiga pada suatu cabang olahraga tertentu juga akan berada pada fase yang sama dalam cabang olahraga yang lain? Seperti diketahui bahwa setiap cabang olahraga memiliki tuntutan yang berada baik bentuk maupun jenis gerakan.
- Tuntutan yang berbeda-beda baik terhadap tingkat kemampuan kondisi maupun koordinasi. Misalnya kemampuan daya tahan dan kemampuan kekuatan yang dituntut dalam dalam cabang olahraga bola voli berbeda dengan apa yang dituntut dalam cabang olah raga bola basket, renang, senam dan atletik. Demikian juga dalam hal tuntutan kemampuan koordinasi misalnya kemampuan koordinasi yang dituntut dalam lompat tinggi berbeda dengan apa yang dituntut dalam cabang olahraga lempar lembing atau cakram.
- Tugas-tugas gerakan yang berbeda-beda misalnya tugas gerakan dalam lompat jauh berbeda dengan lompat tinggi. Dalam lompat jauh tugas gerakan adalah melompat sejauh mungkin sedangkan dalam lompat tinggi adalah setinggi mungkin. Oleh karenanya, setiap cabang olahraga menuntut kemampuan yang berbeda-beda.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka pertanyaan di atas dapat dijawab secara lebih tuntas lagi, yaitu : seseorang yang berada pada fase belajar tingkat kedua atau ketiga pada suatu cabang olah raga tertentu tidak mungkin akan berada pada fase yang sama pada cabang olahraga yang lain, kecuali bila cabang olahraga yang lain memiliki bentuk dan jenis gerakan yang sama, tuntutan terhadap kemampuan kondisi dan koordinasi tidak jauh berbeda.
B. Ciri-ciri Umum Kemampuan Koordinasi Fase Belajar Motorik Tingkat I
Kalau kita mengamati keadaan di lapangan tentang penyelenggaraan pendidikan jasmani, maka kita akan dapat mengambil kesimpulan bahwa pada umumnya guru-guru pendidikan jasmani sangat terpaku pada kurikulum yang ada. Maksudnya adalah materi pelajaran yang mereka sajikan adalah apa-apa yang dituangkan dalam kurikulum. Pada dasarnya, prinsip yang demikian dapat diterima, karena apa-apa yang dituangkan dalam kurikulum adalah sesuatu yang ideal yang sudah dipertimbangkan melalui kajian-kajian dari berbagai aspek. Tetapi bukan berarti bahwa guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum di lapangan tidak boleh mengambil pertimbangan-pertimbangan atau keputusan-keputusan tertentu, terutama bila situasi dan kondisi mengharuskan. Misalnya : kita mengetahui bahwa materi-materi pengajaran yang telah disusun didalam kurikulum bukan harus diterapkan begitu saja, tanpa melakukan analisis terhadap situasi dan kondisi serta aspek-aspek lainnya yang merupakan prasyarat untuk dapat dilaksanakannya materi yang ada dalam kurikulum telah dipenuhi. Dalam hal ini guru dituntut untuk mampu melakukan analisis terhadap prasyarat yang dibutuhkan. Bila prasyarat yang dibutuhkan untuk melaksanakan materi yang ada dalam kurikulum tidak terpenuhi, guru juga dituntut untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dan keputusan-keputusan tertentu. Misalnya seorang guru pendidikan jasmani sekolah dasar harus mengajarkan hand-stand sesuai dengan kurikulum. Kita mengetahui bahwa kekuatan otot-otot lengan merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh anak didik untuk dapat belajar hand-stand.
Pertanyaannya sekarang adalah : apa yang harus dilakukan oleh seorang guru pendidikan jasmani menemui kenyataan ini? Atau apa yang harus dilakukan oleh seorang guru pendidikan jasmani bila prasyarat untuk mengajar keterampilan motorik tidak dimiliki oleh anak didik. Apakah guru harus memaksakan untuk mengajarkan materi yang ada dalam kurikulum walaupun kenyataannya anak didik belum memenuhi prasyarat yang dibutuhkan? Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab secara sederhana tapi tegas. Jawabannya adalah : guru harus mampu mengambil keputusan lain, dan jangan memaksakan untuk menyajikan materi yang ada dalam kurikulum, bila prasyarat untuk itu tidak terpenuhi, terutama bila prasyarat yang berhubungan dengan kemampuan kondisi dan koordinasi anak didik sebagai prasyarat belum mereka miliki. Namun sebelum pertanyaan-pertanyaan ini dijawab secara tuntas, ada pertanyaan lain yang sangat penting untuk dijawab yaitu : bagaimana dapat mengetahui bahwa anak didik belum atau telah memiliki prasyarat untuk menerima materi pengajaran tertentu. Atau apakah yang harus diamati untuk mengetahui ada atau tidaknya prasyarat kemampuan motorik yang dimiliki oleh anak didik? Salah satu prasyarat motorik yang perlu diamati adalah kemampuan koordinasi mereka. Dari sinilah nantinya dapat diketahui anak didik tersebut berada pada fase belajar motorik tingkat pertama, kedua atau ketiga. Selanjutnya dari sinilah nantinya dapat disusun atau dikembangkan materi yang akan disajikan serta metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Untuk itu berikut ini akan diuraikan ciri-ciri kemampuan koordinasi fase belajar tingkat pertama.
Seperti yang telah dikemukakan pada bahagian terdahulu, bahwa karakter atau ciri-ciri belajar motorik tingkat pertama adalah penguasaan kemampuan motorik dalam bentuk kasar. Seseorang yang berada pada fase belajar motorik tingkat pertama hanya mampu melaksanakan gerakan-gerakan yang dituntut bila situasi dan kondisi mendukung. Misalnya : seseorang yang belajar teknis pass bawah atau pass atas dalam bola volli. Sipelaku gerakan (anak didik) hanya dapat melakukan teknik pass atas atau pass bawah, bila bola diberikan secara perlahan dan tepat pada posisinya. Di dalam permainan bola basket misalnya seorang anak didik baru dapat melakukan shooting dalam keadaan diam (tidak dalam keadaan bergerak seperti : melompat, berjalan atau berlari) dan tidak melalui suatu rintangan. Contoh lain misalnya dalam melakukan rolling (mengguling) ke depan bila dibantu baik oleh guru atau melalui alat bantu lainnya. Misalnya dari papan yang dimiringkan pada suatu ketinggian tertentu. Kondisi dan situasi yang mendukung atau membantu tersebut merupakan persyaratan mutlak bagi individu yang belajar pada tingkat pertama dapat melaksanakan gerakan yang dituntut. Dengan demikian kondisi dan situasi yang mendukung tersebut harus dibangun, dikonstruksi dan dipertahankan sedemikian rupa, sampai pada suatu saat teknik atau bentuk-bentuk gerakan yang dipelajari tersebut telah dikuasai. Bila kondisi tersebut tidak dibangun, dikonstruksi dan dipertahankan sedemikian rupa, maka individu yang belajar pada fase ini akan kembali mengalami kesulitan dalam mempelajari bentuk gerakan yang diajarkan. Bila situasi dan kondisi tersebut sering berubah-ubah atau tidak konstan maka proses penguasaan gerak yang diajarkan menjadi lama.
Ciri umum lainnya adalah bahwa pada fase belajar tingkat pertama ini, seluruh pelaksanaan gerakan baru dapat dilakukan dalam bentuk kasar atau tidak sempurna, walaupun kondisi pelaksanaan gerakan dalam pengertian kondisi yang membantu dibentuk sedemikian rupa.
C. Ciri-ciri Khusus Kemampuan Koordinasi Fase Belajar Motorik Tingkat Pertama
Ciri-ciri khusus yang dimaksud dalam perkembangan belajar motorik adalah ciri-ciri yang lebih banyak dilihat dari kemampuan penguasaan koordinasi gerak. Hal ini dapat dimengerti karena kemampuan koordinasi gerak merupakan komponen-komponen yang sangat menentukan dalam keberhasilan penguasaan keterampilan motorik olahraga.
Dilihat dari sudut kemampuan koordinasi, maka fase belajar tingkat pertama memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Pada fase belajar tingkat pertama, individu yang belajar baru mampu memperlihatkan struktur dasar gerakan. Struktur dasar gerakan yang diperlihatkan dalam suatu pelaksanaan gerakan masih dalam bentuk yang kasar. Misalnya dalam pelaksanaan gerakan lay-up/langkah tiga pada permainan bola basket. Struktur langkahnya sudah benar, tetapi tiga dalam gerakan lay-up yang dilaksanakan sering terhenti pada langkah kedua. Gerakan tiga langkah tersebut kadang-kadang berlebih menjadi empat langkah. Penempatan kaki juga sering menjadi masalah. Maksudnya kaki manakah yang lebih baik menolak pada saat shooting pada langkah ketiga. Demikian juga dengan panjang langkah yang sering berubah-ubah. Perubahan tersebut bukan diakibatkan karena disesuaikan menurut kebutuhan situasi dan kondisi yang ada, melainkan disebabkan oleh keragu-raguannya. Contoh lain misalnya dalam lompat jauh, struktur gerakan sudah terlihat, tetapi pelaksanaan gerakan secara keseluruhan masih kasar. Misalnya panjang langkah pada awalan sangat tidak konstan. Sedangkan pada saat menolak untuk melompat sering terjadi pengereman untuk penyesuaian kaki yang menolak. Tetapi pengereman yang dilakukan mengakibatkan pengurangan kecepatan lebih dari 50%. Demikian pula dalam lompat tinggi. Awalan yang diambil hampir-hampir tidak ada manfaatnya, karena sering peserta didik berhenti pada saat menolak. Penghentian gerakan pada saat akan menolak bertujuan untuk menyesuaikan pada gerakan berikutnya. Kesalahan-kesalahan yang terjadi tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Karena mereka memang belum memiliki pengalaman-pengalaman ataupun simpanan-simpanan motorik untuk itu, sehingga pelaksanaan gerakan dilakukan dengan penuh keragu-raguan atau dengan ketidakpastian. Sehingga terlihatlah gerakan-gerakan yang dilakukan tertunda-tunda, terputus-putus atau adanya gerakan-gerakan yang berlebihan.
- Irama Gerakan
Penguasaan irama gerakan bagi individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama ini masih sangat belum sempurna. Dalam hal ini dapat dikemukakan dalam cabang olahraga renang. Irama-irama gerakan tangan dan kaki masih sangat belum terkoordinasi dengan baik, bahkan kadang-kadang kelihatan tidak beraturan. Hal yang demikian mengakibatkan peserta didik tersebut cepat lelah, karena irama gerakan yang tidak terkoordinasi dengan baik akan banyak menguras tenaga. Contoh lain misalnya pada lari gawang ini irama gerakan dapat terlihat dengan nyata. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh individu yang belajar pada fase belajar tingkat pertama terlihat tertunda-tunda. Terutama pada saat akan melompati gawang. Bahwa pada saat-saat akan melompati gawang, sering anak didik menghentikan gerakannya. Hal ini disebabkan antara lain : langkah terakhir pada saat akan melompati gawang terlalu kecil atau terlalu besar. Irama gerakan yang belum terkoordinasi dengan baik tersebut juga dapat dilihat dari panjang langkah yang belum teratur. Kadang-kadang terlalu panjang atau terlalu pendek. Demikian juga akibatnya sering terjadi kegagalan untuk melompati gawang-gawang berikutnya setelah gawang pertama. Artinya jumlah langkah pada gawang I, II, II dan seterusnya belum terkendali dengan baik.
Irama gerakan yang belum terkoordinasi ini terutama pada contoh-contoh yang telah dikemukakan di atas disebabkan antara lain oleh :
a. Individu yang belajar belum memiliki pengalaman dan simpanan yang relevan dengan gerakan-gerakan yang sedang dipelajari.
b. Karena belum memiliki pengalaman dan simpanan motorik yang relevan tersebut, maka peserta didik yang bersangklutan belum memiliki antisipasi gerakan dengan baik. Dengan pengertian lain bahwa peserta didik belum dapat mengantisipasi gerakan berikutnya yang harus dilakukannya.
c. Sehubungan dengan poin b di atas, si pelaku gerakan secara otomatis belum dapat mengatur dan mengendalikan impuls tenaga sesuai dengan kebutuhan otot-otot yang bekerja. Akibatnya dapat kita lihat dari bagian-bagian gerakan yang kadang-kadang dilakukan dengan tenaga yang berlebih atau kadang-kadang dengan tenaga yang tidak mencukupi.
- Hubungan Gerakan
Penguasaan kemampuan hubungan gerakan yang dimiliki oleh individu yang berada pada fase balajar tingkat pertama juga masih sangat tidak sempurna. Ini dapat dilihat dari pelaksanaan gerakan secara keseluruhan. Hubungan dari bagian-bagian gerakan dari satu anggota tubuh ke anggota tubuh yang lain masih belum terkoordinir dengan baik. Bahkan sering terjadi kesalahan kesalahan atau ketidak sesuaian pemberian impuls. Misalnya dalam lompat tinggi, sering terlihat bahwa transfer gerakan-gerakan kaki, tangan dan badan tidak sinkron satu sama lainnya. Transfer gerakan yang tidak sinkron dalam pengertian ini adalah transfer gerakan yang tidak saling menunjang satu dengan yang lainnya, dalam rangka pencapaian hasil yang optimal. Transfer gerakan yang menunjang dari satu bagian tubuh ke bagian yang lainnya maksudnya adalah ketepatan atau kesesuaian waktu dan urutan di mana pentransferan tersebut dibutuhkan atau dilakukan. Misalnya dalam lompat tinggi. Haruslah diketahui dan dapat direalisasikan pada saat yang tepat, kapan transfer gerakan kaki, badan, ayunan tangan dan gerakan kepala harus dilakukan dan bagaimana urutan yang sebenarnya. Ketepatan waktu transfer gerakan dari satu anggota tubuh ke anggota tubuh yang lainnya berhubungan dengan pertanyaan : kapan transfer gerakan suatu bagian tubuh harus dilakukan sehingga dapat menunjang gerakan bagian tubuh yang lainnya. Misalnya : dalam lompat jauh, kapan ayunan kaki dan tangan harus dilakukan sehingga dapat menunjang gerakan badan untuk memungkinkan melewati mistar dengan baik. sedangkan ketepatan urutan transfer gerakan berhubungan dengan pertanyaan; gerakan mana yang harus dilakukan belakangan.
- Luas Gerakan
Secara sederhana luas gerakan dapat diartikan sebagai besarnya ruangan yang terpakai oleh bagian tubuh atau tubuh secara keseluruhan dalam pelaksanaan gerakan. Misalnya luas ruangan yang terpakai oleh gerakan kaki pada saat berjalan atau berlari. Atau besarnya gerakan yang terpakai oleh gerakan tangan pada renang gaya dada.
Bagi individu yang sedang berada pada fase belajar tingkat pertama, luas gerakan yang terpakai bukan disebabkan kurangnya kemampuan peserta didik dalam penyesuaian menurut kebutuhan, melainkan disebabkan kemampuan koordinasinya yang memang masih belum terbentuk. Oleh karenanya dalam pelaksanaan gerakan-gerakan terlihatlah luas gerakan yang terpakai kadang-kadang cukup besar dan kadang-kadang kecil. Dengan demikian prinsip efisiensi dan efektifitas baik dari segi tenaga, waktu dan ruangan yang terpakai belum dapat direalisasikan. Misalnya seorang peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama dalam lempar lembing. Peserta didik yang bersangkutan sering tidak menggunakan ruangan secara maksimal pada saat melempar lembing, yaitu kurang panjangnya tarikan tangan lempar ke belakang, sehingga ruangan yang kurang panjang tersebut tidak dapat digunakan untuk membangun dan mentransfer kekuatan lempar secara maksimal. Contoh lain misalnya pada lari gawang, seorang pemula sering memakai ruangan yang besar/luas pada saat melewati gawang sehingga lompatan menjadi terlalu tinggi dari yang dibutuhkan. Akibat negatifnya selain tidak ada prinsip ekonomis dalam pelaksanaan gerakan, juga terjadi perlambatan waktu untuk mendarat. Contoh lain yang lebih konkrit adalah luas gerakan yang terpakai oleh gerakan tangan pada renang gaya kupu-kupu. Seseorang yang berada pada tingkat belajar pertama, disamping irama gerakannya tidak teratur, pemakaian ruangan gerakannya juga tidak konstan. Hampir pada setiap kali melakukan gerakan tangannya, kadang-kadang ruangan yang terpakai terlalu luas atau terlalu kecil. Khusus dalam cabang olahraga renang, keadaan yang demikian merupakan suatu yang wajar. Hal ini disebabkan, disamping individu tersebut belum memiliki pengalaman gerakan dan simpanan motorik untuk berenang, individu tersebut juga belum mengkonsentrasikan pikirannya pada penguasaan teknik. Dalam cabang olahraga renang, biasanya individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama lebih berkonsentrasi untuk penyelamatan dirinya agar tidak tenggelam. Keadaan yang demikian, biasanya akan berlangsung lama, hingga pada suatu saat dia betul-betul yakin bahwa dia akan tenggelam. Setelah fase ini dilewati barulah individu tersebut dapat diarahkan pada perbaikan teknik gerakan lengan atau kaki.
- Kelancaran Gerakan
Pengertian dari kelancaran gerakan adalah aliran gerakan. Secara sederhana, kelancaran gerakan dapat diartikan sebagai kontinuitas jalannya suatu gerakan. Bagi individu yang masih berada pada fase belajar tingkat pertama, aliran gerakan yang ditampilkan masih belum lancar, yaitu masih tersendat-sendat. Contoh dalam lompat jauh, individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama sering melibatkan gerakan yang tidak lancar. Misalnya : antara gerakan awalan dan menolak yang sering tersendat-sendat atau tertunda-tunda pada saat akan melakukan tolakan pada balok tumpuan.
Kelancaran jalannya suatu gerakan dapat diamati melalui beberapa aspek pertama dapat dilihat dari terjadinya perubahan kecepatan dan percepatan gerakan. Bagi individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama perubahan kecepatan dan percepatan gerakan yang sering terjadi (intensitas perubahan kecepatan dan percepatan gerakan tinggi). Perubahan kecepatan dan percepatan tersebut sering terjadi secara tiba-tiba dan berulang kali. Diliha dari sudut pandang fisiologi dan biomekanik, perubahan percepatan dan kecepatan tersebut adalah sebagai akibat dari perubahan pemberian impuls tenaga/kekuatan kepada otot yang bekerja secara dominan dalam pelaksanaan gerakan. Suatu kecepatan gerakan terjadi karena impuls tenaga atau kekuatan yang diberikan kepada otot-otot yang bekerja secara dominan dikurangi, maka kecepatan gerakan juga akan berkurang atau menurun. Aspek kedua yang dapat dilihat untuk mengamati kelancaran gerakan adalah jalannya gerakan itu sendiri. Misalnya untuk suatu gerakan yang melingkar seharusnya diagram jalannya suatu gerakan yang lancar adalah berbentuk lingkaran (bulat). Dalam kaitan ini, bila suatu gerakan dilakukan secara tidak lancar, maka diagram jalannya gerakan tersebut tidak lagi berbentuk lingkaran secara utuh, tetapi pada titik tertentu akan kelihatan menyudut.
Ketidaklancaran pelaksanaan suatu gerakan, misalnya gerakan dilakukan secara tersendat-sendat atau tertahan-tahan mempunyai pengaruh negatif yang cukup besar terhadap hasil yang ingin dicapai. Misalnya dalam lompat jauh, lompat tinggi, tolak peluru. Gerakan yang tertahan-tahan akan mengurangi kecepatan dan percepatan. Kurangnya kecepatan dan percepatan tersebut diakibatkan karena pengurangan impuls tenaga/kekuatan yang diberikan. Akibatnya hasil yang dicapai dalam pemecahan tugas gerakan tidak optimal. Contoh konkrit misalnya lompat jauh. Seorang yang berada pada fase belajar tingkat pertama sering melakukan pengereman atau penurunan kecepatan yang cukup besar pada saat akan melompat. Pengereman atau penurunan kecepatan tersebut dimaksudkan agar perkenaan kaki tumpu pada balok tolakan cukup tepat (sesuai dengan peraturan). Penurunan atau pengurangan kecepatan yang cukup besar tersebut mengakibatkan lompatan menjadi dekat, karena untuk mendapatkan lompatan yang jauh, dibutuhkan kecepatan dan percepatan yang cukup tinggi. Contoh lain misalnya dalam cabang olahraga tenis. Individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum dapat mengantisipasi gerakan bola tenis yang datang. Oleh karenanya sering kita lihat seorang pemula melakukan gerakan lebih awal atau gerakan yang terlambat dari seharusnya. Akibatnya kekuatan awal yang seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk menerima atau memukul bola tidak dapat digunakan secara optimal, bahkan sering terjadi suatu kegagalan. Hal ini memang merupakan ciri khas dari individu yang berada pada tingkat belajar pertama, yaitu tidak dapat memanfaatkan fungsi awalan atau kekuatan awal dengan baik dan sering kali terjadi awalan dan kekuatan awal tidak menunjang sama sekali pemecahan tugas gerakan.
- Kecepatan Gerakan
Individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki kecepatan gerakan yang baik. gerakan-gerakan yang dilakukan masih bersifat lamban dan kaku.
- Ketepatan dan Kekonstanan Gerakan
Seseorang yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki ketepatan dan kekonstanan gerakan yang baik. Ini dapat dilihat misalnya pada cabang olahraga bulu tangkis dan tenis, yaitu perkenaan bola yang tidak tepat pada pertengahan raket. Pada cabang olahraga atletik misalnya pada lompat jauh yaitu individu yang bersangkutan belum dapat menempatkan kaki tolakan pada balok tumpuan dengan tepat (contoh-contoh tersebut adalah ketepatan gerakan dalam artian produk). Contohlain misalnya dalam cabang olahraga basket yaitu pada gerakan lay-up. Luas gerakan yang terpakai untuk setiap langkah masih belum efisien. Kadang-kadang terlalu panjang dan kadang-kadang terlalu pednek (contoh ini adalah ketepatan gerakan dalam artian proses). Sedangkan kekonstanan gerakan yang dimiliki oleh individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama boleh dikatakan tidak ada. Oleh karenanya kemampuan individu pada fase belajar tingkat pertama juga ditandai dengan prestasi yang belum dapat diukur. Artinya, kemampuan yang diperlihatkan belum stabil. Misalnya dalam melaksanakan gerakan yang sederhana, kadang berhasil kadang-kadang gagal. Keadaan yang seperti ini perlu mendapat perhatian oleh guru pendidikan jasmani, terutama di sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena emosi anak-anak usia sekolah dasar belum stabil dan motivasinya cepat menurun bila sering mengalami kegagalan dalam melaksanakan gerakan-gerakan yang dituntut. Oleh karenanya dalam menghadapi kondisi yang sedemikian tugas utama guru adalah menjaga kestabilan motivasi anak didik. Demikian juga dengan guru itu sendiri. Guru harus mengerti dan memahami bahwa keadaan kemampuan anak didik yang demikian adalah wajar. Oleh karenanya guru pun harus dapat mengendalikan emosinya dalam mengajar. Dalam hal ini guru dituntut untuk lebih sabar dan telaten.
- Bayangan Gerakan
Ciri-ciri dari fase belajar motorik tingkat pertama adlah bayangan gerakan yang masih belum sempurna. Bayangan gerakan adalah : bentuk konstruksi suatu gerakan yang berhasil dibangun oleh seseorang secara psikis berdasarkan informasi/instruksi yang diterima dan yang dapat diolahnya. Bayangan gerakan yang berhasil dibangun oleh individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama masih kurang lengkap. Ketidaklengkapan tersebut dapat diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain :
a. Ketidaklengkapan informasi yang diberikan oleh guru tentang bentuk dan sifat gerakan yang akan dilakukan.
b. Tidak mengertinya peserta didik terhadap informasi-informasi tertentu. Misalnya istilah-istilah yang digunakan.
c. Kurangnya pengalaman gerakan yang dimiliki oleh peserta didik.
d. Salah mengerti terhadap informasi yang diberikan.
Faktor-faktor di atas adalah faktor-faktor yang sering merupakan penyebab terjadinya ketidak-lengkapan konstruksi gerakan yang dapat dibangun oleh peserta didik. Akibat ketidaklengkapan bayangan dikonstruksi maka sering terjadi kesalahan-kesalahan didalam pelaksanaan gerakan. Untuk dapat mengetahui ketidaklengkapan bayangan gerakan tersebut, guru dapat meminta kepada peserta didik untuk menverbalisasikan kembali bayangan gerakan yang telah dikonstruksi dalam pikiran mereka. Dengan demikian dapat diketahui dimana letak kekurangan bayangan gerakan yang telah dikonstruksi peserta didik. Melalui verbalisasi bayangan gerakan yang telah dikonstruksikan oleh peserta didik, juga dapat diketahui sejauh mana peserta didik telah mengerti tentang instruksi-instruksi atau informasi yang telah diberikan guru, dan komponen mana yang tidak dapat dimengerti. Bila terdapat ketidak lengkapan bayangan gerakan guru harus melengkapi kembali melalui pengulangan instruksi ataupun penjelasan. Suatu kendala yang mungkin ditemui dalam memverbalisasikan kembali bayangan gerakan terutama pada anak-anak usia sekolah dasar adalah : kesulitan mereka untuk memverbalisasikan. Untuk itu guru harus mampu memotivasi mereka untuk dapat memverbalisasikan bayangan gerakan yang telah dikonstruksi peserta didik.
Bayangan gerakan di dalam proses pembelajaran untuk menguasai suatu keterampilan motorik tertentu, merupakan salah satu sisi yang sangat penting dan menentukan. Hal ini dapat dimengerti dan harus dipahami oleh guru pendidikan jasmani, karena bayangan gerakan inilah yang dijadikan dasar untuk dapat membuat suatu program gerakan. Bayangan gerakan yang tidak lengkap atau salah, mengakibatkan program gerakan juga akan salah dan sudah jelas pelaksanaan gerakan akan salah. Hal ini dapat dimengerti karena penampilan tingkah laku psikomotorik dalam bentuk pelaksanaan gerakan merupakan realisasi dari hasil proses-proses berpikir yang terjadi pada peserta didik.
- Program Gerakan
Program gerakan adalah rencana gerakan yang akan dilakukan oleh individu. Program gerakan meliputi : sistematika atau urutan gerakan, bentuk-bentuk gerakan, kekuatan dan kecepatan gerakan, pengaturan dan pengendalian pemberian impuls-impuls tenaga kepada otot-otot yang bekerja dalam pelaksanaan gerakan yang dilakukan. Program gerakan dibangun berdasarkan bayangan gerakan. Peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki program gerakan yang baik. sering kali terjadi bahwa gerakan yang telah diprogramkan tidak lengkap. Program gerakan masih berlangsung dalam bentuk yang kasar. Artinya program gerakan baru memuat komponen-komponen gerakan yang bersifat umum atau yang penting-penting saja dan belum terperinci. Sama halnya dengan bayangan gerakan, maka untuk mengetahui apakah program gerakan yang telah dibangun oleh peserta didik sudah cukup baik, hanya dapat diketahui melalui ungkapan secara verbalisasi dari peserta didik.
D. Ciri-ciri Kemampuan Penerimaan dan Pengolahan Informasi Fase Belajar Tingkat Pertama
Ciri-ciri lain dari fase belajar tingkat pertama juga dapat dilihat dari aspek penerimaan dan pengolahan informasi. Dalam pelaksanaan aksi-aksi motorik atau gerakan-gerakan olahraga ada lima indera penerima informasi yaitu : visual (penglihatan), akustik (penalaran), taktil (kulit), kinestetik (otot), dan vetibular (alat keseimbangan).
Kelima indera penerima informasi ini tidak hanya berperan dalam penerimaan informasi tentang apa dan bagaimana suatu gerakan harus dilaksanakan, tetapi juga berpedan dalam penerimaan feedback. Feedback yang dimaksud adalah tentang gerakan yang sedang berlangsung. Misalnya, apakah kekuatan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu bentuk gerakan sudah cukup, kurang atau berlebih dapat dirasakan oleh otot. otot-otot sebagai alat analisis melapor ke pusat susunan syaraf. Informasi ini akan diolah oleh pusat susunan syaraf yang kemudian memberikan perintah untuk penambahan atau pengurangan kekuatan. Berdasarkan feedback ini dapat dilakukan pengendalian dan pengaturan gerakan-gerakan yang sedang dilakukan. Misalnya pengaturan tentang impuls-impuls kekuatan, pengaturan dan pengendalian arah gerakan dan sebagainya.
Individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama, belum memiliki kemampuan yang baik dalam penerimaan dan pengolahan informasi. Akibatnya, sangat sedikit sekali terjadinya pengendalian dan pengaturan terhadap kesalahan-kesalahan gerakan yang terjadi.
Pada fase belajar tingkat pertama ini, alat analisis yang sangat dominan dalam penerimaan informasi adalah mata. Sedangkan alat analisis informasi yang lain belum berperan dengan baik. Oleh karenanya, dalam memberikan informasi tentang apa dan bagaimana gerakan yang akan dilakukan sebaiknya selalu diiringi dengan contoh-contoh melalui demonstrasi gerakan. Pemberian informasi tentang bentuk-bentuk gerakan yang akan dilakukan dengan segala aspeknya, belum banyak membantu peserta didik. Hal ini disebabkan karena pemberian informasi secara verbal bagi individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama merupakan sesuatu yang abstrak. Sedangkan mereka belum memiliki pengalaman gerakan. Oleh karenanya merupakan sesuatu yang sangat membantu peserta didik, bila guru menerangkan bentuk-bentuk gerakan yang akan dilakukan tidak hanya secara verbal, tetapi juga diiringi dengan demonstrasi bentuk gerakan yang akan dilakukan.
E. Implikasi Ciri-ciri Fase Belajar Motorik Tingkat Pertama ke Dalam Proses Pembelajaran
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa proses pembelajaran dimulai pada suatu titik tertentu. Oleh karenanya merupakan suatu hal yang sangat penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh peserta didik maka seorang guru telah mempunyai suatu pedoman yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil beebrapa keputusan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. keputusan yang dimaksud misalnya berhubungan dengan materi pengajaran yang akan disajikan, metode mengajar yang akan digunakan dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai. Kenyataan yang ditemui dilapangan sangat berbeda dari yang diharapkan, terutama dalam penmgajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar guru pendidikan jasmani di sekolah dasar tidak pernah melaksanakan suatu test untuk mengetahui keadaan kemampuan awal yang dimiliki oleh peserta didik. Kemampuan awal yang dimaksud dalam pendidikan jasmani meliputi kemampuan kondisi (kekuatan, kecepatan, dan daya tahan) dan kemampuan koordinasi.
Bila kemampuan awal yang dimiliki oleh peserta didik tidak memenuhi persyaratan proses pembelajaran untuk mendapatkan keterampilan motorik olahraga tertentu, maka tugas utama seorang guru adalah membentuk persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan. Misalnya persyaratan untuk dapat memulai proses pembelajaran untuk mempelajari gerakan rol ke depan pada senam lantai peserta didik harus mempunyai kelenturan fisik yang baik, tanpa kelenturan fisik yang baik disamping anak didik mengalami kesulitan dalam melaksanakan gerakan rol juga dapat mengakibatkan cidera pada anak didik itu sendiri. Implikasinya adalah kelentukan fisik harus dibentuk terlebih dahulu.
Contoh konkrit lain misalnya untuk dapat menguasai keterampilan hand-stand. Persyaratan yang dituntut adalah kekuatan otot lengan. Bila kekuatan otot lengan belum dimiliki oleh peserta didik, maka tugas utama guru adalah membentuk keuatan otot lengan. Setelah peserta didik memiliki kekuatan otot lengan yang memadai, maka barulah proses proses pembelajaran untuk menguasai keterampilan hand-stand boleh dimulai. Dalam pengertian ini kekuatan otot lengan adalah prasyarat.
Fase belajar tingkat pertama merupakan tahap pengenalan terhadap hal-hal yang baru dan pembentukan teknik-teknik dasar dari suatu bentuk keterampilan gerakan yang akan dipelajari. Seperti telah dibahas pada bagian terdahulu bahwa kemampuan prestasi peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum dapat diukur. Dengan pengertian lain, peserta didik lebih sering mengalami kegagalan dari pada keberhasilan dalam melakukan gerakanyang dituntut. Keadaan yang demikian cenderung menurunkan motivasi peserta didik dalam belajar, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar. Sehubungan dengan itu tugas utama guru adalah memelihara dan meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar. tugas yang demikian menuntut kesabaran dan ketelatenan dari seorang guru. Untuk dapat memenuhi tugas ini seorang guru perlu mendalami psikologi perkembangan anak-anak usia sekolah dasar. Bila peserta didik sering mengalami kegagalan dalam melakukan gerakan-gerakan yang dituntut, motivasi belajarnya akan menurun serta cenderung mengarah pada kondisi psikis yang frustasi. Hal ini perlu dicegah, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami suatu keberhasilan. Strateginya yaitu memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam pelaksanaan gerakan. Misalnya menurunkan tingkat kesulitan gerakan yang akan dilakukan atau memberikan bantuan kepada anak didik.
Memberikan kesempatan untuk mengalami suatu keberhasilan merupkan salah satu prinsip dalam mengajar keterampilan motorik (Yanuar Kiram, Darmstadt, 1984, hal. 71). Memberikan kesempatan untuk mengalami keberhasilan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan motivasi tetapi juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merasakan suatu pelaksanaan gerakan yang benar dan dapat disimpan menjadi ingatan motorik yang sangat membantu peserta didik dalam proses penguasaan keterampilan gerakan.
Proses berikutnya yang harus diperhatikan oleh guru pada fase belajar tingkat pertama adalah dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan penjelasan-penjelasan tentang bentuk-bentuk gerakan yang akan dilaksanakan. Telah diuraikan sebelumnya bahwa peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki pengalaman gerakan yang memadai, sehingga sulit baginya untuk membayangkan dan mengkonstruksi bentuk-bentuk gerakan yang akan dilakukan. Oleh sebab itu merupakan tugas penting bagi guru untuk menerangkan bentuk-bentuk gerakan yang akan dipelajari dengan jelas. Dalam hal ini berikanlah penjelasan-penjelasan dengan singkat dan konkrit.
Memberikan penjelasan-penjelasan tentang bentuk-bentuk gerakan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama terutama anak-anak usia sekolah dasar, perlu diperhatikan bahwa bahasa lisan memiliki beberapa kelemahan. Misalnya : sulit menerangkan dengan bahasa lisan hal-hal yang bersifat abstrak, seperti : kecepatan, kekuatan, tinggi, rendah, kuat, lemah dan sebagainya. Untuk menerangkan pengertian dari kata-kata tersebut perlu memberikan contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit yang sangat membantu peserta didik adalah contoh-contoh yang sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu penjelasan-penjelasan secara lisan yang diiringi dengan demonstrasi gerakan yang harus dilakukan, adalah suatu hal yang sangat membantu peserta didik usia sekolah dasar dalam memahami bentuk-bentuk gerakan yang dimaksud.
Perlu pula diketahui oleh guru pendidikan jasmani, bahwa memberikan penjelasan melalui demonstrasi gerakan juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
- Tidak semua gerakan dapat didemonstrasikan dengan baik.
- Stabilisasi dan kekonstanan kualitas gerakan yang didemonstrasikan sering berubah-ubah. Sehingga sulit bagi peserta didik untuk menemui patokan yang benar. Semakin tinggi tingkat kesulitan gerakan yang harus didemonstrasikan, semakin sulit untuk mempertahankan kekonstanan gerakan.
Berdasarkan pada kelemahan-kelemahan baik bahasa lisan maupun demonstrasi gerakan, maka sangat dianjurkan pada guru pendidikan jasmani, untuk mengembangkan kedua bentuk pemberian informasi tersebut. Dengan demikian, masing-masing kelemahan yang dimiliki dapat dikurangi atau ditutupi. Dalam menerangkan bentuk-bentuk gerakan yang akan dipelajari oleh peserta didik, perhatikanlah hal-hal sebagai berikut :
- Berikanlah keterangan-keterangan dengan jelas dan singkat.
- Hindarkanlah pemakaian istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh peserta didik.
- Bila ada hal-hal yang bersifat abstrak, berikanlah contoh-contoh konkrit yang sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.
- Iringilah penjelasan-penjelasan dengan demonstrasi gerakan.
Prinsip pedagogik berikutnya yang perlu diperhatikan oleh guru pendidikan jasmani dalam menghadapi individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama adalah : memberikan kemudahan-kemudahan kepada yang belajar. Kita mengetahui bahwa individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki kemampuan koordinasi yang baik. Hal ini akan semakin terlihat dengan jelas, bila peserta didik harus melaksanakan gabungan atau gerakan-gerakan yang dirangkaikan.
Memberikan kemudahan dalam mempelajari teknik-teknik gerakan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain :
- Menyederhanakan gerakan, dengan menurunkan tingkat kesulitan gerakan yang dituntut.
- Penguraian gerakan. Maksudnya, rangkaian gerakan yang akan dipelajari diuraikan menjadi beberapa bagian. Kemudian pelajari bagian demi bagian.
- Mencari bentuk-bentuk gerakan yang berfamili.
Faktor penting lainnya yang harus diperhatikan oleh guru pendidikan jasmani dalam menghadapi peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama adalah keadaan kondisi jasmani mereka. Maksudnya adalah bahwa proses pembelajaran untuk menguasai gerakan-gerakan tertentu harus diberikan pada saat kondisi peserta didik dalam keadaan segar (fit). Dengan kata lain bahwa pelajaran dan pelaksanaan suatu teknik gerakan diberikan pada saat anak didik belum mengalami kelelahan. Hal ini perlu diperhatikan, terutama bagi anak-anak sekolah dasar, karena bila mereka dalam keadaan lelah, motivasi mereka untuk melaksanakan gerakan-gerakan yang dituntut menjadi menurun. Sehingga gerakan-gerakan yang mereka lakukan tidak dengan sepenuh hati. Selain itu bila mereka dalam keadaan lelah, maka akan sering terjadi kesalahnan-kesalahan dalam melaksanakan gerakan. Sedangkan kesalahan-kesalahan yang terjadi bukan karena mereka belum mengerti atau tidak mampu melainkan disebabkan oleh faktor menurunnya kondisi. Keadaan-keadaan yang demikian akan menyulitkan guru untuk mengontrol dan mengendalikan proses-proses pembelajaran.
Prinsip paedagogis berikutnya yang perlu mendapat perhatian dari guru pendidikan jasmani dalam menghadapi peserta didik yang berada pada fase belajar tingkat pertama adalah : pelaksanaan gerakan yang sesegera mungkin. Maksudnya bila peserta didik telah mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan, maka gerakan-gerakan tersebut harus dilaksanakan dengan segera.
Demikianlah Artikel Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik
Sekianlah artikel Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/07/fase-perkembangan-belajar-keterampilan.html
Fase Perkembangan Belajar Keterampilan Motorik