, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pola Pemahaman Aswaja, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Masyarakat sebagai suatu objek dalam hidup, tentu mempunyai nilai sendiri dalam menjalankan hukum Islam. Di samping itu masyarakat juga merupakan suatu kumpulan orang yang mempunyai tujuan sama, tetapi dalam mengamalkan syariat Islam mereka mengikuti mazhab yang berbeda-beda.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin menjelaskan tentang rumusan masalah mengenai :
- Bagaimana kita memahami syaria’t Islam dalam ahlussunnah wal jama’ah.
- Bagaimanakah kita menghayati syari’at Islam dalam ahlussunnah wal jama’ah.
- Bagaimanakah cara kita untuk mengamalkan syari’at Islam dalam ahlussunnah wal jama’ah di kehidupan sehari-hari ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian syari’at menurut bahasa berarti jalan lurus, jalan menuju air, jalan yang dilalui air terjun. Menurut istilah adalah hukum Islam yang diyakini kebenarannya oleh umat Islam sebagai ketentuan dan ketetapan dari Allah yang wajib dipatuhi sebagaimana mestinya. Berdasarkan prinsip keyakinan tersebut, maka setiap muslim wajib melaksanakan syariat Islam dalam segala aspek kehidupannya dan sebaliknya dia merasa berdosa apabila mengabaikan nilai-nilai syariat tersebut.
Garis-garis besar Syari’at Islam adalah sebagai berikut :
- Hukum Ibadat, yang merupakan tuntutan ritual yang mencakup masalah thaharah (kebersihan iman), shalat, zakat, puasa, haji, penguburan jenazah, kuban, akikah, penyembelihan hewan, makanan, minuman.
- Hukum munakahat, yaitu himpunan hukum yang mengatur masalah kehidupan rumah tangga.
- Hukum muamalat, yaitu membahas kode etik bisnis, utang-piutang, jual beli dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah hubungan manusia dengan kekayaan dan harta benda.
- Hukum Jinayat, yaitu hukum pidana dan perdata yang di syari’atkan untuk memelihara kehidupan manusia, melindungi masyarakat, melindungi harta benda yang menjadi hak seseorang, melindungi kerukunan, akal, jiwa, dan agama.
- Hukum Mukafaat Mukhashamat yaitu hukum secara pidana dan pendata yang mencakup prosedur pengadilan di depan hakim.
- Hukum Sulthaniyat yaitu suatu komponen hukum Islam yang khusus mengatur masalah-masalah kenegaraan dan pemerintahan.
- Hukum Dauliyat yaitu hukum internasional yang berguna untuk mengatur hubungan antara negara dengan negara baik pada masa damai maupun pada masa perang, mengatur soal tawanan perang, gencatan senjata dan mengatur soal tawaran perang, gencatan senjata dan perjanjian antarnegara.
B. Pola Pemahaman syari’at Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah
Syari’at Islam menurut Al-Qur’an tidak hanya mengenai theologis saja, melainkan bermuatan aqidah, jalannya hukum dan aklaq, meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan nafsi-nafsi (individu) maupun kehidupan kolektif dengan subtansi yang bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual, karakteri perorangan, aklaq, individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah non-ritual seperti hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban warga negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang terdiri atas komponen-komponen : Subtansi aturan-aturan perdata-pidana, damai-perang, nasional-internasional, pranata subsitemn peradilan dan apresiasi hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq.
Memahami syari’at Islam sebagai sebuah hukum Islam yang jika hukum Islam tersebut diterapkan, maka negara ini akan menjadi negara berbasis agama Islam. Seperti diajarkan catatan sejarah pada kita, latar belakang bangsa ini adalah hindu dan Budha. Perjalanan bangsa membawa Islam menjadi negara berpenganut terbesar. Namun tata negara cara hidup dan kultur hindu-budha (terutama Hindu) masih kuat berakar di banyak tempat, hingga saat ini, kasus Ponari dan Batu Ajaibnya adalah contoh kecil menyatakan hal tersebut. Ketidakmampuan pemerintah memberikan kehidupan memadai pada rakyatnya dengan alasan apapun, akhirnya menyeret sebagian bangsa ini kembali mengais sisa-sisa kultur dan kepercayaan nenek moyang salahkah mereka ?
Jika benar negara ini hendak dijadikan negara berbasis agama Islam, maka hendaknya kita tidak setengah-setengah seperti malaysia, lihat saja betapa bangsa Malaysia mempertontonkan pakaian jubah bagi kaum wanitanya tetapi dengan bangga juga menyatakan mereka memiliki fasilitas judi terbesar di Asia Tenggara, jika dijalankan setengan-setengah, maka sama saja menjelek-jelekkan syari’at Islam karena kita hanya akan mempertontonkan syariat Islam sebagai sesuatu yang menggelikan.
C. Pola Penghayatan Syari’at Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
Dalam masalah penegakan syari’at Islam, Syari’at Islam itu wajib for every single muslim, dan oleh apabila seseorang yang tidak berkeinginan syari’at Islam tegak, maka keislamanannya diragukan. Tapi apakah syari’at Islam harus ditegakkan secara legal politik dalam bentuk sebuah konstitusi suatu negara, maka hal tersebut adalah suatu yang debatable dapat kita perdebatkan disini. Pernyataan tentang trauma sejarah yang pahit akan Islam politik memang benar adanya, karena memang sejarah tidak dapat disangkal.
Tetapi sejarah bisa diartikan sesuai dengan sudut pandang apa kita melihatnya. Citra buruk Islam politik memang telah membuat sebagian besar Masyarakat Muslim “takut” akan tegaknya syari’at Islam, karena yang terbayang dalam syari’at Islam adalah hukum potong tangan, hukum mati, jam malam, poligami, pengekangan kebebasan bereaksi, walaupun hal-hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari luasnya perangkat syari’at Islam.
Dengan melihat sejarah seharusnya kita dapat melihat bahwa, memang benar, Islam politik tidak akan berhasil membawa sebuah perubahan yang nyata teutama dalam masalah penegakan syari’at Islam. Kalaupun berhasil menjadikan syari’at Islam menjadi sebuah perangkat hukum, maka hal tersebut hanyaakan menimbulkan resistensi dari kelompok lain dan bahkan umat Islam itu sendiri.
Dapat kita lihat kasus pada masa kekhalifahan Utsmani (Turki sekarang), yang penegakannya syari’at Islam-nya hanya melalui sistem politik tanpa disertai adanya pembangunan mental syari’at Islam sebagai way of life di level gross-root maupun dilevel pemerintahan. Pemerintahan yang bejat, kerup dan jauh dari nilai-nilai Islam telah mendorong rakyat untuk memberontak terhadap pemerintahan dan Syari’at Islam yang kebetulan diterapkan oleh pemerintahan dan Syari’at Islam yang kebetulan di terapkan oleh pemerintah tersebut. Dari uraian tersebut, mungkin kita harus lebih banyak belajar kepada Muhammad SAW, bagaimana beliau menegakkan syari’at Islam. Tanpa harus menceritakan sejarahnya yang panjang, syari’at Islam di tegakkan melalui dua cara :
- Secara mental (way of life)
- Secara politik (konstitusi/hukum)
yang awal mulanya dilakukan tidak secara bersamaan.
Butuh 13 tahun, bagi Muhammad SAW untuk menegakkan syari’at Islam sebagai sebuah way of life bukan secara politik di kalangan umat Muslim. Baru pada periode madinah, Muhammad SAW menguatkan syari’at Islam melalui sebuah konstitusi/hukum.
Perlu diingat, konstitusi/hukum disini bukanlah artinya menjadikan syari’at Islam sebagai dasar pembentukan sebuah negara Madinah, Dasar pembentukan negara Madinah adalah sebuah hukum yang di buat atas dasar kesepakatan dengan kaum Nasrani, Yahudi, dan Kelompok lainnya di Madinah yang di sebut Charter of Madina (Program Madinah).
Oleh karena itu, syari’at Islam hanyalah sebuah proses yang telah ada sebelumnya dan akan terus diterapkan bahkan kalaupun tidak ada negara Madinah sekalipun. Karena apa ? karena Syari’at Islam soal itu bukan hanya di atas kertas dan di bibir saja, tapi sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari (way of life). Sehingga ketika penerapan, syari’at Islam diperkuat dalam bentuk hukum tertulis, tidak terjadi sebuah usaha resistensi dan pemberontakan dari Umat Islam itu sendiri.
Sebuah masyarakat yang kokoh bukan masyarakat yang seragam, tapi justru masyarakat yang berasal dari banyak latar belakang dan afiliasi namun tetap mempunyai satu tujuan, yakni demi bangsa dan negara. Islam tidak dibangun oleh politik, tetapi politik hanya sarana bukan suatu hal yang mutlak dalam Islam. Kalau para pemimpin politik Islam hanya berpusat pada politik semata dan meninggalkan pembinaan umat yang seharusnya lebih menjadi prioritas. Islam nasionalis ? kenapa tidak apakah kadar kecintaan dan bakti seseorang kepada negaranya hanya di ukur melalui label nasionalis, Islamis, komunis dan agamis.
Apakah seseorang yang di beri label nasionalis merupakan seseorang yang benar-benar cinta dan loyal terhadap negaranya ? dan apakah seseorang yang diberi akal Islamis adalah seseorang yang tidak cinta dan loyal terhadap negara ? ini hanya permainan kata-kata politik yang justru akan mengabarkan sebuah budaya demokrasi yakni menghargai perbedaan.
D. Pola pengamalan syari’at Islam Aswaja
Syari’at (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri (Q.S. Asy-Syuura : 13)
ß,ÅÒturÍô|¹ wur ß,Î=sÜZt ÎT$|¡Ï9 ö@Åör'sù 4n<Î) tbrã»yd ÇÊÌÈ
Artinya : “Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku Maka utuslah (Jibril) kepada Harun”.
Dalam pengertian Teknis-ilmiah syari’at mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pasa aspek lahir (esotoris). Namun demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syari’at Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan aklaq yang menjiwai dan tujuan dari syari’ah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
Syaria’at meliputi 2 bagian utama :
- Ibadah (dalam arti khusus), yang membahas manusia dengan Allah (vertikal). Tata cara dan syarat rukunnya terinci dalam Qur’an dan Sunnah. Misalnya : Sholat, zakat dan puasa.
- Mu’amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungan).
Dalam hal ini aturannya lebih bersifat garis besar, misalnya munakahat, dagang, bernegara dan lain-lain.
Ajaran Islam diyakini oleh umat Islam sebagai ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, keyakinan ini di dasarkan pada kenyataan bahwa sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kemudian dalam setting sejarah, proses terbentuknya hukum Islam sejatinya hanya berlangsung pada masa otoritas penuh, bahkan melekat pada dirinya legimitasi teologis untuk melakukan hal tersebut.
(1) Sumber-sumber Hukum Islam
Kata-kata sumber Islam merupakan terjemahan dari lafadz mashadir al-Ahkam, kota-kota tersebut tidak di temukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama’-ulama’ fikih dan ushul klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, para ulama’ menggunakan bermacam-macam istilah, Abu Ishaq al-Syatibi menyebutkan dengan adillat al-syari’ah (dalil-dalil syari’at), asas al-Tasyri’ (dasar-dasar penetapan hukum Syara’) dan ushul al-Syari’ah (pokok-pokok hukum syara’).
Para ushuliyun sepakat menyatakan bahwa hukum Islam, seluruhnya berasal dari Allah SWT, sementara Rasul hanyalah berfungsi sebagai penegas dan penjelas (al-Muakid wal mubayyin) hukum-hukum Allah SWT. Melalui wahyu-Nya betapapun Rasulullah telah menetapkan hukum melalui sunnahnya ketika wahyu tidak menjelaskan namun ketetapan Rasulullah ini juga tidak lepas dari bimbingan Allah SWT.
Untuk dapat melakukan penjabaran diperlukan ijtihad yang tidak semua mampu melakukannya. Itulah sebabnya mengapa dengan faham Aswaja, mengikuti mazhab tertentu dalam memahami hukum.
Syari’at Islam secara mendetail dan mendalam di bahas dalam ilmu fiqih. Dalam mengamalkan syari’at Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits (24 : 51, 4 : 59) menjauhi bid’ah (perkara yang diada-adakan).
b. Syari’at Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram (Q.S. Al-A’rof : 33, 156, 157) yang berisi :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- Ikuti yang wajib, jauhi yang haram, terhadap yang di diamkan jangan bertele-tele
c. Syari’at islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (Q.S. Al-Baqarah : 286), dan tidak menghendaki kemudahan (22: 78). Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja dan kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan.
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’at (8:46).
Syari’at harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan syari’at amar ma’ruf nahi mungkar.
(2) Meningkatkan Kualitas Pengamalan Syari’ati Islam
Peningkatan kualitas pengamalan syari’at Islam masih menjadi program prioritas pada tahun 2008. Hal ini sejalan dengan Qanun privinsi NAD No. 11 tahun 2002 tentang aqidah, ibadah, syiar Islam, Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang khamar, Qanun No. 13 tahun 2003 tentang Maisir dan Qanun No. 14 tahun 2003 tentang Khalwat serta visi dan misi walikota Banda Aceh untuk peningkatan pengamalan syari’at Islam di kota Banda Aceh akan dilakuykan melalui program antara lain :
a. Sosialisasi syari’at Islam (dakwah) melalui TURI, RRI, Masjid, sekolah-sekolah, pejabat pemerintah, tokoh perempuan, organisasi sosial, pengelola hotel dan restoran dan peningkatan kemampuan para ulama.
b. Pembekalan Qanun syari’at Islam bagi masyarakat, anggota tim amar ma’ruf nahi mungkar.
c. Program Pembinaan masjid, meliputi pembinaan iradah (masjid bersih dan rapi), idarah (manajemen masjid) dan imarah (kemakmuran masjid).
d. Program pengembangan pengetahuan Al-Qur’an, meliputi survey kemampuan baca Al-Qur’an, pengembangan TPQ/TPA dan menggalakkan musabaqah-musabaqah keagamaan.
Pengamalan syari’at Islam tersebut diatas dilaksanakan melalui tiga pilar, Masjid, Pesantren dan pendidikan umum guna membangun kesadaran kehidupan keagamaan yang lebih baik.
(3) Karakteristik Hukum Islam
Karakteristik hukum Islam dalam syumul (universal) dan waqiyah (kontekstual) karena dalam sejarah perkembangan (penetapan) juga sangat memperhatikan tradisi, kondisi (sosio kultural) dan tempat masyarakat sebagai objek dan sekaligus subjek hukum.
Karakteristik yang serba mencakup inilah, yang menempatkan pada posisi penting dalam pandangan umat Islam. Itulah sebabnya para orientalis dan Islamisis barat menilai bahwa : adalah mustahil memahami Islam tanpa memahami hukum Islam.
Tujuan utama syari’at Islam adalah untuk kemaslahatan umat, yang pada gilirannya syariat Islam dapat akrab, membumi dan diterima di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang plural, tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Syari’at Islam menurut bahasa berarti jalan lurus, jalan menuju air, jalan yang dilalui air terju.
2. Syari’at menurut istilah berarti hukum Islam yang di yakini kebenarannya oleh umat Islam sebagaimana mestinya.
3. Garis-garis besar syari’at Islam adalah hukum ibadat, hukum munakahat, hukum muamalat, hukum jinayat, hukum murafaat mukhashamat, hukum-hukum sulthaniyat, hukum dauliyat.
4. Memahami syaria’at Islam sebagai sebuah hukum Islam yang jika hukum Islam tersebut diterapkan, maka negara ini akan menjadi negara berbasis agama Islam.
5. Syari’at Islam ditegakkan melalui dua cara, secara mental dan secara politik.
6. Syari’at meliputi dua bagian utama : Ibadah dan muamalah
7. Sumber-sumber hukum (syari’at) Islam; Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad.
8. Syari’at Islam berasal dari Allah SWT Rasul sebagai penegas dan penjelas hukum-hukum Allah.
9. Peningkatan hukum/Syari’at Islam
a. Sosialisasi syari’at Islam
b. Pembekalan Syari’at Islam
c. Program pembinaan syari’at Islam
d. Program Pengembangan pengetahuan Al-Qur’an
DAFTAR PUSTAKA
Dy, Aceng Abdul Aziz, dkk, 2007. Pustaka Ma’arif NU, Jakarta : -