, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul PANTAISME, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdiri dan Tokoh
Kata “Panteis” pertama kali dipakai oleh John Toland, dari Irlandia. Sedangkan kata “panteisme” pertama kali dipakai oleh salah seorang lawan Tolan, Fay, pada tahun 1709 dan sejak itu istilah ini dengan cepat menjadi lazim digunakan. Sedangkan menurut Robert Flint, panteisme adalah teori yang memandang segala sesuatu yang terbatas sebagai aspek, modifikasi, atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya; yang memandang semua benda material dan semua pikiran partikular sebagai yang mesti berasal dari suatu substansi tak terhingga yang tunggal. Substansi absolut yang esa itu-wujud maha meliputi yang esa-disebutnya Tuhan. Jadi, Tuhan, menurut-nya, adalah semua yang ada; dan tidak sesuatupun yang tidak tercakup secara esensial dalam, atau yang tidak mesti berkembang keluar dari Tuhan.
Lebih lanjut Flint menjelaskan bahwa dalam panteisme substansi dipandang dengan berbagai cara yang berbeda, tapi yang penting adalah satu. Misalnya, substansi yang satu itu bisa berbentuk materi dan panteisme yang menganggap demikian adalah panteisme materialistik, yang dapat disebut monisme materialistik, yang memandang materi pada akhirnya sebgai satu kesatuan.panteisme dapat pula menggambarkan keberasalan (derivation) keanekaan fenomena-fenomena dari kesatuan subtansi. Panteisme melukiskan keberasalan itu sebagai suatu keberasalan yang mesti; bukan sebagai keberasalan dengan kehendak bebas, tetapi sebagai sebagai proses abadi. Agar menjadi penteisme, monisme dan determinisme harus dipadukan.
Seluruh alam memiliki luas atau tingkat yang sama dengan Tuhan; wujud Ilahi secara penuh terungkap dalam penagkapan-penagkapan Ilahi. Tokoh panteisme lain antara lain Henry C. Theissen, C.E. Plumptre, J. allanson Picton, W.S. Urquhart, E.R. Naughton, Peter A. Angels, Norman L. geisler dan William D. Watkins, Louis Leahy, W.C. Stace yang kesemuanya merumuskan tidak jauh berbeda dengan rumusan yang diberikan oleh Flint. Kemudian Munir Ba’albaki mengartikan istilah panteisme dengan istilah wahdat al-wujud. Bagi penulis Kamus Inggris-Arab al-Mawrid ini, definisi penteisme sama dengan definisi wahdat al-wujud. Ia menulis “Panteisme: Wahdat al-wujud : aliran yang berpendapat bahwa Allah dan alam adalah satu entitas, sedangkan alam material dan manusia tidak lain daripada lokus penampakan zat ilahiah. Definisi ini dapat, atau lebih tepat, ditafsirkan dengan pengertian bahwa Tuhan identik dan berbeda dengan alam.
Panteisme adalah doktrin yang mengidentikkan Tuhan dengan alam. Ia menghilangkan perbedaan antara Khalik dengan makhluk atau mencampuradukkan keduanya. Wujud Tuhan adalah wujud alam dan wujud alam adalah Wujud Tuhan. Panteisme menekankan secara total imanensi Tuhan dan meniadakan transendensi-Nya. Pandangan ini hanya memandang Tuhan melalui satu sistem, yaitu secara tasybih, kesetaraan, tanpa memandang melalui sisi yang kedua, sisi sebaliknya, yaitu memandang secara tanzih, ketidakdapatdibandingkan.
B. Pokok Pikirannya
Paham Panteisme meyakini bahwa realitas-realitas wujud memiliki titik kesamaan dan kesatuan sekaligus perbedaan. Dengan kata lain, realitas-realitas wujud yang berlainan itu satu. Namun perbedaan tersebut tidak meniscayakan ketersusunan sehingga tidak dapat diuraikan menjadi genus dan defrentia. Perbedaan tersebut hanyalah dalam intensitas dan gradasinya, sebagaimana lilin dan lampu neon, atau sama-sama lampu namun kualitas pencahayaannya berbeda. Singkatnya, wujud yang satu dan sederhana itu gradual dan bertingkat-tingkat. Hakikat “wujud” itu sederhana atau tunggal namun bertingkat-tingkat atau gradual, masing-masing tingkat berbeda intensitasnya.
Tipe-tipe Panteisme
Menyorot pendapat Flint, bahwa tipe-tipe panteisme atas dasar “ke-esaan absolut”sebagai satu-satunya realitas tunggal, yang disebut Tuhan. Pertama, mencari keesaan absolut dalam suatu prinsipm material, yang disebut dengan panteisme materialistik. Kedua, mencari keesaan absolut dalam kekuatan fisis dan membangun sistem dari penteisme dinamis. Ketiga, mencari keesaan absolutdi bawah kesamaan kehidupan organik, yang kemudian disebut panteisme fisis. Keempat, mencari keesaan absolut dengan memandang alam inderawi dan alam kesadaran sebagai ilusi. Kelima, mencari keesaan absolut dengan mencakup semua keanekaan. Keenam, menempatkan keesaan absolut subyek dan obyek, dari yang ideal dan real dari roh dan alam. Ketujuh, mendeskripsikan prinsip absolut sebagai suatu ego universal yang meliputi setiap ego partikular. Kedelapan, merupakan panteisme Hegel. Hegel mereduksi segala sesuatu kepada pemikiran, dan mendeduksi segala sesuatu dan pemikiran. Dari delapan tipe panteisme ini dapat digolongkan kepada tiga tipe : 1. panteisme fisis, yang meliputi tipe pertama, kedua dan ketiga. 2. panteisme metafisis, yang meliputi tipe-tipe keempat, kelima dan keenam. 3. panteisme psikis, yang meliputi tipe ketujuh, dan kedelapan.
Menurut Paul J.Glenn, ada dua bentuk fundamental panteisme: panteisme idealistik dan panteisme real. Panteisme idealistik memandang bahwa alam jasmani hanyalah suatu untaian gambaran atau ide dalam pikiran Tuhan dan karena itu tidak mempunyai wujud hakiki. Panteisme seperti ini tersembunti dalam ajaran Immanuel Kant. Sedangkan panteisme real menyatakan bahwa alam jasmaniah adalah suatu bagian aktual dari substansi Tuhan dan alam adalah manifestasi hakiki Tuhan.
Dalam pandangan W.L.Reese, ada satu tipe panteisme yang disebut panteisme akosmik, teori bahwa Tuhan yang absolut merupakan relitas keseluruhan. Alam adalah suatu penampakan dan pada hakikatnya tidak real. Teori ini adalah salah sati tipe panteisme Reese disamping ketujuh tipe lainnya. Antara lain tipe hilozoistik, imanentistik, monistik absolutistik, monistik relativistik, panteisme pertentangan-pertentangan, dan emanasionistik.
Maximilian Rast merumuskan panteisme atas dasar keidentikan Tuhan dan segala sesuatu yang empiris. Atas dasar ini, Rast membedakan panteisme (monisme) imanentistik yang sepenuhnya mengidentikkan Tuhan dengan segala sesuatu dan karena itu mirip dengan ateisme materialistik yang kasar (Oswald, Heckel, Taine); kemudian panteisme transendental, yang menemukan yang ilahi hanya dalam kedalaman segala sesuatu, khususnya dalam jiwa, sehingga mahkluk menjadi Tuhan, hanya setelah penyingkapan tabir mahkluk hidup (panteisme India dalam filsafat Wedanta, Plotinus, Scotus Erigena); dan panteisme transenden-imanen, yang memandang Tuhan memenuhi dan menampakkan diri-Nya dalam segala sesuatu (Spinoza, idealisme Jerman, Goethe, Schleirmacher, Euken). Termasuk pula disini panpsikisme, yang memandang bahwa semuanya digerakkan oleh suatu jiwa-dunia atau intelegensi-dunia.
Apabila diperhatikan pengertian monisme ini, sulit membedakan antara panteisme dan monisme. Kedua-duanya mengakui kesatuan realitas. Glenn mengatakan bahwa monisme materialistik adalah selalu panteisme. Sebenarnya semua tipe monisme materialistik adalah panteistik secara sempurna. Berbeda dengan pendapat P.J. Zoetmulder bahwa panteisme adalah salah satu bentuk dari monisme yang dalam menetapkan kesatuan segala sesuatu berpangkal pada tuhan dan mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan. Jadi monisme mempunyai pengertian lebih luas daripada panteisme: setiap panteisme adalah monisme, tetapi tidak semua: setiap panteisme adalah monisme, tetapi tidak semua monisme adalah panteisme. Pendapat ini sangat berbeda dengan pernyataan Glenn di atas.
Polemik Pemakaian Istilah Panteisme
Pandangan Barat Tradisional mengatakan bahwa ibn al-‘Arabi mewakili panteisme atau monisme Islam, yang telah menghancurkan ide Islam tentang Tuhan sebagai suatu kekuatan yang hidup dan aktif dan karena itu ia bertanggung jawab sebagian besar atas rusaknya kehidupan relifius Islam yang benar. Dalam hal ini adalah Annemarie Schmimmel, mangatakan bahwa pandangan Barat Tradisional itu, mendukung menggunakan istilah seperti panteisme, atau monisme dalam konsep wahdat al- wujud selama masih mempertahankan transendensi Tuhan. Tokoh-tokoh Barat yang mengatakan konsep wahdat al-wujud ibn al-‘Arabi merupakan panteisme atau monnisme adalah Reynold A. Nicholson, Edward J.Jurji, Gerhard Endress, A.E. Afifi, S.A.Q. Husaini. Ada juga pendukung dari Hamka dan Yunasril Ali yang berpendapat bahwa wahdat al-wujud adalah panteisme Pendapat yang menganggap bahwa wahdat al-wujud dan panteisme sama-sama menekankan imanensi Tuhan secara total dan mengingkari transendensi-Nya adalah salah. Karena pengetian wahdat al-wujud ibn al-‘Arabi adalah menekankan kedua aspek imanensi dan transendensi.
Perbedaan Wahdat al-Wujud dan Panteisme
Dalam pembahasan diatas terlihat ada perbedaan antara wahdat al-wujud Ibn al-Arabi dengan Panteisme. Perbedaan itu dilihat dengan melakukan pemetaan dahulu terhadap konsep Wahdat al-wujud dengan panteisme.
Untuk wahdat al-wujud terdapat unsur tasybih dan tanzih. Unsur tanzihlah yang membedakan antara Tuhan dengan alam. tanzih (berasal dari kata kerja nazzaha, yang secara harfiah berarti “menjauhkan atau membersihkan sesuatu dari sesuatu yang mengotori, sesuatu yang yang tidak murni”), Dalam ilmu kalam (teologi Islam), penekanan pemahaman bahwa Tuhan berbeda secara mutlak dengan alam dan dengan demikian tidak dapat diketahui melahirkan konsep tanzih, sedangkan penekanan pemahaman bahwa Tuhan, meskipun hanya pada tingkat tertentu, mempunyai kemiripan atau keserupaan dengan manusia dan alam melahirkan konsep tasybih, tanzih (berasal dari kata kerja nazzaha, yang secara harfiah berarti “menjauhkan atau membersihkan sesuatu dari sesuatu yang mengotori, sesuatu yang yang tidak murni”)
Segi pertama disebut Tanzih (Tuhan melebihi sifat atau kualitas apapun yang dimiliki oleh mahkluk-Nya) dan segi kedua disebut dengan Tasybih (bahwa keserupaan tertentu bisa ditemukan antara Tuhan dan mahkluk). Dalam uraian tentang Panteisme, ada unsur imanensi dan transendensi. Unsur transendensilah yang membedakan antara panteisme dengan wahdat al-wujud. Karena panteisme hanya meyakini unsur imanensi, yaitu penyatuan antara Tuhan dengan alam, tanpa unsur imanensi yang dalam wahdat al-wujud Ibn al-Arabi adalah sebagai tanzih yang membedakan antara Tuhan dan alam.
Para penganut Panteisme yang meyakini unitas hakikat, terbagi tiga aliran yang berbeda pendapat tentang wahdah al-wujud; Bahwa hakikat-hakikat wujud ini mempunyai kesekutuan dan kesatuan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, wujud hanyalah sebuah hakikat. Namun dalam kesatuan tersebut, terdapat keragaman. Teori ini mengacu pada pendapat Mulla Sadra tentang pembagian wujud kepada mandiri (mustaqil) dan bergantung (rabith). Pendapat ini dikenal dengan teori “al-wahdah fi ain al-katsrah”. Bahwa hakikat wujud sejati dan “realitas” (wujud objektif, entitas, maujud) hanya terbatas pada Allah. Sedangkan eksistensi entitas-entitas lain bersifat metaforis. Teori ini dikenal dengan “Wahdah al-wujud wa al-maujud”. Bahwa, “wujud sejati” hanya ada pada dzat Allah, sedangkan “maujud sejati” mencakup makhluk-makhluk.
Wahdah al-Wujud
Doktrim wahdah al-wujud menekankan tidak hanya imanensi Tuhan, tetapi juga transendensi-Nya. Dilihat dari sisi tasybih, keserupaan, Tuhan adalah identik, atau lebih tepatnya serupa dan satu (dengan alam)—walaupun keduanya tidak setara—karena Dia, melalui nama-nama-Nya, menampakkan diri-Nya dalam alam. Akan tetapi, dilihat dari sisi tanzih, ketidakdapatdibandingkan, Tuhan sama sekali berbeda (dengan alam) karena Dia adalah Zat Mutlak yang tidak terbatas di luar alam nisbi yang terbatas. Dalam pandangan ini, Tuhan adalah imanen dan sekaligus transenden.
Kesatuan tanzih dan tasybih adalah prinsip coindentia oppositorumyang secara paralel terwujud pula dalam kesatuan ontologis antara Yang Tersembunyi, al-bathin dan Yang Tampak, al-zahir, antara Yang Satu, al-wahid dan yang banyak, al-katsir. Dilihat dari segi zat-Nya, Tuhan adalah transenden, munazzah, tidak dapat dibandingkan (dengan alam), Yang Tersembunyi dan Yang Satu. Dilihat dari segi nama-nama-Nya, Tuhan adalah imanen, musyabbah, serupa (dengan alam), Yang Tampak dan Yang Banyak. Tuhan sebagai satu-satunya Wujud Hakiki, Zat Mutlak yang munazzah, Yang Tersembunyi dan Yang Satu, menampakkan diri-Nya melalui nama-nama-Nya dalam banyak bentuk yang tidak terbatas dengan alam.
Polemik
Konsep Panteisme muncul pertama kali dari kalangan sarjana Barat modern akibat penafsiran yang keliru dari konsep wahdah al-wujud yang diusung oleh Ibnu Arabi. Pemakaian istilah tersebut banyak ditentang oleh kalangan sarjana kontemporer, baik Muslim maupun nonMuslim (Sayyed Hossein Nasr, Titus, Burckhardt, Henri Corbin, Toshihiko Izutzu, dan William C. Chittick), meskipun ada sebagian yang mengamininya (Ibn Taymiyyah, al-Biqa’i, dan abd al-Rahman al-Wakil).
Alasan penolakan terhadap konsep Panteisme dikarenakan konsep ini mencoba untuk menghilangkan perbedaan antara Khalik dan mahluk, atau mencampuradukkannya, sedangkan yang ingin ditekan dalam doktrin wahdah al-wujud adalah betapa dekatnya Tuhan dengan mahluk-Nya tanpa menghilangkan perbedaan antara keduanya. Dengan kata lain, wahdah al-wujudsangat menekankan imanensi Tuhan tanpa mengurangi transendensi-Nya. Istilah dari Barat tersebut tidak bisa dipakai untuk mendeskripsikan dengan tepat doktrin wahdah al-wujud.
Tuhan berbeda dengan alam, sekalipun alam adalah penampakan diri Tuhan dan mustahil berada “di luar” Tuhan. Hal ini sangat berbeda dengan Panteisme yang menghilangkan perbedaan antara Tuhan dan alam, sedangkan wahdah al-wujud mengakui perbedaan antara keduanya; panteisme tidak memberikan tempat kepada transendensi Tuhan, sedangkan wahdah al-wujud tetap mempertahankannya.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Kata “Panteis” pertama kali dipakai oleh John Toland, dari Irlandia. Sedangkan kata “panteisme” pertama kali dipakai oleh salah seorang lawan Tolan, Fay, pada tahun 1709 dan sejak itu istilah ini dengan cepat menjadi lazim digunakan. Sedangkan menurut Robert Flint, panteisme adalah teori yang memandang segala sesuatu yang terbatas sebagai aspek, modifikasi, atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya; yang memandang semua benda material dan semua pikiran partikular sebagai yang mesti berasal dari suatu substansi tak terhingga yang tunggal. Substansi absolut yang esa itu-wujud maha meliputi yang esa-disebutnya Tuhan. Jadi, Tuhan, menurut-nya, adalah semua yang ada; dan tidak sesuatupun yang tidak tercakup secara esensial dalam, atau yang tidak mesti berkembang keluar dari Tuhan.
Panteisme adalah doktrin yang mengidentikkan Tuhan dengan alam. Ia menghilangkan perbedaan antara Khalik dengan makhluk atau mencampuradukkan keduanya. Wujud Tuhan adalah wujud alam dan wujud alam adalah Wujud Tuhan
Paham Panteisme meyakini bahwa realitas-realitas wujud memiliki titik kesamaan dan kesatuan sekaligus perbedaan. Dengan kata lain, realitas-realitas wujud yang berlainan itu satu. Namun perbedaan tersebut tidak meniscayakan ketersusunan sehingga tidak dapat diuraikan menjadi genus dan defrentia.
DAFTAR PUSTAKA
William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge Pengetahuan Spiritual, terj. Achmad Niddjam, M. Sadat Ismail, dan Ruslani, Qalam : Yogyakarta , 2001.
Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi wahdat al-wujud dalam Perdebatan, Paramadina, Jakarta :, 1995.
Tim Lintas Media, Kamus al-Akbar, Indonesia-Arab, Arab-Indonesia, Lintas Media : Jombang :, 2003.