, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Perkembangan Afektif, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sebagai seorang mahasiswa semester empat jurusan Tadris Matematika diwajibkan mengikuti mata kuliah Pembelajaran Peserta Didik. Karena ilmu Pembelajaran Peserta Didik sangat bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun yang akan datang.
Ilmu dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti membaca, mendengar, serta memahami. Tetapi dari metode tersebut dasarnya tidak cukup jika kita hanya mendengar, membaca, serta memahami.
Melakukan presentasi dan membuat laporan merupakan cara yang lebih cepat bagi mahasiswa untuk memahami atau mengkaji lebih jauh dari apa yang kita dengar dan baca.
b. Tujuan Pembuatan Makalah
· Memenuhi tugas yang diberikan
· Ingin mengetahui dan memahami tentang Perkembangan Afektif
c. Sasaran
- Dosen/guru
- Calon Dosen/Guru
- Mahasiswa/siswa
- Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Afektif
Afektif menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan.
Seseorang individu dalam merespon sesuatu diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan tetapi pada saat tertentu dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya.
Perbuatan atau perilaku yang disertai perasaan tertentu disebut warna afektif yang kadang-kadang kuat, lemah atau tidak jelas. Pengaruh dari warna afektif tersebut akan berakibat perasaan menjadi lebih mendalam. Perasaan ini di sebut emosi (Sarlito, 1982:59).
a. Perkembangan Emosi
Perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan pleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
o Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.
II. Karakteristik Perkembngan Emosi
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada macam dan deajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
a. Cinta / kasih sayang
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan.
b. Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta.
c. Kemarahan dan permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
d. Ketakutan dan kecemasan
Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.
Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 :
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
- Banyak murung dan tidak dapat diterka
- Bertingkah laku kasar
- Ledakan kemarahan
- Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri
- Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun :
1) Pemberontakan
2) Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3) Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
III.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 960 : 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :
1) Belajar dengan cara coba-coba
Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya.
2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4) Belajar melalui pengkondisian
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.
5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasa, terbatas pada aspek reaksi
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
6) Hubunga Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Seseorang yang tidak mudah terganggu emosinya cenderung mempunyai pencernaan yang baik. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Sikap malu-malu, takut atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau frustasi dan dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu atau situasi tertentu. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan rangsangan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
7) Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
Dalam perkembangan emosi terdapat dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini terlihat mulai sebelum masa bayi berakhir. Ekspresi emosional anak-anak, berbeda-beda disebabkan oleh keadaan fisik anak, taraf intelektual dan kondisi lingkungan.
8) Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Emosi remaja awal cenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat dilkukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk mengerti mereka dan melakukan sagala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.
IV.Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Sikap serta Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal.
Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :
- Prakonvensional
- Konvensional
- Post-konvensional
Tingkat I ; Prakonvensional
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman
Pada stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Mereka bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.
Tingkat II : Konvensional
Stadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
Tingkat III : Pasca - Konvensional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial, hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.
Stadium 6. Tahap ini disebut prinsip universal, pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting, yang sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai.
Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.
4. Perbedaan individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Penngertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pengertian mengenal aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional.
Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sabagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.
5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dalam masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Menciptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok.
b. Mencitakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Usaha pengembangan tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri, merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai tersebut. Lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru. Bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengaja, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.
BAB II
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
1. Perkembangan emosi anak tergantung pada factor kematangan dan faktor belajar ( Hurlock, 1996:266 )
2. Kematangan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
3. Perkembngan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang belum dimengerti, memerhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama dan berkurangnya peran kelnjar drenalin yang sebelumnya sangat berperan sebelum umur 5 tahun.
4. Kegiatan belajar yang menunjang perkembanagn emosi anak antara lain adalah :
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
b. Belajar dengan cara mempersamakan diri
c. Belajar melalui pengkondisian
d. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi