, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pelaksanaan dan Penyusunan tes hasil belajar, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri Tes Hasil Belajar Yang Baik
Setidak-tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu: (1) valid (shahih = صØÙŠØ ); (2) reliabel (tsabit = ثابت ); (3) obyektif (maudu'iy = موضوعى ) dan (4) praktis ('amaliy = عملى ).
Ciri pertama dari Tes Hasil Belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat valid atau memiliki validitas.
Ciri kedua dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut telah memiliki reliabilitas atau bersifat reliabel.
Guna mengetahui, apakah sebuah tes hasil belajar telah memiliki reliabilitas yang tinggi ataukah rendah, dapat digunakan tiga jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan single test atau single trial, (2) pendekatan test retest, dan (3) pendekatan alternate forms.
Ciri ketiga dari tes hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat obyektif.
Ciri keempat dari tes hasil belajar yang baik ialah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat praktis (practicability) dan ekonomis.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar.
Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
Kedua, butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
Keempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
Keenam, tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
C. Bentuk-Bentuk Tes Hasil Belajar Dan Teknik Penyusunannya
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian), dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
1) Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
- Pengertian Tes Uraian
Tes uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif (subjective test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini.
Pertama, tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
Kedua, bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
Ketiga, jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
Keempat, pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-kata: "Jelaskan......", "Terangkan......", "Uraikan ......",
"Mengapa ......", "Bagaimana ......" atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
- Penggolongan Tes Uraian
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes uraian bentuk bebas atau terbuka dan tes uraian bentuk terbatas.
Pada tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan kepada testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
Adapun pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
- Ketepatan Penggunaan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat dipergunakan apabila jumlah testee terbatas.
- Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian, disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan.
Di antara keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian adalah, bahwa:
- Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
- Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi di kalangan testee.
- Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut.
- Dengan menggunakan tes uraian, testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya sendiri.
Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang oleh tes subyektif antara lain adalah, bahwa:
- Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada tes¬tee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
- Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
- Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif.
- Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang lain.
- Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.
- Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Urai¬an
Bertitik tolak dari keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh tes hasil belajar bentuk uraian seperti telah dikemukakan di atas, maka beberapa petunjuk operasional berikut ini akan dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes uraian.
Pertama, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
Kedua, untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau bertanya kepa¬da testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang diminta untuk mempelajarinya.
Ketiga, sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Keempat, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
Kelima, kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas.
Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
2) Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif (Objective Test)
- Pengertian Tes Obyektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai (uraian)
- Kebaikan-kebaikannya
v Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
v Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
v Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.
v Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mem-pengaruhi.
- Kelemahan-kelemahannya
v Persiapan untuk menyununnyajauh lebih sulit daripada tes esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
v Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
v Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
v "Kerja sama" antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
- Macam-Macam Tes Objektif
1) Tes benar-salah (true-false)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah.
a) Kebaikan tes benar-salah
- Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena biasanya pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.
- Mudah menyusunnya.
- Dapat digunakan berkali-kali.
- Dapat dilihat secara cepat dan objektif.
- Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti.
b) Keburukannya
- Sering membingungkan.
- Mudah ditebak/diduga.
- Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar atau salah.
- Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali.
c) Petunjuk penyusunan
- Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
- Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: B-S-B. S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
- Hindari item yang masih bisa diperdebatkan:
Contoh: B-S. Kekayaan lebih penting daripada kepandaian.
- Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
- Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan mem¬beri saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
2) Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).
a) Penggunaan tes pilihan ganda
Tes bentuk pilihan ganda (PG) ini merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak digunakan karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.
b) Petunjuk penyusunan
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Tercoba (testee) diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawaban. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak
c) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda
- Instruksi pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang perlu baik disertai contoh mengerjakannya.
- Dalam multiple choice test hanya ada "satu" jawaban yang benar. Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian mana pun yang dapat dipilih.
- Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
- Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam kalimat pokoknya.
- Kalimat pokok dalam setiap butir soal, hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal lain.
- Gunakan kata-kata: "manakah jawaban paling baik", "pilihlah satu yang pasti lebih baik dari yang lain", bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
- Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
- Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
- Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat kompleks.
- Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan, urutkanlah (misalnya: urutan tahun, urutan alfabet, dan sebagainya).
- Susunlah agar jawaban mana pun mempunyai kesesuaian tata bahasa dengan kalimat pokoknya.
- Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam panjangnya, sifat uraiannya maupun taraf teknis.
- Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogen mengenai isinya dan bentuknya.
- Buatlah jumlah alternatif pilihan ganda sebanyak empat. Bilamana terdapat kesukaran, buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan tam¬bahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isi.
- Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di alternatif-alternatifnya.
- Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran.
- Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpang-suh, jangan inklusif, dan jangan sinonim.
- Jangan gunakan kata-kata indikator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
3) Menjodohkan (matching test)
a) Pengertian
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.
b) Petunjuk penyusunan
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
- Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item).
- Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (lebih kurang 1 1/2 kali).
- Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
4) Tes isian (completion test)
a) Pengertian
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
b) Petunjuk penyusunan
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
- Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
- Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/ catatan.
- Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
- Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
- Jangan mulai dengan tempat kosong.
D. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
1. Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana dikemuka¬kan berikut ini.
Pertama, agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.
Kedua, ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
Ketiga, ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
Keempat, jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis, maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alat tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainnya.
Kelima, agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletak¬kan secara terbalik.
Keenam, dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar.
Ketujuh, sebelum berlangsungnya tes, hendaknya su¬dah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang.
Kedelapan, sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
Kesembilan, jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
Kesepuluh, untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.
2. Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.
Pertama, sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut.
Kedua, setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Ketiga, jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai dites.
Keempat, tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
Kelima, dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar" atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada testee yang ada dihadapinya itu.
Keenam, tes lisan harus berlangsung secara wajar.
Ketujuh, sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti.
Kedelapan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi.
Kesembilan, sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
3. Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psiko-motorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.
Pertama, tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
Kedua, agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
Ketiga, dalam mengamati testee yang sedang melaksa¬nakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah diten¬tukan hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar.
Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
Kedua, butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
Keempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
Keenam, tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005
Sudjiono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007