, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makalah antisipasi wahabi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah peristiwa yang tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran atau berbeda dalam pemahaman keagamaan akan terjadi di belahan muka bumi ini baik di afrika, timur tengah maupun di asia khususnya di Indonesia. Akan tetapi perlu di perhatikan bahwa tujuan dari agama Islam di ciptakan atau di buat oleh Allah SWT di muka bumi ini tujuannya hanyalah satu yakni sebagai “Rahmatan Lil Alamain” .
Dari hal tersebut dapat di maknai bahwa kita sebagai umat manusia yang memeluk agama islam tentunya akan memiliki pemahaman yang baik dan memberikan kemanfatan ketika kita sebagai umat mempelajari dan mengkaji ilmu keagamaan secara sempurna. Akan terciptalah rahmatan lilalamain minimal akan menjadi rahmat di sekitar lingkungan kita berdomisisli. Akan tetapi ketika kita memehamai kitab agama dengan separuh-paruh atau setengah-tengah maka yang terjadi sebaliknya bukannya rahmat yang terjadi akan tetapi ketakutan dan ketidak tenangan masyarakat yang tinggal di lingkungan kita karena dalam memahami agama kita radikal tanpa memeprhatikan nilai-nilai budaya yang ada di sekitar kita.
Dengan demikian Kami akan membahas tentang aliran yang di sinyalir sebagai aliran yang keras sehingga tidak tercapai kemaslahatan dalam penyebarannya. Dan meresahkan masyarakaat karena tanpa memperhatikan nilai-nilai budaya yang ada terkhusus di Indonesia. Alairan tersebut di sebut dengan sebutan “Wahabi” adapun pembahasan tentang Wahabi akan di bahas pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akibat Timbulnya
Aliran Wahabi atau Wahhabiyah adalah sebuah aliran pemikiran Islam yang muncul di sekitar jazirah Arab pada abad 12 H. Aliran ini muncul sebagai reaksi atas maraknya penyimpangan aqidah dan bid’ah di tengah-tengah masyarakat muslim saat itu, seperti kultus individu dan pengkeramatan tempat-tempat bersejarah atau kuburan-kuburan. Nama aliran ini dinisbatkan kepada nama pendirinya, yakni Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Masyrafi At-Tamimi an-Najdi yang hidup antara tahun 1115-1206 H atau tahun 1703-1791 M .
1. Aliran ini juga sering disebut dengan aliran salafi atau salafiyah, yakni aliran yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran kaum salaf
2. khususnya Imam Hambali (3H) dan pengikut mazhabnya seperti Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah (7 H) dan Muhammad Ibnul-Qayyim al-Jauziyah (8H)
3. Meski bersandar pada aliran pemikiran salafiyah
4. Adapun inti dakwah Wahhabiyyah adalah menyerukan agar akidah Islam dikembalikan kepada asalnya yang murni dengan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.
5. Inti dakwah Wahhabiyah ini disebut impian Wahhabi, yakni pemurnian kembali dunia Islam
B. Antisipasi dan alternatif
- Mendo’a dengan tawasul syirik
Ulama-ulama wahabi selalu menfatwakan bahwa berdo’ adengan tawasul adalah syirik atau haram. Hal ini tidak heran kerena paham wahabi itu adalah paham yang fanatik dari fatwa-fatwa ibnu taimiyah.
Pendirian kaum Ahlusunah wal jamaah dalam persoalan ini di benarkan dalam pasal yang terdahulu yang membicarakan fatwa-fatwa ibnu taimiyah
- Istighosah syirik
Tersebut dalam karanganulama wahabi berjudul at-hidayah saniyah wat tuhfatul wahbiyah yang artinya :
Barangsiapa ang menjadikan malaikat, nabi-nabi ibnu abbas, ibnu abi ahalib atau mahjub perantara antara mereka dengan Allah, karena mereka dekat kepada Allah, sepeti yang banyak di pebuat orang dihadapan raja-raja, maka orang itu kafir, musyrik, halal darahnya dan hartanya walaupun ia mengucapkan dua kalimat syahadat, walaupun ia sembahyang, puasa dan mendakwahkan dirinya muslim.” Terang menurut buku wahabi ini hanya kaum wahabi mengkafirkan sekalian orang Islam yang sudah membaca syahadat kalau orang islam itu menjadikan Malaikat, Nabi-nabi, Ibnu Abas, Ibnu Abi Thalib, atau Mahjub menjadi perantara mereka dengan Allah, arti menjadi perantara yang dilarang itu menurut paham wahabi ialah ber-istighosh dengan mereka.
Syirik menurut Kaum wahabi karena terdapat beberapa unsur kemusyrikan, yaitu :
a. Memangagil dan menghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati, sedang orang itu sudah menjadi bangkai.
b. Meminta tolong ini sebagai prantara antara ia dengan Allah, pada mahluk sedang yang boleh dijadikan tempat memohon pertolongan itu hanyalah Allah saja.
c. Menjadika nabi untuk perantara antara ia dengan Allah pada hal setiap orang islam boleh mendo’a langsung saja kepada tuhan sedangkan tuhan itu dekat kepada sekalian hambanya.
Kaum ahlusunah wal jama’ah yang beritiqad nabi Muhammad saw, yang di kepalai oleh imam abu hasan al-asy’ari tidak sepaham dengan wahabi dalam soal ini. Kaum ahlusunah wal jama’ah berpendapat :
- Memanggil dan mengdapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati boleh saja, tidak terlarang dan bahkan di kerjakan oleh nabi dan shabat juga oleh ulama islam di seluruh dunia.
- Nabi Muhammad saw walaupun sudah wafat, tetapi beliau hidup dalam kubur dan mendengarkan sekalian salam orang dan sekalian permintaan orang sebagai keadaannya sewaktu beliau hidup di dunia.
- Meminta tolong kepada makhluk selain Allah kepada nabi dan kepada manusia boleh saja, tidak terlarang dalam agama.
C. Perkembangan Wahabiyah
Pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya yang keras terhadap pendapat/madzhab lain semakin menajam dan membuatnya diusir dari negerinya. Pada tahun 1740 ia meminta perlindungan kepada Muhammad bin Sa’ud, pemimpin Bani Anzah yang mendapat kepemimpinan dari Syaikh Uyainah dan tinggal di ad-Di’riyyah. Muhammad bin Abdul Wahhab mendapat sambutan hangat di Di’riyyah, dan menyebarluaskan pahamnya kepada penduduk wilayah tersebut termasuk kepada keluarga Sa’ud. Pada tahun 1747, Amir Muhammad (Sa’ud) menyatakan persetujuan, penerimaan dan dukungan terhadap pendapat dan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan aliansi ini, gerakan Wahhabi didirikan dan muncul dengan bentuk dakwah dan pemerintahan. Muhammad bin Abdul Wahhab mulai mendakwahkan dan mengajarkan hukum-hukumnya. Sementara itu, Muhammad bin Sa’ud menerapkan hukum-hukum tersebut terhadap orang-orang yang berada di bawah perintahnya .
Gerakan wahhabi mulai menyebarluaskan pengaruhnya ke daerah-daerah dan kabilah-kabilah lain dalam dua aspek, yakni dakwah dan pemerintahan. Imarah Muhammad bin Saud mulai bertambah luas, bahkan hingga daerah asal Muhammad bin Abdul Wahhab yang sebelumnya pernah mengusirnya. Semua terjadi nyaris tanpa perlawanan berarti. Menurut Kusairi , gabungan antara keduanya memang telah menjadi sebuah gerakan reformasi militan yang kelak berhasil menundukkan sebagian besar wilayah Arabia. Suku-suku Arabia ditaklukkan dan disatukan atas nama egalitarianisme Islam dan para ksatria-dai Wahhabi menyebut diri mereka sebagai al-Ikhwan (persaudaraan).
Pada perkembangan selanjutnya, gerakan Wahhabi dan perluasan imarah Muhammad bin Saud sempat mengalami stagnasi, sekalipun imarah dilanjutkan oleh anaknya, yakni Abdul Aziz (Ibn Sa’ud) sejak Muhammad bin Sa’ud meninggal pada tahun 1765. Baru pada tahun 1788, gerakan Wahhabi mulai muncul lagi dengan metode baru dalam menyebarluaskan madzhabnya hingga makin dikenal tidak hanya di jazirah arab, tapi dikenal luas hingga ke seluruh wilayah Negara Islam (Khilafah Islamiyah) dan Negara-negara lain. Gerakan ini mulai menimbulkan kegoncangan dan kekhawatiran di wilayah-wilayah sekitarnya, bakan kekhawatiran dan kegoncangan di seluruh wilayah Negara Islam karena dianggap mengancam keutuhan wilayah Daulah Khilafah Islam yang saat itu berpusat di Turki. Terlebih, pada tahun 1787, Abdul Aziz mendirikan satu Dewan Imarah dan menetapkan system kepemimpinan turun-temurun dengan legitimasi pimpinan Wahhabi yang lepas dari struktur pemerintahan Daulah Utsmani.
Demikian pula dengan kepemimpinan gerakan Wahhabi ditentukan hanya untuk keturunan keluarga Muhammad bin Abdul Wahhab. Kedua kepemimpinan ini kemudian melanjutkan aktivitasnya untuk memperluas wilayah penaklukan melalui gerakan bersenjata. Satu demi satu wilayah Negara Islam dikuasai. Kuwait berhasil diduduki tahun 1788, dan seterusnya hingga kepemimpinan terus bergulir kepada keturunan mereka. Demikianlah pada masa-masa selanjutnya amir-amir Saudi (Dinasti Sa’ud) menganut madzhab Wahhabi sebagai alat politik untuk menyerang Daulah Utsmaniyah (Negara Khilafah) dan mendirikan Negara dalam negara, sekaligus memprovokasi perang madzhab di antara kaum muslimin dalam wilayah Daulah Khilafah .
BAB III
KESIMPULAN
manhaj dakwah Wahhabi atau Salafi yang dianggap radikal, ada beberapa hal yang bisa dipandang sebagai kontribusi positif gerakan ini terhadap perkembangan aliran pemikiran di dalam Islam, di antaranya
1. Aliran dakwah ini dianggap sebagai pelopor gerakan pemikiran yang anti sikap jumud dan taklid dalam beragama dengan cara menyerukan dibukanya kembali pintu ijtihad yang sejak lama tertutup.
2. Berperan besar dalam mengembangkan dan menggerakan semangat kritik dan koreksi ilmiah terhadap berbagai penyimpangan pemahaman dan pengamalan agama di kalangan umat Islam.
3. Berpengaruh besar terhadap bangkitnya gerakan ishlah di dunia Islam, termasuk yang menginspirasi perjuangan anti kolonialisme di dunia Islam.
4. Beberapa ulama Salafi Kontemporer diantaranya As-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali (Ahli Hadits dari Makkah), dikenal sebagai ulama yan membangkitkan kembali penerapan ilmu Jarh wat Ta’dil, yakni ilmu kritik dan oto kritik serta ilmu untuk menilai ulama terpercaya dalam kedudukannya sebagai narasumber ilmu-ilmu keislaman terhadap segenap tokoh yang mengajarkan ilmu agama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin,KH.I’tiqad Ahlu Sunah Wa Jamaah, 2006. Pustaka Tarbiyah, Jakarta