, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hal-hal yang mempengaruhi kondisi psikhis dan wawasan terkait dengan gejala kejiwaan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Kognisi (Gejala Pengenalan)
1. Intelegensi
Perkataan intelegensi berasal dari kata intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut Stern, intelegensi ialah daya menyasuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Di sini terlihat bahwa Stren menitikberatkan pada soal penyesuaian diri (adjustment) terhadap masalah yang dihadapi).
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Terman berusaha menjelaskan ability yang bertujuan dengan hal-hal yang abstrak. Seseorang dapat dikategorikan sebagai orang yang cerdas, bila mempunyai kemampuan berpikir abstrak secara benar dan atau tepat.
Mengenai factor-faktor apa yang dapat ditemukan dalam inteligensi, sampai saat ini belum ada kesamaan pendapat secara utuh dan bulat. Seperti yang disampaikan oleh Thorndike dengan teori multifactor yang menjelaskan bahwa inteligensi itu tersusun atas beberapa factor yang terdiri atas elemen-elemen, dan tiap-tiap elemen terdiri atas atom, tiap-tiap atom merupakan hubungan stimulus-respons.
Menurut spearman General ability atau General Faktor terdapat pada semua individu, namun berbeda satu dengan yang lain. Dimana factor G selalu didapati dalam semua Performance atau penampilan, sedangkan factor S merupakan factor yang bersifat khusus yaitu mengenai bidang tertentu. Berarti jumlah factor S itu banyak misalnya ada S1, S2, S3 dan seterusnya.
Menurut Piaget, inteligensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus. Menurut Super dan Cites, inteligensi ialah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau bealjar dari pengalaman. Menurut Garrett, inteligensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah yang memerlukan pengertian, serta menggunakan symbol-simbol.
Manusia dalam menghadapi kehidupannya senantiasa menghadapi berbagi masalah dan tantangan yang amat besar dan rumit yang tidak seluruhnya mudah untuk dipecahkan. Fungsi kognitif manusia menghadapi objek dalam bentuk representative yang menghadirkan objek tersebut dalam kesadaran, hal tersebut tampak jelas pada aktivitas berpikir.
Saasaran umum belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sistematisasi alur pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar dalam diri yang biasa disebut proses control. Jalur belajar kegiatan kognitif dapat diuraikan sebagai berikut:
- Fase motivasi: anak khusus memperhatikan unsure yang relevan, sehingga melibatkan diri.
- Fase konsentrasi: anak khusus memperhatikan unsure yang relevan, sehingga terbentuk pola perceptual tertentu.
- Fase mengolah: anak menahan informasi dan mengolah informasi untuk diambil maknanya
- Fase menyimpan: anak menyimpan informasi yang telah diolah ke dalam ingatan.
- Fase menggali 1: anak menggali informasi yang tersimpan dalam ingatan yang tersimpan dalam ingatan mereka dan memasukkan kembali ke dalam working memory. Informasi ini telah dikaitkan dengan informasi baru.
- Fase menggali 2: anak menggali informasi yang tersimpan dalam ingatan mereka dan mempersiapkan sebagai masukan bagi fase prestasi.
- Fase prestasi: informasi yang telah disimpan digali kembali untuk memberikan prestasi mereka.
- Fase umpan balik: anak mendapat konfirmasi sejauh prestasinya.
2. Perkembangan Intelegensi
Bidang genetika dan perilaku mengombinasikan metode genetika dan psikologi untuk mempelajari karakteristik perilaku tuntutan. Para ahli genetika perilaku tertarik mempelajari derajat karakteristik psikologi-kemampuan mental, temperamen, stabilitas emosional, dan sebagainya yang ditransmisikan dari orang tua kepada anak.
Perkembangan pralahir dimulai dari periode ovum, kemudian periode embrio dan periode janin yang biasanya seluruhnya ditempuh dalam waktu 9 bulan kalender atau 10 bulan lunar/ 280 hari (28 hari sklus menstruasi wanita). Menurut teori Otto Rank, kejutan kelahiran menimbulkan kecemasan sebagai pengaruh yang mengganggu sepanjang hidup. Karena kelahiran merupakan bahaya pertama yang dialami anak, ia menjadi model bagi semua kecemasan selanjutnya. Masa bayi merupakan waktu penyesuaian yang radikal dan sulit, yang dibuktikan dengan adanya penurunan berat badan, ketidakteraturan perilaku bahkan kesakitan atau kematian.
Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri. Dalam menghadapi suatu problem orang dapat menggunakan berbagai starategi yang termasuk pengetahuan procedural. Strategi ada yang dapat dipakai secara luas, tetapi ada yang terbatas.
Sasaran belajar adalah pengaturan kegiatan kognitif dalam sistematika arus pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar diri sendiri (control process).
Adapun fase-fase jalur belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sebagai berikut:
1. Fase motivasi: untuk mendapat motivasi siswa harus memeras otaknya sendiri.
2. Fase konsentrasi: anak harus mengamati dengan cermat, jika penyelesaian masalah memerlukan pengamatan
3. Fase pengolahan: anak harus menggali dari ingatannya terdapat siasat yang pernak digunakan untuk mengatasi hal serupa, yang cocok untuk suatu problem.
Perkembangan inteligensi anak menurut Piaget mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan function. Jadi, inteligensi anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten inteligensinya berubah atau berkembang. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau lingkungan, transmisi social, dan equilibirium atau self regulation. Selanjutnya Piaget membagi tingkat perkembangan sebagai tahap: 1) sensori motor; 2) berpikir praoperasional, 3) berpikir operasional konkret dan 4) berpikir operasional formal.
a. Tahap sensorik-motorik
Selama tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku reflektif, dengan melibatkan perilaku yang inteligen. Dengan demikian, kematangan seseorang terjadi dari interaksi social dengan lingkungan (asimilasi dan akomodasi). Perilaku sensorik-motorik menjadi tambah berbeda, sehingga konstruksi dan perilaku progresif termasuk dalam kategori perilaku intensional. Bayi berkembang means-end, perilaku pemecahan masalah.
b. Tahap berpikir praoperasional
Selama tahap praoperasional (2-7 tahun), perilaku intelektual bergerak dari tingkat sensorik-motorik menuju ke tingkat konseptual. Pada tahap ini terjadi perkembangan yang cepat dari keterampilan representasional termasuk di dalamnya kemampuan berbahasa, yang menyertai perkembangan konseptual secara cepat dari proses ini. Perkembangan bahasa lisan tidak berguna untuk mengembangkan proses berpikir. Pikiran yang dimiliki anak masih egosentris, dan belum mampu mengembangkan untuk hal lain. Mereka yakin bahwa apa yang mereka pikirkan adalah benar.
c. Tahap berpikir operasional konkret
Tahap opersional konkret anak (7-11 tahun) berkembang dengan menggunakan berpikir logis. Anak-anak dapat memecahkan masalah konservasi dan masalah yang konkret. Dua reversibilitas, inverse dan reciprocity, digunakan secara independent dalam berpikir. Selama tahun tersebut, operasi secara logis dan klasifikasi berkembang. Anak-anak dapat berpikir secara logis, tetapi belum mampu menerapkan secara logis masalah hipotetik dan abstrak. Perkembangan afektif utama selama tahap operasional konkret adalah konservasi perasaan.
d. Tahap berpikir operasional formal
Selama tahap operasi formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang secara kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara konkret untuk semua masalah yang dihadapi di dalam kelas. Anak dapat menerapkan berpikir logis dari masalah hipotetis yang berkaitan dengan masa yang akan dating. Anak-anak dengan operasi formal dapat beroperasi dengan logika dari kebebasan argument dari isinya. Secara logis benar-benar disediakan kepada anak sebagai alat berpikir.
Berpikir operasional konkret dapat dibalik, inverse dan reciprocity, yang digunakan secara bebas. Dua macam berpikir terbalik menjadi terkoordinasikan dalam berpikir formal. Beberapa struktur penting yang melandasi selama konstruksi operasi formal antara lain berpikir hipotetis-deduktif, yaitu kemampuan berpikir tentang hipotetis seperti kondisi yang sebenarnya dan kemampuannya untuk menyimpulkan berdasarkan premis-premis hipotesis.
3. Beberapa Teori Inteligensi
a. Teori factor (Charles Spearman)
Teori factor berusaha mendeskripsikan struktur inteligensi, yang terdiri atas dua factor utama, yakni factor “g” (general) yang mencakup semua kegiatan intelektual yang dimiliki oleh setiap orang dalam berbagai derajat tertentu, dan factor “s” (specific) yang mencakup berbagai factor khusus yang relevan dengan tugas tertentu.
b. Teori struktur inteligensi (Guilford)
Menuru Guilford struktur kemampuan intelektual terdiri atas 150 kemampuan dan memiliki tiga parameter, yaitu operasi, produk dan konten.
c. Teori multiple intelligence (Gardner)
Menurut Gardner, inteligensi manusia memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistic, musik, matematik logis, visual special, kinestetik fisik, social interpersonal, dan intrapersonal.
d. Teori Uni Faktor (Wilhelm Stern)
Menurut teori ini, inteligensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja inteligensi juga bersifat umum.
e. Teori Multifaktor (E.L. Thorndike)
Menurut teori ini intelegensi terdiri atas bentuk hubungan neural antara stimulus dengan respons. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.
f. Teori primary mental ability (Thurstone)
Teori ini mencoba menjelaskan tentang organisasi inteligensi yang abstrak, dengan membagi inteligensi menjadi kemampuan primer, yang terdiri atas kemampuan numerical/matematis, verbal atau berbahasa, abstrak, berupa visualisasi atau berpikir, membuat keputusan, induktif maupun deduktif, mengenal atau mengamati dan mengingat.
g. Teori sampling (Godfrey H. Thomson)
Menurut teori ini, inteligensi merupakan berbagai kemampuan sample. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman dan sebagian terkuasai oleh pikiran manusia.
h. Entity theory
Menurut teori ini, inteligensi atau kecenderungan atau kecerdasan adalah kesatuan yang tetap dan tidak berubah-ubah.
i. Menurut teori ini, seseorang dapat meningkatkan inteligensi/kecerdasannya melalui belajar.
4. Faktor yang mempengaruhi inteligensi
- Faktor pembawaan, dimana factor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
- Factor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
- Factor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
- Factor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
- Factor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
5. Teori Belajar Kognitif
a. Cognitive Field (Kurt Lewin)
Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi social, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antarkekuatan, baik yang berasal dari dalam diri invidudu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar diri individu, seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
b. Cognitive Development (Piaget)
Dalam teori ini, Piaget memandang bahwa proses berpikir merupakan aktivitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari berpikir konkret menuju abstrak. Berarti perkembangan kapasitas mental memberikan kemampuan baru yang sebelumnya tidak ada.
Perkembangan intelektual adalah kualitatif, bukan kuantitatif. Inteligensi itu terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1) Struktur atau schemeialah pola tingkah laku yang dapat diulang
2) Isi atau content ialah pola tingkah laku spesifik, ketika seseorang menghadapi suatu masalah
3) Fungsi atau function adalah berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Function terdiri atas dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
B. Konasi (Gejala Kemauan)
Kemauan adalah bukan aktivitas ataupun usaha kejiwaan. Kemauan yang juga disebut kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan. Tujuan ini merupakan pilihan di antara berbagai tujuan yang bertentangan.
Tujuan adalah titik sasaran dari pengarahan yang perspektif; atau kondisi akhir dari gerakan yang mengikuti sesuatu arah. Pemilihan dan realisasi tujuan memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan.
Kemauan itu bukan keinginan. Orang yang ingin belum tentu mau, dan sebaliknya orang yang mau belum tentu ingin. Menurut Augustine, kemauan merupakan pengendali dari keinginan. Kemauan tidak selamanya bebas. Kemauan dapat bekerja, baik secara paksaan maupun dalam bentuk pilihan sendiri.
Kekuatan kemuan beraksi, apabila dipancing oleh adanya usaha memenuhi kebutuhan. Bila ditekankan pada kepentingan pribadi, maka kemauan mengaktualisasikan diri sebagai kekuatan yang mendorong perbuatan mencapai tujuan. Bila ditekankan pada segi lainnya.
Kekuatan kemuan dapat diterangkan berupa dorongan-dorongan pemilihan yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan, pengetahuan, keterampilan sikap dan bahkan kebiasaan yang dimiliki oleh; pribadi. Dengan, perkataan lain, kuat atau lemahnya kemauan seseorang dilatarbelakangi oleh pengalaman atau hasil belajarnya.
Oleh karena kemauan berdasarkan hasil belajar, maka pendidikan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut.
C. Emosi (Gejala perasaan)
Perasaan dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri. Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka perasaan itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa yang baik, indah, menarik bagi seseorang belum tentu baik, indah dan menarik bagi orang lain.
Jenis-Jenis Perasaan
1) Perasaan-perasaan jasmaniah; jenis perasaan-perasaan ini sering pula disebut sebagai perasaan rendah, terdiri dari:
a. Perasaan sensoris: yaitu perasaan yang berhubungan dengan stimuli terhadap indra.
b. Perasaan vital: yaitu perasaan yang berhubungan dengan kondisi jasmani pada umumnya.
2) Perasaan-perasaan rohaniah: sering pula disebut sebagai perasaan luhur, terdiri dari:
a. Perasaan intelektual: yaitu perasaan yang berhubungan dengan kesanggupan intelektual dalam mengatasi sesuatu masalah.
b. Perasaan etis; yaitu perasaan yang berhubungan dengan baik dan buruk atau norma.
c. Perasaan estetis; yaitu perasaan yang berhubungan dengan penghayatan dan apresiasi tentang sesuatu yang indah atau tidak indah.
d. Perasaan social; yaitu perasaan yang cenderung untuk mengikatkan diri dengan orang-orang lain.
e. Perasaan harga diri; yaitu perasaan yang berhubungan dengan penghargaan diri seseorang.
Perasaan banyak mendasari dan juga mendorong tingkah laku manusia. Suasana jiwa anak didik sangat mempengaruhi kegairahan belajarnya. Agar belajar anak dapat berlangsung secara efektif pendidikan hendaknya menciptakan situasi sedemikian rupa, sehingga menimbulkan perasaan-perasaan yang menunjang aktivitas belajar pada anak didik. Perasaan-perasaan baik yang jasmaniah seperti rasa sehat, rasa segar, maupun perasaan-perasaan yang rohaniah seperti senang, puas, dapat menambah kegairahan anak didik untuk belajar.
Perasaan bereaksi terhadap lingkungan atau stimulinya atas dorongan emosi sebagai kekuatan jiwa. Emosi ini erat berhubungan dengan jasmani. Karena itu, perubahan-perubahan jasmaniah, baik jasmani luar maupun dalam diikuti dengan timbulnya emosi. Keadaan emosi yang stabil ataupun goncang mempengaruhi perasaan. Karena itu pendidikan hendaknya mengenal serta mengusahakan stabilitas emosi anak didik. Dalam mengusahakan stabilitas emosi, tidak berarti pendidikan harus membunuh emosi anak, melainkan menyeimbangkan emosi anak.
Perasaan anak didik dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah pernyataan emosi atau perasaan yang dapat diamati.
Dalam bagian terdahulu mengenai kekuatan-kekuatan jiwa manusia telah dikemukakan mengenai cara-cara bekerjanya perasaan.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Perkataan intelegensi berasal dari kata intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut Stern, intelegensi ialah daya menyasuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Di sini terlihat bahwa Stren menitikberatkan pada soal penyesuaian diri (adjustment) terhadap masalah yang dihadapi).
Teori Belajar Kognitif
a. Cognitive Field (Kurt Lewin)
b. Cognitive Development (Piaget)
Kemauan adalah bukan aktivitas ataupun usaha kejiwaan. Kemauan yang juga disebut kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan. Tujuan ini merupakan pilihan di antara berbagai tujuan yang bertentangan.
Perasaan dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri. Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka perasaan itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa yang baik, indah, menarik bagi seseorang belum tentu baik, indah dan menarik bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Djaali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. 2009
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2006
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004