, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pola ahmad bin hanbal beristimbat hukum, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan salah satu agama samawi yang diturunkan kepada manusia yang penurunanaya melalui wahyu, sehingga wajar saja ketika memiki keistimewaan- keistimewaan dibandingkan dengan agama yang lain, khususnya dalam ke kekomlitan hukum yang ada dalamnya.
Hukum-hukum yang ada dalam agama islam pada dasanya terdiri dari dua tingkatan yaitu syariah dan fiqh, beda halnya dalam syariah tidak perlu adanya ijthad para mujtahid karena sebab dasarnya yaitu dalil-dalil muhkam, sedangkan fiqh kita tahu banyak sekali permasalahan yang baru dan belum jelas dan pasti tentang kedudukan hukum tersebut sehingga, para mujtahidpun mengerahkan tenaga dan pikiranya untuk memperjelas suatu hukum tersebut, akan tetapi dalam berijtihad para imam sangat mungkin untuk berbeda karena dasar dan cara istinbathnya yang berbeda. Contohnya istinbathnya imam Hambali yang akan dipaparkan berikut ini.
B. Tujuan Penulisan
Selain bertujuan untuk mendalami pemahaman tentang aswaja, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah aswaja di stai ma’arif metro lampung tahun 2011.
C. Batasan Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut.
- Pola Imam Ibnu Hambal Dalam Beristimbat Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pola Imam Ibnu Hambal Dalam Beristimbat Hukum
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhamad Ibn Hambal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hasan Al-Syaibaniy. Ia lahir di Bagdad tahun 164 H / 780 M dan wafat pada tahun 241 H / 855 M, ibunya bernama Syarifah Maimunah Binti Abdul Hambali Ibn Sawadan Ibn Hindun Al-Syaibaniy, baik dari ayah dan ibu sama-sama dari bani syaiban, yaitu salah satu kabilah yang berdomisili di Semenanjung Arabia. Kebesaran Imam Hambali sebenarnya adalah karena ia sangat menghormati dan mencintai Nabi Muhammad SAW beserta Sunnahnya, dan karena Ia sangat mencintai nabi hingga ia senantiasa mencari ahli-ahli hadits dimanapun di dengarnya, untuk itu ia rela pergi dengan melakukan perjalanan yang jauh demi untuk mencari kebenaran hadits-hadits itu. Karena itulah ia sangat banyak sekali hadits-hadits yang ia hafal di luar kepala, berikut rawi-rawinya. Dan semua hadits yang ia dapat selalu dicari rawi dengan sejarah dan riwayat hidupnya.
Telah kita kenal bahwasanya Ahmad bin Hambal dikenal luas sebagai pembela hadits Nabi yang gigih. Hal ini dapat dilihat dari cara-cara yang digunakannya dalam memutuskan hukum. Ia tidak suka menggunakan akal, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa atau sangat perlu dan sebatas tidak ditentukan hadits yang menjelaskannya.
Ibn Hanbal sangat berhati-hati tentang riwayat hadits, karena hadits sebagai dasar tidak akan didapatkan faedahnya tanpa memiliki riwayatnya. Dalam hal ini beliau berkata-kata “Barangsiapa yang tidak mengumpulkan hadits dengan riwayatnya serta pembedaan pendapat mengenainya, tidak boleh memberikan penilaian tentang hadits tersebut dan berfatwa berdasarkannya”.
Imam Hambali terkenal dengan imam dalam bidang hadits Rasulullah SAW. Imam hambali belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Hambali adalah imam negeri hijaz , bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits. Dan apabila dalam menerima hadist dan sudah di teliti oleh ia diketemukan baik dalam sejarah maupun rawinya kurang kuat kebenaranya maka ia akan tidak menggunakan hadits tersebut. Selanjutnya , fiqh Ahmad Ibn Hambal itu pada dasarnya lebih banyak di dasarkan pada al-Hadits, dalam artian setelah al-quran. Dengan melihat pemikiran imam Hambali seperti diatas, maka metode istinbath yang dipakai imam Hambali adalah sebagai berikut :
1. Al-Quran, dan Al-Hadits
Apabila ia menemukan nash maka ia menggunakan nash tersebut, dan ia menfatwakanya, ia mendahulukan nash atas fatwa sahabat. nash yang dimaksud disisni adalah al-quran dan al-hadist, kedanya adalah sumber fiqh islam. Seluruh para sahabat dalam berpendapat akan berbeda akan tetapi dalam berpendapat tetap tidak keluar dari sumber pokok yaitu al-quran dan al hadist shohih.
Contoh Al-quran
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB (bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (an-Nisâ': 59)
Contoh Al-hadits
إِنَّمَا لاَعْمَالُ بِاالنِّيَاتِ
Artinya: "Segala sesuatu beasal dari niat (Bukhori - muslim).
2. Fatwa sahabat nabi SAW
Ketika didalam nash tidak diketemukan maka ia menggunakan fatwa sahabat, dan apabila fatwa sahabat ada yang menyalahi dan ada perselisihan diantara mereka maka yang ia ambil yaitu yang dipandang lebih dekat kepada nash, baik al-quran maupun al-hadist. Begitulah imam hambali dalam menyelesaikan permasalah ketika sudah tidak ditemui dalam al-quran dan al-hadistmaka perkataan sahabatlah yang akan menjadi hujjah dengan ketentuan yang ada di atas.
Contoh : Abu Bakar berpendapat dalam hal peperangan “ Jika orang kafir sudah bersembunyi karena takut, maka kita tidak boleh membunuhnya ”
3. Al-hadist Mursal dan Al-hadist Dho’if
Jika dari ketiganya tidak diketemukan maka, beliau menetapkanya dari dasar al-hadist mursal dan al-hadist dhoif, sebab yang dimaksud dengan al hadits dhoif menurut ibn hambal adalah karena al-hadist ini terbagi menjadi dua, yaitu shohih dan dhoif. Hadits dhoif didahulukan daripada qiyas, karena ia mengganggap dho’if bukan berarti batil dalam ilmu mustalahat al-hadist , menurut ibn qoyyim prinsip ini bukan hanya prinsip imam ahmad ibn hambal saja, akan tetapi abu hanifah, imam hambali dan as-syafi’I juga berprinsip demikian.
Contoh Mursal :
Artinya : Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara muzabanah (HR. Muslim).
Contoh hadits Dhoif :
مَنْ أَتَى حَائِضًا اَوْاِمْرَاةً فِى دُبُرِهاَ اَوْ كاَهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Artinya : Barang siapa melakukan hubungan intim dengan istrinya yang dalam keadaan haid atau melalui jalan belakang atau mendatangi peramal, maka ia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad.
4. Qiyas
Apabila imam ibn hambal tidak menemukan dasar hukum dari ke empat dasar istinbath yaitu al-quran, al-hadist, fatwa sahabat, hadits mursal dan dho’if, baru ia akan menggunakan al-qiyas atas dasar darurat, ia berkata :
سَاَءلْتُ الشَّافِعِي عِنْ الْقِيَاسِ فَقَالَ :اِنَّمَايُصَارُاِلَيْهِعِنْدَالضَّرُوْرَةِ
Artinya : “aku bertanya kepada ash-syafi’I tentang qiyas, maka dia berkata hanya saja diambil qiyas itu ketika darurat”
Contoh : Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah SWT.
Kemudian terkecuali dalam bidang sosial politik, maslalah al-mursalah tetap ia pakai seperti contoh dalam kasus :
- menetapkan hukum ta’zir bagi mereka yang selalu bernbuat kerusakan.
- menetapkan hukum had yang lebih berat terhadap mereka yang meminum minuman keras di siang hari pada bulan ramadlan.
Dan cara-cara seperti itu , sering diikuti oleh para pegikutnya. Begitu pula dengan dasar ihtisan, istishab, sadd al-zara’i, sekalipun sangat jarang digunakan oleh imam ahmad ibn hambal.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan “halal” dan “haram”, beliau sangat teliti dalam mengkaji beberapa hadits dan sanadnya yang terkait denganya, tetapi beliau sangat longgar dalam menerima hadist yang berkaitan dengan masalah akhlaq, fadlail al-amal atau adat istiadat yang teruji, dengan persaratan sebagai berikut :
“Jika kami telah menerima hadist rosulullah yang menjelaskan masalah halal dan haram atau perbuatan sunnah dan hukum-hukumnya maka aku melakkan penelitian al-hadist secara ketat dan cermat begitu juga sanad-sanadnya, tetapi jika berkaitan dengn fadla’il al-a’mal atau yang tidak berhubungan dengan hukum, kami sedikit agak longgar”
Sebagai seorang ulama’ besar gudang ilmu, tentu saja ia banyak sekali dihadapkan kepada berbagai pertanyaan, ia akan menjawabnya dengan sangat hati-hati sekali, tidak pernah terburu-buru. Dan secara terus terang, ia mengakui “belum tahu” kalau memang masalah itu belum diketahuinya, atau belum diselidikinya. Karena itu ia selalu berpesan kapada murid-muridnya agar selalu berhati-hati dalam berfatwa yang belum jelas dasar hukumnya.
Imam Hanbali bukan seorang yang fanatik akan pendapat yang sampai padanya. Sehinga beliau sering melarang penulis fiqih yang diajarkannya, karena seringnya berubah pandangan. Beliau khawatir bila fiqih dibukukan, maka hukum-hukum syariat akan beku dan taklid akan merajalela sepanjang masa. Sedang fiqih seyogyanya selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan tuntutan zaman.
BAB III
PENUTUP
A. Keimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwaanya imam Ahmad ibn Hambal merupakn imam yang dilahirkan dari bapak dan ibu yang notabenya sama-sama dari bani sayban, dan imam yang satu ini memang sangat teliti dan berhati-hati sekali dalam menyikapi semua permasalahan yang baru yang pada dasarnya belum ada dasar hukumnya yang pasti, apalagi dalam penerimaan hadist nabi tidak serta merta semua hadist diterimanya, akan tetapi ia akan lebih teliti dan cermat dalam meneliti hadis tersebut yang ia terima baik dari sanad, perowi dan sejarah kehidupanya, dan adapun cara istinbathnya menggunakan lima dasar yaitu :
- Al-Qur’an
- Al-Hadits
- Fatwa Sahabat
- Hadits Mursal dan Dhoif
- Qiyas
Dan adapun yan lain beliau tetap menggunakan akan tetapi dalam permasalahan tertentu saja. Dan bisa kami simpulkan juga semua hadis diterimanya secara longgar walaupun ia kadang tidak menggunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Jaya, Tamar. 1986. Hayat dan Perjuangan Empat Imam Madzab. CV. Ramadhani : Solo.
Hasbi, Teungku Muhammad Ash Shiddieqy. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab. PT. pustaka Rizki Putra : Semarang
Http://Mazdhab hambali istinbat/jurnal/item/metodologi_fiqh Imam Hambali
Zain, Ma’shum. 2008. Arus Pemikiran Empat Madzab. Darul Hikmah : Jawa Timur.