Advertisement
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah) - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)link :
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)
Baca juga
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)
BAB I
AURAT
A. Pengertian Aurat
Aurat berasal dari bahasa Arab. Dalam kamus dijelaskan bahwa : Aurat adalah hal yang jelek untuk dilihat atau sesuatu yang memalukan bila dilihat. Menurut syara’ yang dikatakan aurat adalah sesuatu yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan kepada orang lain yang tidak dihalalkan Allah untuk melihatnya.
B. Batas Aurat
1. Perempuan
Adapun batas aurat wanita adalah segenab tubuhnya selain muka dan telapak tangan.
Dalil Firman Allah Surat Al-Ahzab : 59
Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah pada istri-istri dan putri-putri mu, serta istri-istri orang mukmin, agar mereka memakai jilbab karena dengan cara demikian mereka akan mudah dikenal dan tidak akan mudah diganggu orang dan adalah Allah maha pengampun dan maha penyayang.
Rasulullah Bersabda :
“Hai Asma sesungguhnya perempuan itu apabila ia telah baliq (haid) maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini (Rasulullah berkata sambil menunjuk muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangannya sendiri).
2. Laki – Laki
Batas aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut.
Nabi bersabda :
“Apa yang ada antara pusar dan lutut adalah aurat”.
Aurat adalah bagian tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali mahram kita.
Surat An-Nur : 21 yang artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan (aurat) kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”.
C. Aurat Dalam Sakit – Pemeriksaan Medis
Dalam pemeriksaan medis dokter dibolehkan memandang bagian tubuh pasien yang akan diperiksanya.
Dengan syarat :
- Seorang yang bertaqwa, dapat dipercaya, adil, ahli dan berilmu.
- Diperbolehkan melihat sekedar untuk keperluan pengobatan.
- Dalam pengobatan pasien harus dihadiri oleh mahram, suami.
- Hendaknya dokter itu seorang muslim
BAB II
ADAB BERPAKAIAN
A. Beberapa Adab Berpakaian Diantaranya :
1. Menutup Aurat
Fungsi utama berpakaian bagi kaum muslimin tentu saja untuk menutup auratnya. Aurat minimal bagi laki-laki yang harus ditutup adalah antara pusar sampai lutut, sedangkan aurat bagi wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Allah SWT telah berfirman :
“…….. dan jagalah mereka ……..” (An-Nur (24) : 31)
Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas yang dimaksud dengan “Madzahara Minha” (yang biasa nampak dari padanya) adalah muka dan telapak tangan. Sehingga yang menjadi Aurat bagi wanita adalah seluruh tubuh, kecuali perhiasan yang biasa tampak, yaitu muka dan kedua telapak tangan.
2. Bukan Untuk Kesombongan
Islam mengharamkan umatnya untuk bersikap sombong dalam semua perkara, termasuk dalam berpakaian. Rasulullah telah bersabda : “Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat pada mereka yang memakai pakaian karena sombong” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka tidak diperkenankan seorang muslim berpakaian dengan tujuan untuk menyombongkan diri di hadapan manusia lain. Meskipun strata seorang muslim sebenarnya mulia dan tinggi, tetapi tetaplah harus menjaga diri dari berpakaian yang berlebih-lebihan dan mewah atau menjaga diri dari berpakaian yang hanya bertujuan menunjukkan status sosialnya yang tinggi dan mulia.
Rasulullah Bersabda :
“ Barang siapa yang menanggalkan pakaian yang mewah-mewah karena tawadhu’ kepada Allah, padahal ia dapat membelinya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat dihadapan jama’ah manusia dan disuruh memilih sendiri pakaian iman yang mana yang dia kehendaki untuk dipakainya (HR. Tirmizi)
3. Tidak Merendahkan Nilai Diri
Berpakaian tidak boleh sombong, tetapi juga tidak boleh menyebabkan nilai diri kita dihadapan manusia menjadi rendah dan hina. Jangan sampai terjadi hanya karena pakaian, maka kita menjadi sasaran hinaan, cemoohan dan disepelekan manusia. Bahkan lebih menyakitkan, bila orang-orang mulai menghubung-hubungkan penampilan kita dengan ajaran Islam. Mereka berkata “ya begitulah orang yang terlalu mendalami Islam”. Lebih ruyam lagi bila manusia menjadi enggan memenuhi panggilan Islam, hanya dikarenakan da’i nya berpenampilan sangat dunia. “ngeri deh ah….!” Komentar mereka.
Bahkan Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berpenampilan hina, mengerikan dan tak karuan. Rasulullah SAW jika mengutus Duta-dutanya untuk membuka wilayah dakwah yang baru, maka dipilihlah sahabat yang mempunyai penampilan optimal. Diantaranya Mus’ab bin Umair yang terkenal dengan keindahan penampilannya, yang dikirim ke Medinah, juga Hudzaifah bin Yaman yang dikirim ke Yaman.
Sesungguhnya tidak tepat apabila seorang aktivis muslim berpenampilan lusuh, kotor, lecek dan amburadul, apakah mereka tak memiliki pakaian selain pakaian tersebut ? Jika mempunyai, mengapa kita mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara menampakkan bekas nikmat yang dicurahkan kepada kita.
“Sesungguhnya Allah senang menyaksikan bekas nikmat yang melekat pada hamba-Nya”. (HR. Al-Tarmizi)
4. Tidak Meniru Orang Kafir / Musyrik
Adab berpakaian dalam ajaran Islam juga melarang seorang Muslim mengenakan pakaian hanya bertujuan untuk meniru orang kafir atau musyrik. Apalagi dalam peniruan itu ada sebuah nilai ideologis, seperti merasa mulia dan hebat.
Rasulullah SAW telah bersabda : “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam kelompoknya”. (HR. Muslim)
Kesengajaan seseorang meniru dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya rasa kagum dan simpatiknya kepada seseorang. Bila rasa kagum dan simpatik ini ditunjukkan pada orang-orang shalih, tentunya perasaan ini bisa dibenarkan. Seperti kagum kepada Rasulullah SAW, para sahabat, para imam, para mujahid dan para ulama. Rasa kagum ini kemudian muncul keinginan untuk meniru dalam berdandan dan berpakaian sehingga dia berusaha menyerupai Rasul, sahabat, atau orang-orang shalih yang lain, maka Insyaallah, dia termasuk dalam kelompoknya.
Tetapi apabila rasa kagum dan simpatiknya itu ditunjukkan kepada orang-orang kafir, musyrik atau kepada orang-orang yang memusuhi Islam, tentu saja perasaan ini tidak benar. Orang yang seperti ini adalah orang yang terganggu aqidahnya, karena tidak memiliki loyalitas (wala’ dan bara’) yang jelas kepada agama Islam. Padahal masalah-masalah loyalitas adalah tuntuan dalam aqidah. Lalu bagaimana mungkin seseorang yang mengaku mempunyai loyalitas kepada Islam tetapi perasaannya kagum kepada orang kafir ? Bahkan rasa kagumnya itu sampai diwujudkan dalam bentuk meniru ? sedikit atau banyak, suka atau tidak suka dan sengara atau tidak; seorang Muslim yang meniru orang kafir dalam berpakaian karena rasa kagumnya, akan terganggu aqidahnya. Atau paling tidak, seorang Muslim yang meniru orang kafir dalam berpakaian berarti termasuk dalam kelompoknya.
Yang berbahaya adalah jika seorang Muslim dengan sengaja meniru cara berpakaian orang kafir atau musyrik supaya dirinya seperti tokoh yang menjadi idolanya. Dan yang paling berbahaya jika seorang Muslim dengan sengaja meniru cara berpakaian orang kafir atau musyrik supaya dirinya bisa masuk dalam kelompoknya.
Bagaimana dengan tradisi berpakaian ? Misalnya orang arab dengan jubahnya, orang jawa dengan batiknya, dan lain-lain. Bukankah pakaian itu juga sama antara orang muslim dengan orang kafir ?
Qaidah fiqh telah menyebutkan bahwa “Al adat muhakkamah” yang artinya : tradisi itu bisa ditetapkan menjadi hukum. Dengan catatan tradisi itu menyalahi syari’at. Sehingga seseorang boleh saja berpakaian jubah gaya arab, mengenakan sarung, kafiyah atau batik sesuai dengan tradisi setempat. Dengan catatan tetap memenuhi batas syari’at : yaitu tidak menampakkan aurat, tidak menonjolkan aurat, dan tidak dalam rangka meniru orang kafir. Bukankah pakaian adat tersebut hanya menunjukkan dari wilayah mana seseorang berasal.
B. Hikmah Berpakaian Islami
1. Terjaga kehormatan.
2. Terjaga dari perilaku yang menyimpang.
3. Terhindar dari penyakit tertentu.
4. Terhindar dari azab Allah.
Menurut Rasulullah, yang paling banyak penghuni neraka adalah para wanita lantaran mereka tidak bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan. Salah satu cara kita bersyukur adalah dengan melaksanakan perintah Allah SWT.
Oleh karena itulah, semoga kita termasuk orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah sehingga kita mendapat kesempatan masuk Surga. Mulai sekarang, kita coba melaksanakan segala perintah Allah karena kita juga tidak tahu kapan Allah akan memanggil kita.
Demikianlah Artikel Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)
Sekianlah artikel Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah) dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/05/aurat-dan-adab-berpakaian-contoh-makalah.html
Aurat dan Adab Berpakaian (Contoh Makalah)