Advertisement
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasahlink :
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah
Baca juga
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah
BAB I
PENDAHULUAN
Madrasah dalam dekade terakhir abad ke XX ini merupakan lembaga pendidikan alternatif bagi orang tua untuk menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan bagi para putera-puterinya. Bahkan pada beberapa daerah tertentu jumlah madrasah meningkat cukup tajam dari tahun ketahun. Oleh karena itu, adalah sangat menarik untuk memperlajari bagaimana sesungguhnya keberadaan madrasah ini dalam lingkup lembaga kependidikan di Indonesia.
Pertumbuhan suatu lembaga kependidikan ia ada dan lahir dengan sendirinya, tapi melalui proses sebagaimana juga terjadi dalam petumbuhan lembaga lainnya dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan lain-lain lembaga kemasyarakatan, perkembangan masyarakat, pemikiran dan gerakan, kecuali yang bersifat formal, tidak lah muncul atau berhenti pada satu patokan tahun, melainkan biasanya mengandung proses awal atau akhir yanga menyebar dalam jarak waktu yang relatif panjang.
Demikian pula halnya dengan madrasah, bila kita lihat pada awal pertumbuhannya dimotivasi oleh keadaan dan situasi tertentu yang mengkondisikan madrasah itu tumbuh dengan dimotori oleh perorangan atau lembaga swasta tertentu, hingga pada perkembangan selanjutnya dibina pula oleh pemerintah.
Pembinaan madrasah oleh pemerintah pada akhir-akhir ini lebih nampak tergambar dalam kegiatan dan usaha peningkatan mutu yang bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang diproduk bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yudikatif.
Secara kelembagaan, institusi madrasah dalam peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia sejak Indonesia merdeka sampai sekarang hanyalah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990, yang manyatakan bahwa : “Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsnawiyah”.
Hal ini dijabarkan lagi oleh Keputusan Menteri Agama RI Nomor 368, dan 370 tahun 1993. masing-masing tentang Madrasah Ibdtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah serta keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah umum.
Sedangkan undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan satu undang-undang yang diusahakan oleh pemerintah sebagai amat Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak mencantumkan secara eksplisit tentang madrasah. Namun dalam menyebutkan tentang jenis pendidikan dikatakan bahwa : “Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
Keberadaan pendidikan keagamaan dalam UUSPN ini dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang menyatakan bahwa : “Bentuk Satuan Pendidikan Menengah terdiri atas :
- Sekolah Menengah Umum
- Sekolah Menengah Kejuruan
- Sekolah Menengah Keagamaan
- Sekolah Menengah Kedinasan
- Sekolah Menengah Luar biasa”.
Selanjutnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam keputusannya menjelaskan lebih lanjut bahwa Sekolah Menengah Umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama disebut Madrasah Aliyah.
Dengan demikian, UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan PP. No. 29 Tahun 1990 menyebutkan tentang kebadaan sekolah menengah keagamaan yang dijabarkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 dan Keputusan Menteri Agama No. 370 tahun 1993 dimana dalam hal ini keputusan kedua menteri tersebut diatas menjelaskan keberadaan Madrasah Aliyah, sedangkan Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah keberadaannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 dan Keputusan Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 sebagaimana disebutkan diatas.
Sebelum diberlakukannya Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl dan Paraturan Pemerintah No. 28 dan 29 tahun 1990 masing-masing tentang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, keberadaan Madrasah baik tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, maupun Aliyah hanyalah tertuang dalam bentuk Keputusan Menteri Agama saja, dan dalam hal-hal tertentu seperti tentang evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) dan Ijazah (Surat Tanda Tamat Belajar) terdapat juga dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri.
Dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang keberadaan madrasah seperti tersebut diatas, dalam uraian selanjutnya akan ditelusuri bagaimana sejarah kebangkitan dan perkembangan madrasah di Indonesia. Apakah madrasah sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, atau sejak berdirinya Departemen Agama RI, tanggal 3 Januari 1946 serta sampai dimana peran pemerintah dalam menumbuh kembangkan madrasah di bumi Indonesia ini.
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM PRA MADRASAH
Keberadaan lembaga pendidikan Islam di Indonesia erat hubungannya dengan masuknya agama Islam di Indonesia. Orang-orang yang telah masuk Islam ingin mengetahui dan mempelajari lebih lanjut tentang ajaran-ajaran Islam, ingin pandai melakukan sholat, berdoa, membaca Al-Qur’an. Dari sini mulailah tumbuh pendidikan agama Islam, dan pelajaran Islam itu diberikan di rumah-rumah, disurau, langgar dan masjid-masjid. Ditempat-tempat inilah anak-anak, remaja dan orang tua belajar dasar-dasar keyakinan dan amalan keagaamaan seperti rukun iman, rukun Islam dan rinciannya lebih lanjut. Bentuk-bentuk pendidikan Islam pada waktu itu berupa pengajian Al-Qur’an dan pengajian kitab.
1. Pengajian Al-Qur’an
Pengajian Al-Qur’an diberikan secara perorangan oleh guru kepada muridnya dengan materi pelajaran utama tentang Al-Qur’an, meliputi membaca Al-Qur’an, mengerjakan ibadah, keimananan dan akhlak. Kegiatan belajar mengajar dalam bentuk pengajian ini diberikan secara individual di rumah guru, langgar atau surau. Namun dalam beberapa kasus, juga dilaksanakan didalam rumah orang tua murid, terutama kalau orang tua murid mempunyai kedudukan penting.
Bentuk pengajian Al-Qur’an merupakan pelaksanaan pendidikan Islam dalam bentuk yang sangat sederhana. Pengajian Al-Qur’an didirikan oleh orang yang telah mempunyai pengetahuan tentang agama Islam dan dipandang sebagai ahli agama/pemuka agama menurut kriteria lokal masyarakat setempat, dalam arti masyarakat dalam ruang lingkup yang terbatas dalam wilayah geografis yang sempit, sehingga seseorang yang baru mempunyai sedikit pengetahuan agama saja telah dianggap sebagai orang yang mempunyai otoritas dan kewenangan sebagai guru pada pengajian Al-Qur’an. Keberadaan pengajian Al-Qur’an diakui dan diterima oleh masyarakat sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, walaupun pengajian itu tidak diformulasikan dalam bentuk suatu lembaga yang dikelola secara terorganisir baik oleh perorangan maupun oleh kelompok pengurus tertentu, dan biasanya tempat pengajian tersebut hanya dikenal dengan anam guru yang mengajar disana. Jadi pengajian Al-Qur’an merupakan bentuk yang sangat sederhana sekali sebagai tempat pendidikan agama, belum merupakan lembaga pendidikan formal.
2. Pengajian Kitab
Sebagai kelanjutan tempat penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan pada pengajian Al-Qur’an adalah pengajian kitab. Tidak semua anak yang menyelesaikan pendidikannya pada pengajian Al-Qur’an melanjutkan pengajiannya ke pengajian kitab, karena sebagian dari mereka langsung memasuki lapangan kerja untuk kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Steenbrink, pengajian kitab berbeda dengan pengajian Al-Qur’an dalam beberapa hal :
- Para murid pengajian kitab ini pada umumnya masuk asrama dalam lingkungan pendidikan agama yang disebut pesantren.
- Mata pelajaran yang diberikan meliputi mata pelajaran yang lebih banyak dari pada pengajian Al-Qur’an. Fase pertama pendidikan pada umumnya dimulai dengan pendidikan bahasa.
- Pendidikan diberikan tidak hanya secara individual tetapi juga secara kelompok.
Dari penjelasan diatas tampak bahwa tempat penyelenggaraan pengajian kitab adalah lebih baik dan lebih terorganisir dalam suatu lembaga yang bernama pesantren.
Para pelajar yang mengikuti pendidikan pengajian kitab tidak hanya berasal dari dalam desa tempat lokasi pengajian berdomisili, tetapi mereka berasal dari desa-desa sekitar lokasi pengajian kitab itu berada, bahkan juga berasal dari desa-desa yang agak jauh.
Secara kelembagaan, pesantren tumbuh menjadi pondok pesantren yang dalam sejarah pertumbuhannya telah mengalami beberapa fase perkembangan yaitu :
- Pola pertama, hanya terdiri dari masjid dan rumah Kiyai. Pondok pesantren seperti ini masih bersifat sederhana sekali dimana Kiyai mempergunakan masjid dan rumahnya sendiri untuk tempat mengajar. Dalam pondok pesantren tipe ini santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri.
- Pola kedua, selain mesjid dan rumah Kiyai, pondok pesantren telah memiliki pondok atau asrama tempat menginap para santri yang datang dari daerah-daerah yang jauh.
- Polaketiga, selain memiliki mesji, rumah Kiyai dan pondok (asrama) dengan sistem wetonan dan sorogan, pondok pesantren tipe ketiga ini telah menyelenggarakan pendidikan formal seperti madrasah.
- Pola keempat, selain telah memiliki komponen-komponen fisik seperti poin 3 diatas memiliki pula tempat untuk pendidikan keterampilan seperti peternakan, kerajinan rakyat, toko koperasi, sawah, ladang dan sebagainya.
- Pola kelima, dalam pola ini pondok pesantren bisa disebut pondok pesantren modern atau pondok pesantren pembangunan. Selain komponen fisik diatas juga terdapat pembangunan fisik lain seperti Perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, rumah penginapan tamu (orang tua murid dan tamu umum), operation room dan sebagainya.
Dari gambaran diatas tampak bahwa pendidikan agama yang semula diselenggarakan dalam bentuk pengajian Al-Qur’an secara sederhana, berkembang menjadi pengajian kitab yang diselenggarakan pada pesantren-pesantren dan selanjutnya lebih maju lagi dengan penyelenggaraan pada lembaga-lembaga pondok pesantren.
BAB III
MADRASAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Kata madrasah sebagai lembaga pendidikan Agama Islam pada zaman kita ini tidak aisng lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia, baik dikalangan pelajar / mahasiswa, masyarakat umum atau aparat pemerintah. Namun tidak diketahui secara pasti sejak kapan madrasah sebagai istilah sebutan untuk satu jenis pendidikan Islam digunakan di Indonesia. Untuk menelusuri hal ini agaknya diperlukan penelitian dan studi khusus yang serius. Namun demikian, madrasah sebagai satu sistem pendidikan Islam berkelas dan mengajarkan sekaligus ilmu-ilmu keagamaan dan non keagamaan sudah tampak sejak awal abad ke XX.
Mengingat bahwa saat ini lembaga pendidikan di Indonesia yang berada di bawah pebinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada umumnya disebut sekolah, maka kiranya dipandang perlu untuk memberi penjelasan tentang pengertian pengertian madrasah dan sekolah untuk membedakan kedua istilah tersebut ditinjau dari segi kelembagaan.
Didalam UU No. 2 Tahun 1989 dinyatakan bahwa sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan yang menurut jenisnya terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Sedangkan itilah madrasah dalam berbagai penggunaannya terdapat bermacam-macam pengertian dan ruang lingkupnya, baik didalam buku-buku ilmiah maupun didalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun inti pengertian dari istilah madrasah tersebut pada hakekatnya adalah sama, yaitu sebagaimana terdapat didalam Peraturan Pemerintah dan keputusan Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang didalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, dimana mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan mata pelajaran agama di sekolah umum. Namun demikian tidak semua lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah menamakan dirinya sekolah. Atas dasar hal tersebut, dalam pembahasan selanjutnya lembaga pendidikan yang dikatakan madrasah adalah apabila secara prinsipil keberadaannya sesuai dengan pengertian madrasah tersebut diatas dengan sistem klasikal dan adanya pelajaran umum, walaupun lembaga itu menamakan dirinya sekolah atau dengan nama lain.
Keberadaan madrasah dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia, oleh para ahli dibagi kepada beberapa periode yang berbeda namun hakekatnya adalah sama. Makalah ini akan menguraikan periode madrasah kepada dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan. Hal ini dimaksudkan untuk menampakkan perbedaan madrasah dalam masa pemerintahan Republik Indonesia dibandingkan dengan kondisi zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian Al-Qur’an dan pengajian kitab yang diselenggarakan dirumah-rumah, langgar, surau, rangkang, mesjid, pesantren, pondok pesantren dan lain-lain seperti diuraikan terdahulu, pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran (kurikulum), metode maupun struktur organisasinya, sehingga melahirkan suatu bentuk lembaga baru yang disebut madrasah.
Latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada dua situasi, pertama adanya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, dan kedua adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda.
- Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia
Gerakan ini muncul pada awal abad ke XX di latar belakangi oleh kesadaran dan semangat yang kompleks. Ada empat faktor yang mendorong gerakan ini, pertama faktor keinginan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kedua faktor semangat nasionalisme melawan penguasa kolonial Belanda, ketiga faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dan keempat faktor untuk melakukan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
- Respon Pendidikan Islam Terhadap Kebijakan Pendidikan Hindia Belanda
VOC adalah gabungan perusahaan-perusahaan Belanda untuk perdagangan untuk perdagangan di Hindia Timur yang didirikan di Amsterdam pada tahun 1602. Perusahaan ini diberi piagam hak dagang monopoli oleh pemerintah Belanda di dareah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magalhaes. Mengingat bahwa bangsa Belanda beragama Protestan sedangkan orang-orang Indonesia yang dikuasai bangsa Portugis sebelumnya beragama Katolik, maka VOC dismaping melaksanakan perdagangan juga melakukan usaha memprotestankan pribumi yang telah beragama Katolik tadi. Untuk itu VOC mendirikan beberapa sekolah di Indonsia, seperti pada tauhn 1607 di Ambon yang kemudian pada tahun 1627 jumlahnya berkembang menjadi 16 sekolah di Ambon dan 18 sekolah di pulau-pulau sekitar Ambon. Di Timor didirikan sekolah pada tahun 1701. di pulau Jawa yaitu di Batavia didirikan sekolah pada tahun 1617, bahkan antara tahun 1849 – 1852 didirikan pula 20 sekolah yang berlokasi pada tiap keresidenan oleh pemerintah Hindia Belanda, padahal sebelumnya telah ada 30 sekolah. Sekolah-sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan anak-anak Indonesia yang beragama Nasrani.
Pada perkembangan selanjutnya diawal awab ke XX atas perintah Gubernur Jenderal Van Hcutsz sistem pendidikan diperluas dalam bentuk sekolah desa, walaupun masih diperuntukkan terbatas bagi kalangan anak-anak bangsawan. Namun pada perkembangan selanjutnya sekolah ini dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang murah.
Madrasah-madrasah yang didirikan tersebut antara lain :
- Madrasah Adabiyah (Adabiyah School)
Madrasah ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1907 M di Padang Panjang Sumatera Barat. Belum cukup satu tahun madrasah ini gagal berkembang dan dipindahkan ke Padang karena alasan situasi di sekitarnya dimana masyarakat Padang Panjang tidak menyukai pola sekolah ini. Ketika madrasah ini dipindahkan ke Padang sambutan masyarakat cukup baik untuk perkembangan madrasah disamping juga usaha usaha pribadinya sebagai pedagang kain dapat berjalan dengan lancar. Madrasah adabiyah selain memberikan pelajaran agama juga memberikan pelajaran membaca dan menulis huruf latin dan ilmu hitung. Pada tahun 1915 madrasah ini mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda dan berubah menjadi Hollands Inlandssche School (HIS) yaitu setingkat Sekolah Dasar. Ini merupakan HIS pertama yang didirikan oleh organisasi Islam dan merupakan HIS pertama di Minangkabau yang memasukkan pelajaran agama didalam rencana pelajarannya.
- Madras School (Sekolah Agama)
Madras School dirikan pada tahun 1910 oleh M. Thoib Umar di Sungayang, Batusangkar Sumatera Barat.
- Diniyah School (Madrasah Diniyah)
Madrasah Diniyah didirikan pada tanggal 10 Oktober 1915 oelh Zainuddin Labai L, Yunusiy di Padang Panjang Sumatera Barat. Madrasah ini merupakan madrasah sore untuk pendidikan agama yang diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak mengikuti sistem pengajian tradisional yang bersifat individual. Di madrasah ini juga diberikan pendidikan umum seperti sejarah dan ilmu bumi disamping mata pelajaran agama.
- Madrasah Muhammadiyah
Madrasah Muhammadiyah tidak diketahui berdirinya dengan pasti, namun diperkirakan berdiri pada tahun 1918. Nama madrasah ini kemudian berubah menjadi Qismul-Arqa, kemudian berubah menjadi Kweekschool Muhammadiyah kemudian berganti lagi menjadi Madrasah Mualimin Muhammadiyah. Sekolah ini didirikan oleh organisasi Muhammadiyah yang dirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Organisasi Muhammadiyah pada mulanya bergerak dibidang tabligh dan selanjutnya meluaskan gerakannya dalam bidang pendidikan, bahkan dalam bidang sosial, kesehatan kewanitaan dan lain-lain.
- Arabiyah School
Didirikan pada tahun 1918 di Ladang Lawas oleh Syeikh Abbas.
- Sumatera Thawalib
Sumatera Thawalib secara formal membuka madrasah di Padang Panjang Sumatera Barat pada tahun 1921 dibawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah.
- Madrasah Diniyah Putri
Didirikan di Padang Panjang pada tahun 1923 oleh Rangkayo Rahmah El Yunisia, beliau adalah Saudara dari Zainuddin Labai El Yunisia. Madrasah ini merupakan madrasah putri yang pertama di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan kesempatanyang lebih luas kepada pelajar puteri.
- Madrasah Salafiyah.
Didirikan di Tebu Ireng pada tahun 1916 oleh KH. Hasyim Asy’ari. Selanjutnya madrasah ini berkembang dengan bermacam jenjang dan jenis dibawah naungan Nahdatul Ulama yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia kemudian pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama. Pengurusan tentang penyelenggaraan sekolah-sekolah agama termasuk madrasah menjadi tanggung jawab dan wewenang Departemen Agama yang pada waktu itu disebut bagian B, yaitu bagian pendidikan.
Pengurusan madrasah telah mulai diperhatikan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) dalam pengumumannya tanggal 22 Desember 1945 yang antara lain menganjurkan : “Dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran di langgar-langgar dan madrasah berjalan terus dan dipercepat”, kemudian tanggal 27 Desember 1945 BPKNIP menyarankan agar madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan bantuan.
Sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam usaha untuk membina pendidikan dan pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Kemudian diadakan kongres pendidikan Indonesia pada tanggal 4-7 Maret di Solo. Selanjutnya pada tahun 1948 dibentuk Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, dan pada tahun 1949 dilangsungkan kongres Pendidikan di Yogyakarta. Semua kegiatan-kegiatan tersebut diatas akhirnya melahirkan undang-undang NO. 4 tahun 1950 yaitu undang-undang tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang berlaku di daerah Republik Indonesia dengan ibu kota Yogyakarta.
Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah baik kualitas maupun kuantitasnya dalam bidang sebagai berikut :
a. Penegrian Madrasah
Perhatian pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah melaui peningkatan status kelembagaan dengan menegrikan Sekolah Rakyat Islam (SRI) menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri sebanyak 235 buah pada tahun 1962 berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 104 tahun 1962. Madrasah tersebut semula berasal dari SRI yang diasuh oleh pemerintah daerah kemudian diserahkan kepada kementerian agama pada tahun 1959, yaitu :
1) 205 yang diasuh oleh pemerintah Daerah Istimewa Aceh.
2) 19 buah dari daerah Keresidenan Lampung.
3) 11 dari Keresidenan Surakarta.
Sedangkan penegrian Madrasah Tsanawiyah Swasta dan Madrasah Aliyah Swasta dilakukan pada tahun 1967.
b. Pembinaan Diversifikasi kelembagaan madrasah
Disamping pembinaan status kelembagaan juga melakukan pembinaan madrasah melalui diversifikasi madrasah antara lain :
1) Didirikan madrasah wajib belajar pada tahun 1958/1959. MWB dimaksudkan untuk melaksanakan undang-undang wajib belajar di Indonesia dan diperlakukan sebagai sekolah negeri atau sekolah partikulir untuk melaksanakan wajib belajar.
2) Ditetapkannya beberapa buah madrasah model yaitu MIN model 44 buah, MTsN model 69 buah, dan MAN model 35 buah. Madrasah model dimaksudkan untuk menjadi pusat pengembangan, percontohan dan menjadi acuan bagi madrasah lainnya.
3) Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli dibidang agama Islam.
4) Madrasah Aliyah Keterampilan (MAK)
5) Madrasah Tsanawiyah Terbuka.
6) Madrasah Diniyah.
c. Pembinaan Pendidikan dan Pengajaran
Pembinaan pendidikan dan pengajaran dilakukan oleh pemerintah sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan kualitas madrasah. Pembinaan ini meliputi bidang-bidang : kurikulum, ketenagaan, sarana dan prasarana, pengawasan dan lain-lain terhadap madrasah negeri dan swasta.
BAB IV
PENUTUP
Mendirikan, memupuk dan memelihara madrasah telah menjadi sifat dan tabi’at yang menyeluruh dan mendalam di kalangan umat Islam. Kenyataan sejarah tentang kebangkitan institusi pendidikan Islam di Tanah air merupakan suatu bukti betapa antusiasnya komunitas Islam meningkatkan kualitas sumberdaya insasi sebagai perwujudan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Penyelenggaraan lembaga pendidikan banyak diprakarsai oleh organisasi-organisasi Islam, seperti halnya Al-Jam’iyatul Washliyah yang banyak mendirikan madrasah-madrasah di wilayah Sumatera Utara. Madarasah Al-Washliyah yang pertama didirikan pada tahun 193 yakni dua tahun setelah organisasi ini dideklarasikan. Jumlah madrasah ini semakin lama semakin bertambah sejalan dengan berkembangnya organisasi ini sampai ke pelosok-pelosok daerah.
Madrasah Al-Washliyah memberikan peran yang cukup besar dalam meningkatkan pendidikan masyarakat di Sumatera Utara, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan. Institusi pendidikan ini telah berhasil menciptakan para ulama, ustadz maupun guru-guru agama sebagai mediator untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, madrasah ini telah pula mampu mengantarkan para siswanya untuk melanjutkan studi ke luar negeri.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
______________, 1956, Al-Jam’iyatul Washliyah ¼ Abad, 30 November 1930 – 30 November 1955. Tanpa Penerbit, Medan.
Stanton, Charles Michael, 1994. Higher Learning in Islam, terjemahan Affandi dan Hasan Asari, Logos, Jakarta.
Asrohah, Hanun, 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Logos, Jakarta.
Salabi, Ahmad, 1973. Tarikh Al-Tarbiyah Al-Islamiyah, terjemahan Mukhtar Yahya dan Sanusi Latief, Bulan Bintang, Jakarta.
I. Djumbur dan Danasuparta, 1981. Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung.
Broesworth (et), 1986. Encyclopaedea of Islam, Vol V, EJ Brill, Leiden Holland.
Yunus, Mahmud, 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Mun’im, Abdul (dkk). Al-Jam’iyatul Washliyah Memasuki Milenium III, Tanap Penerbit, 1999.
Al-Jumbulati, Ali, 1994. Dirasatun Muqaranatun Fi al-Tarbiyah al-Islamiyah terjemahan H.M. Arifin, Rineka Cipta, Jakarta
Demikianlah Artikel Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah
Sekianlah artikel Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2013/11/makalah-kebangkitan-dan-perkembangan.html
Makalah Kebangkitan dan Perkembangan Madrasah