Advertisement
Makalah Adat Perkawinan Minangkabau
Makalah Adat Perkawinan Minangkabau - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makalah Adat Perkawinan Minangkabau, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Makalah Adat Perkawinan Minangkabaulink :
Makalah Adat Perkawinan Minangkabau
Baca juga
Makalah Adat Perkawinan Minangkabau
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjalanan hidup seseorang mulai dari lahir sampai akhir hayatnya beberapa tahap. Tahapan-tahapan dari siklus kehidupan seseorang adalah masa kelahiran, masa kanak-kanak, masa remaja, masa tua dan masa kematian. Dari siklus tersebut masa remaja merupakan masa yang terpenting karena pada masa tersebut banyak mendapat tantangan, dan pada masa ini seseorang itu telah dianggap dewasa dalam semua hal. Seseorang yang telah dewasa merasakan dipundaknya sudah ada tanggung jawab, salah satunya melakukan aktivitas/bekerja untuk memenuhi hidupnya. Setelah merasa mampu (dalam hal keuangan) lalu mereka membentuk keluarga yang baru yaitu kawin (menikah).
Setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya dituntut oleh bermacam-macam kebutuhan, diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan dan kebutuhan biologis. Untuk memenuhi kebutuhan biologis tersebutlah manusia itu melakukan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan antara pria dan wanita yang sudah dewasa yang saling mengadakan ikatan hukum adat atau agama dengan maksud bahwa mereka saling memelihara hubungan tersebut agar berlangsung dalam waktu relatif lama (Drs. Aryono Suyono 1999: 315).
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian ini adalah
1) Mendeskripsikan peroses pelaksanaan upacara perkawinan yang ideal dan yang telah berobah.
2) Mengungkapkan peranan kaum kerabat dalam upacara perkawinan.
1.2.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1) Untuk menambah pengetuahuan / wawasan tentang budaya suatu daerah.
2) Sebagai bahan informasi, bahan studi komparatif untuk penelitian tentang pelaksanaan upacara perkawinan masa kini.
1.3 Metode Penelitian
Pada prinsipnya metode merupakan teknik atau cara kerja dalam melakukan penelitian. Berhubung penelitian ini ingin mengungkapkan peranan kaum kerabat dalam upacara perkawinan, maka penelitian ini memakai pendekatan fungsional struktural. Dalam kerangka pikir fungsional struktural masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan (T.O. Ihromi : 1999 : 269). Dalam pendekatan ini konsep yang digunakan adalah struktur, fungsi, status dan peranan. Untuk mengumpulkan data diperlukan penelitian lapangan (field research). Sedangkan data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk deskripsi.
1.4 Kerangka Teori
Menurut Bruce J. Cohen (1992) yang disebut keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang memiliki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang memiliki hubungan darah, tali perkawinan atau adopsi dan yang hidup bersama-sama untuk periode waktu yang tidak terbatas. Dengan demikian ulasan mengenai kaum kerabat dalam kajian ini mengacu pada pendapat tersebut.
Dalam masyarakat Minangkabau pengertian keluarga adalah kerabat, terdiri dari nenek perempuan dan saudaranya, anak laki-laki dan perempuan dari nenek perempuan terdiri dari ibu dan saudara laki-laki dan perempuan dan seluruh anak ibu dan anak saudaranya yang perempuan (Boestami, dkk 1992 : 40-41). Pengertian keluarga bisa juga disebut dengan “rumah”. Rumah merupakan kesatuan hidup yang terkecil berdasarkan tali darah. Istilah keluarga lebih dikenal dengan sebutan kerabat. Keluarga ibu disebut dengan kerabat ibu dan keluarga ayah disebut dengan kerabat ayah.
Yang termasuk kerabat ibu adalah saudara ibu yang laki-laki dan perempuan beserta anaknya laki-laki dan perempuan. Anak saudara ibu perempuan, baik laki-laki maupun perempuan disebut dengan “dunsanak ibu”. Anak saudara ibu laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan disebut dengan “anak pisang”. Yang termasuk kerabat ayah adalah saudara ayah yang laki-laki dan perempuan. Anak saudara ayah laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan disebut “dunsanak ayah”. Anak saudara ayah perempuan, baik laki-laki maupun perempuan disebut “bako” (Boestami dkk, 1992 : 50).
Di Minangkabau perkawinan itu bukan semata-mata hubungan antara dua orang individu tetapi juga hubungan antara dua kerabat bahkan hubungan seluruh kerabat yang telah berhubungan karena perkawinan itu. Dengan demikian terdapatlah 4 macam hubungan kekerabatan yakni : (1) tali kerabat mamak-kemenakan, (2) tali kerabat suku-sako, (3) tali kerabat induk bako-anak pisang dan (4) rali kerabat andan pasumandan. Tali kedalam, timbul karena pertalian darah, sedangkan hubungan tali kekerabatan yang lain bersifat keluar, timbul karena perkawinan (Navis 1986 : 221).
Dalam tulisan ini pengertian kaum kerabat menunjuk pada semua kaum kerabat tersebut diatas dan ditambah dengan sumando, pabisan yang pengaruh, pretise dan peranannya melebihi masyarakat lainnya, sehingga menempati kedudukan yang lebih tinggi. Hal demikian akan terlihat pada acara perkawinan, kelahiran dan sebagainya.
Di Minangkabau hubungan kekerabatan antara seseorang dengan saudara laki-laki ibunya disebut dengan istilah hubungan kekerabatan “mamak dengan kemenakan”. Mamak merupakan pemimpin oleh sebab itu anak kemenakan amatlah segan, patuh dan hormat padanya. Sekalipun organisasi masyarakat Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan tersebut selalu orang laki-laki dari garis ibu, kekuasaannya juga tidak terlepas dari mufakat seperti bunyi pepatah Minang “kemenakan barajo ka mamak, mamak barajo ka mufakat” artinya kemenakan beraja pada mamak, mamak beraja ke mufakat. Mamak memperoleh pengaruh dan peranannya berdasarkan nilai dan norma adat. Jabatan mamak didapatkan berdasarkan keturunan. Sebelum berlangsungnya upacara perkawinan mamak telah menjalankan peranan, segala sesuatunya dibawah pengawasan mamak.
Sesuai dengan fungsi dan tugas mamak dalam kekerabatan garis ibu, maka mamak dapat diklasifikasikan atas 3 yaitu mamak rumah, mamak kaum dan mamak suku. Atas pembagian tersebut yang menjadi kajian dalam tulisan ini adalah mamak rumah. Mamak rumah adalah saudara kandung ibu yang laki-laki atau garis ibu “serumah gadang”. Tugasnya adalah memelihara, membina dan memimpin kehidupan jasmaniah dan rohaniah kemenakannya. Oleh karena itu ia menguasai sejumlah potensi produktif keluarga, yang dikerjakan keluarga (Paruik) termasuk harta pusaka keluarga. Mamak rumah disebut juga dengan “Tungganai” dan dipanggil dengan istilah Datuak (yang mulia). (Koentjaraningrat, 1981: 244-246 dalam Yahya Samin SmHk dkk, 1995 : 41).
Masyarakat Minangkabau hidup dalam berkelompok-kelompok yang disebut dengan suku. Konsepsi suku bisa berarti geneologis dan bisa pula berarti teritorial. Dalam sebuah nagari terdapat minimal 4 buah suku dan setiap suku itu terdiri dari beberapa paruik. Dalam pelaksanaan bermacam-macam upacara orang yang sesuku terlibat langsung, mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab yang telah diatur menurut adat daerah yang bersangkutan.
Induk bako adalah sebutan terhadap saudara ayah yang perempuan. Di Kanagarian Pangkalan Kota Baru istilah tersebut lebih akrab disebut dengan “bako”. Di kalangan bako kedudukan anak sangat dihormati sebagai anak mereka sendiri. Walaupun hubungan antara ayah dan ibunya telah terputus seperti perceraian atau meninggal dunia, namun hubungan anak dengan bako tetap erat. Bako memegang peranan penting terhadap anak pisangnya, segala kegiatan yang berhubungan dengan upacara daur hidup anak pisangnya selalu dihadiri dan dilaksanakan oleh wanita-wanita kerabat bako.
Hubungan andan pasumandan terjadi karena salah seorang anggota keluarga suatu rumah, rumah gadang atau kampung kawin dengan seorang anggota keluarga suatu rumah, rumah gadang atau kampung lain. Mereka ini juga terlibat dalam kegiatan upacara-upacara yang dilakukan oleh salah satu rumah, rumah gadang atau kampung yang telah berhubungan tersebut.
Sumando adalah sebutan untuk suami. Dalam struktur adat Minangkabau menetapkan bahwa suami bermukim disekitar pusat kediaman kaum kerabat istri atau dalam lingkungan kerabat istri yang lazim disebut dengan sistem matri-local. Status suami dianggap sebagai “tamu terhormat” atau sebagai pandatang. Sebagai pendatang (urang sumando) kedudukannya sangat lemah, digambarkan secara dramatis bagaikan “abu di atas tungku”. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat empat penilaian terhadap sumando yakni : sumando ninik mamak, sumando kacang miang, sumando bapak paja, dan sumando lapiak buruak (Navis, 1984 : 212).
Unsur lain dalam kekerabatan adalah pabisan, seluruh kerabat ibu yang perempuan merupakan besan oleh ipar dari pihak kerabat istri anaknya. Kerabat menantu perempuan sama disebut sebagai besan dengan kerabat sumando. Besan dipihak menantu perempuan dikatakan sebagai besan menurun sedangkan yang dipihak sumando dikatakan besan mendaki (Navis, 1984 : 217)
Secara formal semua kaum kerabat (kecuali mamak) dapat menjalankan tugasnya setelah mendapat persetujuan mamak. Atas dasar itu mereka mempunyai kekuasaan untuk mengatur berbagai tugas yang akan dilaksanakan menurut bidangnya masing-masing. Kaum kerabat menjalankan perannya berdasarkan nilai dan aturan yang bersifat teknis operasional yang berkaitan langsung dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
Sistem kekerabatan di Minangkabau menyebabkan seseorang itu mempunyai kedudukan ganda. Seorang laki-laki adalah mamak bagi anak-anaknya dan sumando bagi kerabatnya istrinya. Demikian juga perempuan, dia ibu bagi anak-anaknya, induk bako bagi anak saudara laki-lakinya dan ipar besan bagi kerabat suaminya. Terhadap saudara ayah/ibu baik laki-laki maupun perempuan terdapat hubungan yang sangat erat. Mereka mempunyai peranan penting terutama terhadap pelaksanaan bermacam-macam upacara (upacara daur hidup).
Ulasan mengenai peranan (role) tidak dapat dipisahkan dengan uraian mengenai kedudukan (status) karena peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan sebaliknya. Kedudukan seseorang dalam suatu sistem sosial merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat seseorang dalam sistem itu. Sedangkan peranan menunjukkan pada fungsi dan penyesuaian diri dalam suatu proses. Kedudukan dalam suatu sistem sosial dapat diperoleh melalui empat cara yaitu (1) Kedudukan diperoleh karena kelahiran (ascribed status), (2) Kedudukan diperoleh karena memiliki kemampuan dan kelebihan khusus (achieved status), (3) Keududkan diperoleh karena pemberian yang bersifat pribadi (assigned status) dan (4) Kedudukan yang diperoleh secara ilmiah (natural status) (Prof. Dr. H. LA. Ode Abdul Rauf. M.S , 1999 : 17).
Peranan itu menunjukkan pada seperangkat harapan dalam suatu interaksi antara seseorang yang menduduki suatu posisi dalam suatu kelompok dan orang lain yang menduduki posisi yang saling berkaitan. Dengan demikian tidak akan ada peran seseorang tanpa diikuti oleh peran orang lain. Bicara masalah peranan sangat erat hubungannya dengan berbagai konsep antara lain tentang seseorang yang melakukan aksi (aktor) dan orang lain sebagai lawan akti (alters). Dalam suatu interaksi ditentukan atas dasar saling keterkaitan peran mereka.
Berbagai peranan kaum kerabat dalam upacara perkawinan dapat dirumuskan sebagai pengambil kebijakan dan sebagai pelaksana. Sebagai pengambil kebijakan berwujud sebagai kegiatan memikirkan bagaimana mengusakan berbagai keperluan dalam pelaksanaan upacara. Kemudian mengarahkan semua personil yang ada sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Dalam rangka mensukseskan suatu upacara perkawinan, kaum kerabat sangat berperan dan bantuannya sangat diharapkan. Mereka terlibat langsung dan bekerja sama selama berlangsungnya upacara tersebut.
Menurut alam pikiran orang Minangkabau pelaksanaan upacara perkawinan perlu dilakukan. Upacara perkawinan mengandung dua jenis kegiatan yakni kegiatan agama (mengucap Ijab Kabul) dan kegiatan adat (makan bersama). Kedua kegiatan tersebut menyatu dalam suatu upacara. Bagi ahli antropologi upacara agama sangat penting artinya, karena banyak diantara mereka menganalisa bahawa agama berangkat pertama kali dari upacara tersebut. Hal ini disebabkan upacara merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, upacara itu suatu yang nyata dan ada tampak keadaannya. Upacara agama itu berperan penting untuk mencapai tujuan hidup manusia. Seperti apa yang dikatakan oleh Fruesz, bahwa pusat dari tiap-tiap sistem kepercayaan di dunia ini adalah upacara, dan melalui kekuatan-kekuatan yang dianggapnya berperan dalam tindakan seperti itu manusia mengira dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan hidupnya baik materil maupun spirituil (Koentjaraningrat 1982 dalam Zulkarnain H. 1989 : 12).
Upacara perkawinan itu merupakan pemberitahuan lisan kepada irang banyak bahwasanya yang bersangkutan itu telah resmi menjadi suami istri. Sehingga hubungan mereka tidak dipandang negatif lagi oleh masyarakat sekitarnya. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan banyak memerlukan tenaga guna menyiapkan bermacam-macam keperluan. Mengingat banyaknya tenaga yang diperlukan, maka kaum kerabatlah yang lebih utama dikerahkan dan baru dibantu oleh masyarakat sekitarnya. Partisipasi masyarakat juga diharapkan karena tidak semua pekerjaan itu harus dikerjakan oleh kaum kerabat. Pada pelaksanaan upacara perkawinan tersebut terlihatlah betapa pentingnya peranan kaum kerabat. Pada pelaksanaan upacara perkawinan tersebut terlihatlah betapa pentingnya peranan kaum kerabat dan betapa pentingnya peranan kaum kerabat dan bantuan masyarakat sekitarnya demi meringankan pekerjaan itu seperti bunyi pepatah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”.
Ketika baralek penghulu dan kapak ambai duduk bersama-sama mereka berada di kiri dan kanan penghulu menghadap ke para tamu. Mereka duduk ditempat khusus yaitu di paling ujung. Tempat duduknya diatas sebuah kasur yang telah dialas dengan permadani sehingga tampak rapi. Dalam bercakap penghulu dipanggil dengan datuk, kapak ambai dipanggil dengan mamak nan ba ompek, mamak yang lainnya dipanggil ninik mamak nan basamo sedangkan rang sumando dipanggil dengan ibu bapo sarapeknyo.
Nama-nama suku yang 5 tersebut adalah suku Caniago, Pitopang, Piliang, Mandahiliang dan Domo. Suku Pitopang disebut dengan Pitopang 4 ninik karena terpecah menjadi 4 yaitu : Pitopang Dt. Sibijayo, Pitopang Dt. Bosa, Pitopang Dt. Bandaro dan Pitopang 3 Batu. Suku Mandahiling pecahannya suku Melayu, sedangkan suku Domo pecahannya Domo Dt Majo dan Domo Dt Pangulu Bosa. Jadi nama gelar penghulu yang 12 orang itu adalah :
1. Datuk Sibijayo sebagai pucuk nagari
2. Datuk Bosa
3. Datuk Bandaro
4. Datuk Manso
5. Datuk Patiah
6. Datuk Paduko Indo
7. Datuk Majo Indo
8. Datuk Tunggang
9. Datuk Rajo Melayu
10. Datuk Majo
11. Datuk Panghulu Bosa
12. Datuk Mangkuto
BAB II
DESKRIPSI UPACARA PERKAWINAN
2.1 Nama dan Tahap-Tahap Upacara
A. Nama Upacara
Di Kanagarian Pangkalan Koto Baru terdapat bermacam-macam upacara, salah satunya adalah upacara perkawinan. Upacara perkawinan mempunyai rangkaian kegiatan yang cukup menarik, waktu dan tenaga serta biaya yang sangat banyak. Sebelum berlangsungnya upacara perkawinan di dahuluio dengan kegiatan pencarian jodoh. Pada masa dahulu bahkan sampai sekarang masalah jodoh ada yang masih di carikan oleh kaum kerabat.
Masalah perjodohan di Kanagarian Pangkalan Koto Baru selain oleh kaum kerabat juga ada sarana yang sangat menunjang yaitu acara patang balimau, tadarus di bulan puasa dan balerong setelah hari raya Idil Fitri. Acara patang balimau merupakan tradisi yang tak pudar sampai saat ini. Di acara patang balimau merupakan tradisi yang pudar sampai saat ini. Di acara patang balimau itu baik pemuda-pemudi, anak-anak maupun orang tua-tua ikut memeriahkannya. Acara patang balimau berlangsung pada satu tempat yaitu di tepi sungai (pertemuan dua buah sungai, sungai batang mahat dan sungai buluh kasok). Acaranya meriah disertai dengan penampilan beberapa buah mimbau dan pacu sampan. Disanalah mereka bertemu dan saling pandang memandang. Di hari patang balimau para perantau juga berkesempatan pulang kampung untuk menyaksikan atraksi tersebut sekaligus bersilaturrahmi dengan sanak famili. Pada kesempatan itu kadang-kadang mereka (muda-mudi) juga menemukan jodohnya.
Bermula kenalan di patang balimau dilanjutkan dengan disela-sela acara tadarus dimalam bulan puasa dan diakhiri dengan balerong membuat hubungan mereka semakin akrab. Keakraban itulah yang akhirnya dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Terhadap hal yang demikian yang bersangkutan bisa memberi tahu pada kaum kerabatnya untuk ditindak lanjuti. Tetapi ada juga sebagian orang yang menyerahkan seutuhnya pada kaum kerabatnya. Selain jodoh atas pilihan sendiri ada juga yang dijodohkan yaitu kawin dengan anak mamak. Kawin dengan anak mamak atau pulang ka bako masih dianggap perkawinan yang ideal, sehingga sampai saat ini masih banyak ditemukan yang demikian.
B. Tahap-Tahap Upacara
Upacara perkawinan menurut adat istiadat kenagarian Pangkalan Koto Baru berlangsung dalam beberapa tahap yaitu :
- Mufakat
Mufakat adalah suatu proses yang dilakukan oleh anggota keluarga guna mendapatkan persetujuan untuk melakukan sesuatu. Mufakat dalam rangka hendak meminang seseorang adalah langkah awal dalam pelaksanaan upacara perkawinan
- Meminang
Meminang adalah suatu proses melakukan kunjungan ke rumah calon marapulai dengan maksud membuat ikatan secara resmi. Did aerah Sumatera Barat umumnya dan Pangkalan Koto Baru khususnya bahwa meminang (melamar) dilakukan oleh keluarga anak daro (keluarga perempuan)
- Mufakat Kampung
Mufakat kampung adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh keluarga anak daro/marapulai dengan melibatkan orang sekampung. Mufakat diadakan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan suatu upacara perkawinan yang akan dilangsungkan.
- Akad Nikah
Akad nikah adalah suatu proses pengucapan ijab kabul yang dilakukan oleh calon suami dihadapan tuan kadhi / KUA dan para saksinya. Pelaksanaan akad nikah dilakukan di tempat khusus seperti di masjid dan disaksikan oleh orang beramai-ramai.
- Baarak Bako
Baarak bako merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh induk bako dan kaum kerabatnya. Baarak bako berlangsung dari rumah induk bako menuju rumah marapulai / anak daro. Baarak bako dilakukan secara beramai-ramai dalam suatu arak-arakan dan disaksikan oleh orang sepanjang jalan.
- Kenduri / Baralek (Menjemput dan Menanti Marapulai)
Kenduri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam rangka peresmian pernikahan yang sedang berlangsung. Kenduri diadakan dalam rangka menjemput marapulai (oleh keluarga anak daro) dan mengantar marapulai (oleh keluarga marapulai). Dengan demikian dalam kenduri terdapat dua kegiatan pokok yaitu menjemput dan mengantar marapulai.
- Pulang Malam
Pulang malam adalah suatu istilah untuk menyebutkan suatu proses menjelang selesainya upacara perkawinan. Pulang malam dilakukan oleh marapulai bersama dengan panginangnya. Pulang malam berlangsung dalam beberapa hari sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
- Manjalang Mintuo
Manjalang mintuo adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak daro bersama kaum kerabatnya. Manjalang mintuo dilakukan dalam rangka kunjungan pertama anak daro ke rumah marapulai, sekaligus bertatap muka dengan kaum kerabat marapulai. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama dalam suatu arak-arakan menuju rumah marapulai. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama dalam suatu arak-arakan menuju rumah marapulai. Rombongan tersebut akan dilihat oleh orang-orang yang berada di sepanjang jalan yang dilaluinya.
- Maulang Jajak
Maulang jajak artinya melakukan kunjungan ulang ke rumah marapulai dalam hari yang sama. Maulang jajak adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak daro dengan beberapa orang kaum kerabat dan temannya. Kegiatan maulang jajak merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan manjalang mintuo.
2.2 Maksud Dan Tujuan Upacara
1. Mufakat
Mufakat adalah suatu pertemuan yang dilakukan oleh keluarga dalam rangka persiapan untuk meminang. Mufakat seperti ini biasanya hanya dihadiri oleh keluarga terdekat saja yang dipimpin oleh mamak rumah. Yang disebut dengan mamak rumah di sini adalah saudara ibu yang laki-lai. Mufakat dalam keluarga dilakukan ketika orang yang akan dipinang sudah jelas identitasnya. Pada kesempatan ini mereka berunding untuk menentukan kapan waktu meminang dan siapa yang akan diutus. Mufakat dilakukan pada malam hari di rumah keluarga yang bersangkutan. Pelaksanaan mufakat seperti itu tidak melakukan persiapan apapun, karena mufakatnya berlangsung secara sederhana.
2. Meminang
Meminang dimaksudkan untuk membuat ikatan secara resmi antara marapulai dan anak daro. Dengan demikian telah terjadi perjanjian antara keluarga marapulai dan anak daro. Tujuan diadakan meminang adalah agar calon marapulai dan calon anak daro tidak lagi mempunyai perhatian khusus terhadap seseorang kecuali mereka berdua. Artinya mereka tidak boleh melakukan hubungan istimewa/khusus dengan seorang wanita/laki-laki lain.
Orang-orang yang terlibat dalam proses meminang tidaklah terlalu banyak, hanya beberapa orang saja. Orang-orang tersebut seperti mamak, rang sumando, mak odang (saudara ibu senenek), perempuan setengah baya. Saat meminang ada yang membawa mamak dan ada yang tidak. Hal ini tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak. Mamak yang pergi meminang itu bukanlah mamak tungganai (saudara ibu), melainkan mamak senenek. Yang tidak boleh tertinggal adalah juru bicara. Saat meminang nanti harus ada satu orang yang akan menyampaikan maksud kedatangan tersebut. Juru bicara itu hendaklah orang yang betul-betul menguasai seluk beluk bertutur kata dan tidak cacat secara adat dalam kampung yang bersangkutan. Acara pinang meminang berlangsung di rumah calon marapulai, yang dilakukan oleh keluarga anak daro.
3. Mufakat Kampung
Mufakat kampung, dimaksudkan untuk memberitahukan kepada orang sekampung bahwa keluarga yang bersangkutan akan mengadakan upacara perkawinan. Tujuan diadakan mufakat untuk mencari kata sepakat dalam rangka melaksanakan upacara perkawinan. Mufakat disini berlangsung setelah meminang, dimana mereka akan menentukan hari pernikahan dan berlangsungnya kenduri. Mufakat ini melibatkan orang sekampung, penghulu dan ninik mamak nan ba ompek (yang empat orang). Yang menghadiri mufakat adalah laki-laki dan perempuan (terutama keluarga terdekat) yang sudah dewasa (sudah bekeluarga).
Mufakat diadakan di rumah masing-masing (rumah anak daro dan marapulai). Waktu pelaksanaannya tergantung pada keluarga yang bersangkutan. Yang biasanya mufakat diadakan dua minggu menjelang nikah. Mufakat boleh dilakukan siang hari atau malam hari. Siang hari dilakukan antara jam 14.00 s/d menjelang shalat Ashar, sedangkan malam hari diadakan setelah shalat Isya. Pelaksanaan mufakat dipimpin oleh ibu bapo.
4. Akad Nikah
Pengucapan akad nikah, dimaksudkan sebagai bukti bahwa telah ada ikatan remi antara marapulai dan anak daro. Pengucapan akad nikah bertujuan untuk menghalalkan yang haram seperti hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian mereka sudah mempunyai ikatan resmi yang disaksikan oleh kaum kerabat dari kedua belah pihak. Sejak saat itu mereka sudah resmi menjadi suami istri dan kepadanya sudah dipikulkan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam membina rumah tangganya.
5. Baarak Bako
Baarak Bako maksudnya adalah pada bako dan kerabatnya datang ke rumah anak daro / marapulai. Kedatangan mereka bertujuan untuk memberikan sesuatu kepada anak daro/marapulai sebagai pertanda bahwa mereka ikut bergembira dan memberi doa restu atas pernikahan tersebut. Baarak bako dilakukan siang-sore hari (antara jam 14.00 – 16.00) yang berlangsung dari rumah bako ke rumah anak daro / marapulai.
Sehari sebelum kenduri / menjemput marapulai, para bako dan kaum kerabat pihak bako datang ke rumah anak daro/marapulai. Mereka datang bersama-sama dalam suatu arak-arakan. Jumlah yang datang itu tidak terbatas tergantung pada keluarga yang bersangkutan. Bila keluarga itu termasuk keluarga besar (kambang)/banyak keturunannya maka yang datang itu banyak pula dan sebaliknya.
6. Kenduri Baralek (Menjemput dan Menanti Marapulai)
Secara umum kenduri diadakan dengan maksud menjamu orang sekampung dalam rangka peresmian upacara perkawinan sekaligus memberi doa restu kepada kedua penganten. Tujuan diadakan kenduri agar orang sekampung mengetahui bahwa orang yang bersangkutan (marapulai dan anak daro) telah resmi menjadi suami istri. Kegiatan ini melibatkan orang sekampung bahkan orang diluar kampung pun di panggie (diundang). Dalam pelaksanaan kenduri terdapat dua rangkaian kegiatan pokok yaitu menjemput marapulai dan mengantar marapulai.
7. Pulang Malam
Pulang malam adalah suatu istilah terhadap marapulai baru, kegiatan itu dilakukan bersama beberapa orang panginang. Pulang malam maksudnya marapulai pulang kerumah anak daro pada waktu tertentu seperti makan siang dan malam hari. Untuk makan siang marapulai dan panginangnya pulang sekitar jam 12.00 – 13.00 dan pulang malamnya setelah shalat Isya. Saat dia pulang didampingi oleh beberapa orang panginangnya. Kegiatan ini berlangsung dalam beberapa hari dengan tujuan agar mereka lebih akrab dan tidak merasa canggung nantinya. Selain itu juga sebagai ajang latihan bagi marapulai untuk mengenal satu persatu kaum kerabat dilingkungan kerabat di lingkungan istrinya. Sehingga saat dia barada di rumah nanti tidak canggung bergaul dengan istri dan kerabatnya.
8. Manjalang Mintuo
Manjalang mintuo maksudnya adalah anak daro beserta kaum kerabatnya mendatangi rumah marapulai. Tujuannya adalah untuk memberitahukan kepada orang banyak bahwa yang bersangkutan telah mempunyai menantu (bagi mertua) dan sebaliknya. Kegiatan ini dilakukan oleh anak daro dan kaum kerabatnya ke rumah orang tua marapulai. Kegiatan ini merupakan suatu proses dimana anak daro dan kaum kerabatnya bersilaturrahmi ke rumah marapulai guna mempererat hubungan dan sebagai pertanda bahwa kedua keluarga sudah ada ikatan lahir batin.
Manjalang mintuo biasanya dilakukan pada siang-sore hari antara jam 14.00 – 16.00. pakaian yang dipakai anak daro saat itu sama dengan yang dipakainya pada hari kenduri. Pendamping anak daro dan para pengiringnya memakai pakaian dan perhiasan yang serba mewah. Orang-orang yang ikut menjalang mintuo adalah kaum kerabat terdekat dari anak daro yang semuanya adalah perempuan yang sudah bekeluarga. Pergi manjalang mintuo orang tua anak daro tidak ikut dia hanya sekedar melepas keberangkatan rombongan tersebut.
9. Maulang Jajak
Maulang jajak maksudnya adalah sebagai pertanda bahwa hubungan anak daro dengan keluarga marapulai sudah akrab. Mereka sudah saling berkunjung mengunjungi dan mulai saat itu mereka akan saling kunjung mengunjungi. Kegiatan ini dilakukan pada malam hari setelah shalat Maghrib. Kegiatan maulang jajak merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan manjalang mintuo. Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dari rangkaian upacara perkawinan, dimana setelah itu marapulai telah resmi (menurut adat setempat) tinggal di rumah anak daro.
2.3 Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan suatu upacara diperlukan persiapan yang matang. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara mestilah dipersiapkan sebelumnya. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan perlengkapan yang harus disediakan oleh tuan rumah adalah penyediaan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk semua kegiatan. Baik dalam rangka persiapan sebelum hari H maupun untuk acara hari H. persiapan yang dilakukan oleh tuan rumah tidak saja pada bahan pokok untuk makan dan minum tetapi juga perlengkapan rumah dan perlengkapan untuk anak daro / marapulai.
Masing-masing rangkaian kegiatan itu memerlukan perlengkapan, mulai dari meminang sampai maulang jajak. Untuk kegiatan meminang perlengkapan yang dibutuhkan adalah berupa makan yang akan dibawa ke rumah calon marapulai. Untuk pergi meminang diutuslah beberapa orang utusan sebagai wakil dari keluarga yang bersangkutan. Perlengkapan yang dibawa oleh orang utusan itu adalah kampie sirih lengkap dengan isinya dan makanan. Makanan yang dibawa untuk meminang biasanya adalah katupek sari kayo atau roti caca.
Saat meminang di samping membawa kampie sirih yang tidak boleh ketinggalan adalah membawa makanan sebagai pendamping kampie sirih. Melihat dari jenis makanan yang dibawa itu maka muncullah istilah adanya meminang secara sederhana dan meminang secara sederhana dan meminang secara besar-besaran. Perbedaan ini terjadi karena faktor kemampuan terutama dari segi ekonomi. Di mana pada saat meminang cara biasa makanan yang dibawa berupa ketupat sari kayo, sedangkan cara yang satu lagi membawa makanan berupa roti coca. Adanya perbedaan seperti itu dilihat dari segi kebesaran makanan tersebut. Besar disini bukan dalam arti harga beli melainkan makanan itu. Menurut masyarakat Koto Tangah makanan roti coca adalah makanan kebesaran yang biasa dijasikan untuk penghulu, ninik mamak, tamu kehormatan dan acara resmi lainnya.
Jika meminang dengan membawa makanan roti coca, maka orang utusannya sebanyak 6 orang yaitu dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Yang laki-laki itu adalah ninik mamak dan rang sumando. Sedangkan yang empat orang perempuan adalah kaum kerabat ibu yang terdekat (seperti mak odang) dan orang lain yang masih sesuku dan agak terpandang di kampung tersebut. Empat orang perempuan itu sudah setengah baya (tua). Jika meminang dengan membawa katupek sari kayo, maka urang utusannya sebanyak 4 orang yaitu satu orang laki-laki (rang sumando) dan tiga orang perempuan. Orang perempuan tersebut sama ciri-cirinya dengan di atas.
Orang-orang utusan itu adalah orang-orang yang dianggap cakap dan tidak cacat secara adat dalam kampung yang bersangkutan. Mereka ini adalah masih satu suku semuanya, karena disana dalam pelaksanaan upacara perkawinan orang-orang yang terlibat dalam bermacam-macam pekerjan adalah lingkungan kerabat sendiri. Ini dikenal dengan istilah maongok indak kalua badan (bernafas tidak keluar badan)
Sedangkan perlengkapan yang disediakan oleh pihak marapulai adalah jamuan makanan dan nasi. Disamping itu mereka juga menyediakan beberapa macam barang-barang yang akan diberikan pada orang utusan anak daro sebagai balasan dari makanan yang dibawanya. Barang-barang tersebut adalah :
- Beras kira-kira dua gantang (4 ltr).
- Pisang batu dua sisir.
- Kain panjang satu helai.
- Karambie (kelapa) setali (satu jinjing) yaitu sebanyak dua buah utuh dengan kulitnya.
Persiapan dalam rangka mufakat adalah mamanggie orang yang akan menghadiri mufakat. Orang yang dipanggie itu adalah laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu sebelum hari mufakat tuan rumah anak daro/marapulai telah mencari orang yang akan mamanggie. Untuk mamanggie diperlukan ¾ orang laki-laki dan ¾ orang perempuan. Kemudian menyediakan perlengkapan untuk mamanggie berupa rokok (untuk yang laki-laki) dna kampie sirih (untuk yang perempuan). Yang tak kalah penting lagi persiapan yang dilakukan menjelang mufakat adalah membenahi rumah. Di mana rumah tersebut telah dipasangkan hiasan berupa badan dinding, langit-langit, lamin/tirai dan sebagainya. Pokoknya rumah tersebut sudah penuh dengan hiasan dan seperti rumah orang kenduri. Selain persiapan tersebut persiapan lain adalah menyediakan makan ringan yang akan disuguhkan saat berlangsungnya mufakat. Makanan khas yang baisa disajikan adalah lemang. Oleh sebab itu beberapa hari sebelum mufakat dibuatlah lemang.
BAB III
PERANAN KAUM KEKERABAT DALAM UPACARA PERKAWINAN
3.1 Pengantar
Berbicara masalah peranan (role) tidak lepas dari status/kedudukan, karena peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan dan tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan seseorang dalam suatu sistem sosial merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat seseorang dalam sistem itu. Sedangkan peranan penunjuk pada fungsi dan penyesuaian diri dalam suatu proses. Misalnya seorang laki-laki di Minangkabau setelah dia bekeluarga dan mempunyai anak, berarti ia telah mempunyai kedudukan sebagai ayah. Kemudian dia menjalankan dan kewajibannya selaku kepada keluarga, ini berarti dia melakukan peranan. Misalnya dia mampu saudara perempuan yang telah mempunyai anak, berarti dia telah memperoleh kedudukan sebagai mamak. Selanjutnya disaat anak saudara perempuannya (kemenakan) hendak melangsungkan perkawinan, dia lah yang mengurus segala sesuatunya, pengorbanannya banyak sekali tidak saja tenaga uang pun juga. Dalam hal ini dia menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai mamak, berarti dia melakukan peranan yang bersumber dari status mamak.
Dengan demikian peranan seseorang itu sangatlah penting teruama dalam melakukan suatu acara yang melibatkan orang banyak. Salah satu contohnya pada upacara perkawinan, dimana semua kaum kerabat jauh dan dekat mempunyai peranan. Pada umumnya pelaksana teknis dalam upacara perkawinan itu adalah irang-orang yang ada hubungan dengan keluarga yang bersangkutan. Mereka itu mempunyai kedudukan yang diperoleh secara alamiah (natural status) seperti ayah, ibu, kakak, mamak, induk bako dan sebagainya.
Yang termasuk kaum kerabat dalam masyarakat Minangkabau adalah orang yang mempunyai hubungan, baik hubungan bertalian darah maupun hubungan secara adat. Kaum kerabat menurut hubungan darah adalah saudara kandung, saudara ibu, nenek dan saudara ayah yang terjadi karena perkawinan. Kaum kerabat seperti ini tergolong kaum kerabat berhubungan dekat. Kaum kerabat menurut adat adalah orang yang sesuku, sekampung semuanya termasuk kaum kerabat hubungan jauh. Kaum kerabat tersebut adalah mamak kemenakan, suku-sako, induk bako-anak pisang, andan-pasumandan.
Kaum kerabat tersebut di atas semuanya terlibat dalam pelaksanaan suatu upacara perkawinan. Keterlibatan mereka tentu berbeda sesuai dengan posisinya. Kaum kerabat terdekat akan lebih banyak yang harus ditanggulanginya dibandingkan dengan kaum kerabat jauh. Dalam pelaksanaan suatu upacara perkawinan peranan kaum kerabat sangat penting, dimana suksesnya acara tersebut tergantung pada keikutsertaan mereka baik dari segi pemberian dana maupun tenaga yang disumbangkannya. Keikutsertaan mereka tidak saja pada hari berlangsungnya upacara melainkan sejak masa persiapan sampai selesainya upacara. Untuk lebih jelasnya peranan masing-masing kaum kerabat dalam pelaksanaan upacara perkawinan seperti uraian berikut ini.
3.2 Mamak Kemenakan
Seorang mamak mempunyai tugas dan tanggung jawab berat dalam pelaksanaan upacara perkawinan mamak yang bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan upacara perkawinan adalah mamak Tungganai (saudara ibu yang laki-laki) yang disebut juga dengan mamak senenek yang disebut juga dengan mamak di rumah lain / tidak serumah. Sekalipun dengan mamak tersebut berlainan rumah tetapi keterlibatanya sama dengan mamak Tungganai. Hanya saja mamak tersebut dari segi pekerjaan fisik lebih ringan. Mamak Tungganai menangani segala macam keperluan mulai dari masa persiapan sampai selesainya acara.
Mamak Tungganai sebagai seorang yang dituakan di rumah tersebut memegang peranan yang sangat penting. Atas seizin dia segala sesuatu yang hendak dilakukan. Oleh sebab itu keberadaannya sangat dibutuhkan, sehingga dia harus selalu berada di tempat apalagi menjelang hari perjamuan. Pekerjaannya mulai saat mau meminang sampai selesai upacara perkawinan. Saat mau meminang mamak Tungganai menghubungi mamak senenek untuk pergi meminang, karena meminang itu disertai dengan seorang mamak, rang sumando dan beberapa orang perempuan. Jika mamak senenek itu ada beberapa orang maka yang menjadi utusan pergi meminang adalah yang paling tua disegani dan punya karisma atau yang muda, dihormati, berpengalaman dalam berbagai hal.
Segala kebutuhan yang diperlukan untuk meminang dipenuhi oleh keluarga yang bersangkutan (terutama oleh mamaknya). Biasanya mulai saat itu mamak sudah menyediakan sejumlah dana guna memenuhi segala kebutuhan seperti penyediaan bahan-bahan pembuatan makanan yang akan dibawa untuk meminang. Orang yang akan pergi meminang sebelumnya telah diberitahukan pada mamak dan saat mereka mau berangkat mamaklah yang melepasnya. Sekembalinya mereka meminang segala masalah yang dibicarakan diberitahukan pada mamak tersebut. Kemudian baru mamak mengatur pekerjaan selanjutnya sampai hari berlangsungnya upacara perkawinan.
Menjelang hari perjamuan mamak Tungganai dan mamak lainnya serta ombak dan rang sumando di atas rumah mulai memempersiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan perjamuan. Mereka mulai merancang segala bahan dan peralatan yang dibutuhkan, penetapan hari mufakat sebagai langkah awal dalam pelaksanaan perjamuan upacara perkawinan. Mamak Tungganai, mamak lainnya dan ombak akan akan mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk menunjang suksesnya upacara tersebut. Biasanya kebutuhan pokok seperti untuk makan dan minum dan peralatan kamar dipenuhi oleh mamak dan ombak, di samping orang tuanya juga ikut serta didalamnya.
Beberapa hari sebelum mufakat pihak keluarga menyuruh 3-4 orang pemuda kampung dan 3-4 orang perempuan muda (sudah bekeluarga) untuk pergi mamanggie. Orang-orang yang akan dipanggie terlebih dahulu ditentukan oleh keluarga yang bersangkutan. Disamping itu di rumah yang bersangkutan sudah mulai ada kesibukan yaitu memasang langik-langik, badan dinding dan lamin. Pekerjaan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam kaum tersebut. Pekerjaan seperti itu belum melibatkan orang lain, dan bisa diangsur-angsur oleh kaum yang bersangkutan.
Dua atau tiga hari menjelang mufakat diadakanlah pembuatan lemang. Pembuatan lemang sudah mulai melibatkan orang kampung seperti untuk mencari bambu, membersihkan bambu, menumbuk beras dan memasak lemang. Pada masa dahulu semua pekerjaan itu selalu dilakukan dengan cara gotong royong. Yang laki-laki pergi mencari bambu sementara yang perempuan menumbuk beras jadi tepung. Begitu juga saat membuat lemang, mengaduknya oleh yang peremuan, membakarnya sama-sama laki-laki dan perempuan. Pekerjaan ini sangat menyenangkan, sambil menunggu lemang masak mereka ngobrol bersenda gurau apalagi bagi yang sudah lama tidak bertemu.
Dalam upacara perkawinan istri mamak memegang pekerjaan tertentu seperti manjamba (membuat jamba/hidangan), mencuci kaki marapulai. Di ahri perjamuan itu istri mamak berada di atas loteng rumah atau di ruangan khusus guna membuat jamba. Pada masa dahulu membuat jamba dilakukan di atas loteng rumah karena ruangan bawah sudah penuh dengan peralatan lain. Membuat jamba memerlukan tempat khusus agar jamba yang telah tersedia tidak mudah diganggu orang karena kesibukannya hilir mudik.
Untuk membuat jamba istri mamak juga dibantu oleh istri ombak yang dipanggil dengan kak dusi, kak sama dengan kakak, dusi sama dengan padusi atau perempuan. Mereka inilah yang bertanggung jawab soal jamba sampai selesainya perjamuan. Dengan demikian mereka tetap tetap berada di atas loteng sampai selesainya jamba. Jamba yang telah disusun dalam talam, satu persatu dikirim kebawah guna di tata diruang juma dan tempat lain dimana tamu nantinya duduk. Semua tempat yang disediakan untuk tamu disediakan pula jamba secukupnya, agar saat mereka datang tidak ada lagi jamba yang kurang.
Ketika rombongan arak-arakan marapulai datang salah seorang istri mamak sudah berada di tangga rumah. Di sana sudah tersedia peralatan pencuci kaki marapulai. Begitu marapulai sampai di di tangga rumah bukak sepatu, kakinya di cuci oleh istri mamak dan setelah itu baru naik ke rumah. Mencuci kaki ini adalah sebagai simbol bahwa orang yang baru naik ke rumah itu adalah orang yang bersih dan suci.
Sebagai rang sumando peranannya dalam pelaksanaan upacara perkawinan sangat penting. Suatu kaum mempunyai beberapa orang rang sumando. Jadi setiap rang sumando itu mempunyai tugas berbeda. Oleh sebab itu rang sumando harus mengerti dan memahami benar tentang itu agar tidak mendapat malu.
3.3 Suku – Sako
Tali kerabat suku sako dikenal sebagai hubungan kerabat yang bersumber dari sistem kekerabatan genologis yang berstel matrilineal pada lingkungan kehidupan sosial sejak dari rumah sampai ke nagari yang lazim disebut suku. Jadi dalam satu nagari itu terdiri dari beberapa suku dan orang yang sesuku itu dianggap badunsanak (famili). Artinya orang yang sesuku tidak boleh kawin, tetapi ada pula daerah tertentu bahwa orang yang sesuku boleh kawin asalkan tidak sepayung. Terhadap hal itu di Koto Tangah berlaku keduanya.
Ketika berlangsungnya suatu upacara perkawinan orang-orang yang sesuku juga mempunyai peranan penting. Mereka juga memberikan bantuannya berupa materil dan moral. Bantuan materil akan diberikannya saat menghadiri mufakat. Boleh dikatakan bahwa semua orang-orang yang hadir mufakat ikut memberikan sejumlah dana yang akan digunakan untuk baralek. Besarnya dana yang diberikan tergantung pada hubungan mereka, yang jelas setiap orang memberikan bantuan. Bantuan itu bisa diberikan langsung atau menyusul kemudian.
3.4 Induk Bako Anak Pisang
Tali kerabat induk bako anak pisang adalah hubugan kekerbatan antara seorang anak dengan saudara perempuan bapaknya atau hubungan saudara laki-lakinya. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan induk bako dan anak pisang mempunyai peranan penting. Andaikan anak pisang yang melangsungkan pernikahan, maka induk bako termasuk sipangka. Si pangka disini bukan berarti di rumah induk bako berlangsungnya upacara perkawinan melainkan induk bako yang datang ke rumah anak pisang tersebut. Di sana induk bako akan melakukan pekerjaan tertentu sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.
Keterlibatan induk bako tidak saja pada hari baralek melainkan sebelumnya sejak proses peminangan. Meminang induk bako tidak ikut serta tetapi dia diberitahukan. Pada rangkaian kegiatan selanjutnya seperti mufakat kehadiran induk bako juga sangat penting, agar dia tahu apa saja yang mesti dipersiapkannya. Saat mufakat ditetapkanlah hari-hari yang terpakai untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Misalnya penentuan hari akad nikah, baralek (kenduri) yaitu menjemput/menanti marapulai, manjalang mintuo dan sebagainya. Dari hasil mufakat itu induk bako sudah mempunyai gambaran apa saja yang perlu dipersiapkan dan yang akan dilakukannya.
3.5 Andan Pasumandan
Tali kerabat andan pasumandan adalah hubungan antara suatu ruah, rumah gadang atau kampung yang lain karena salah satu anggota kerabatnya melakukan perkawinan. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan mereka juga terlibat, sekurang-kurangnya menghadiri acara tersebut. Sekalipun mereka berlainan kampung kejadirannya juga diperlukan karena mereka juga bahagian dari keluarga terebut. Di acara perkawinan itu keluarga jauh dan dekat diberi tahu. Konsekwensinya tali kerabat pasumandan juga akan memberikan bantuannya berupa materil dan moral. Tetapi tali kerabat andan konsekwensinya memberikan bantuan berupa moral.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian tentang upacara adat perkawinan, ternyata sampai saat ini masih ada daerah tertentu yang mempertahankan pelaksanaan upacara perkawinan menurut adat lama. Salah satu adalah daerah Koto Tangah. Masyarakat sana dewasa ini berlomba-lomba untuk menghidupkan kembali tradisi lama dalam upacara perkawinan seperti adanya baarak padusi. Baarak padusi sempat hilang beberapa saat, tetapi sekarang dimunculkan lagi dan hampir semua orang yang menyelenggarakan upacara perkawinan memakai baarak padusi. Kecintaan memakai adat lama menggebu-gebu kembali, sehingga semakin memeriahkan upacara tersebut.
Dikanagarian Koto Tangah upacara perkawinan dilaksanakan dalam beberapa tahap. Masing-masing rangkaian kegiatan itu dilaksanakan secara terpisah dengan pelaksana yang berbeda. Adapun rangkaian kegiatannya adalah :
- Mufakat dalam keluarga
- Meminang
- Mufakat kampung
- Akad nikah
- Baarok bako
- Kenduri/baralek (menjemput dan mengantar marapulai)
- Pulang malam
- Manjalang mintuo
- Maulang jajak
Dalam pelaksanaan tahap demi tahap memerlukan dana dan tenaga yang cukup banyak. Disanalah akan terlihat betapa pentingnya peranan kaum kerabat. Kaum kerabat tidak saja sebagai penyandang dana tetapi sekaligus sebagai pelaksana. Masing-masing kaum kerabat mempunyai peranan yang berbeda sesuai dengan statusnya dalam kaum yang bersangkutan.
4.2 Saran
Dari hasil penelitian dan pengamatan terhadap pelaksanaan upacara perkawinan di kanagarian Koto Tangah, ternyata banyak makna yang dapat diambil dalam rangkaian kegiatan tersebut. Dimana semua kaum kerbat dekat maupun jauh ikut berpartisipasi menyukseskan acara itu. Keikutsertaan mereka tidak saja menyumbangkan tenaga, dana pun mereka sumbangkan sesuai dengan kemampuannya. Para kaum kerabat memerankan peranannya masing-masing sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di daerah setempat. Masing-masing mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap satu atau lebih pekerjaan. Di saat berlangsungnya upacara terlihat betapa kompaknya mereka, sehingga kerja berat menjadi ringan.
Oleh sebab itu diharapkan kekompakan dan kerjasama kaum kerabat dalam pelaksanaan upacara perkawinan dapat terbina terus dimasa yang akan datang. Pelaksanaan upacara perkawinan menurut adat istiadat dapat dipertahankan lestarikan sebagai ciri khas budaya daerah setempat. Pembinaan dan pewarisan budaya itu dapat ditingkatkan terutama pada generasi muda sebagai generasi penerus bangsa.
Pewarisan terhadap budaya-budaya lama sangat diperlukan, disamping menjaga budaya tersebut tidak hilang/punah, juga sebagai perbandingan terhadap budaya luar yang begitu gencar saat ini. Pengaruh bduaya luar tidak bisa dihindari, oleh sebab itu sejak dini kita harus membekali dan memperkenalkan budaya daerah kepada para generasi muda. Dengan harapan agar mereka tidak mudah terpengaruh dan bisa memilah-milah mana yang lebih cocok dengan budayanya.
Jadi keterlibatan kaum kerabat dalam pelaksanaan upacara perkawinan merupakan salah satu cara untuk melestarikan nilai-nilai adat dalam masyarakat. Disamping itu sebagai contoh/anutan bagi generasi muda dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
Demikianlah Artikel Makalah Adat Perkawinan Minangkabau
Sekianlah artikel Makalah Adat Perkawinan Minangkabau kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Makalah Adat Perkawinan Minangkabau dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2013/11/makalah-adat-perkawinan-minangkabau.html
Makalah Adat Perkawinan Minangkabau