Advertisement
Keperawatan Jiwa
Keperawatan Jiwa - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Keperawatan Jiwa, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Keperawatan Jiwalink :
Keperawatan Jiwa
Baca juga
Keperawatan Jiwa
BAB I
PENDAHULUAN
Hari kesehatan Jiwa Sedunia di Indonesia telah dicanangkan oleh presiden RI pada tanggal 09 oktober 1993, yang bertujuan :
1. Mengupayakan agar hak mereka yang mengalami gangguan kesehatan jiwa dihormati.
2. Memperluas program pencegahan untuk mengurangi ancaman gangguan kesehatan jiwa pada kelompok rawan.
3. Mendorong penyediaan pelayanan pengobatan yang perlu dan sesuai bagi mereka yang memerlukan.
4. Meningkatkan taraf kesehatan jiwa seoptimalnya bagi seluruh penduduk.
Tujuan hari kesehatan Jiwa Sedunia adalah dijiwai oleh pengertian kesehatan jiwa yang tercantum dalam UU NO.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu kesehatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan merupakan sesuatu kondisi yang memungkinkan perkembangan yang optimal secara fisik, intelektual dan emosional dari seorang yang selaras dengan orang – orang lain.
Keperawatan jiwa sebagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu bidang specialist praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Perawat jiwa dalam bekerja memberikan stimulasi konstruktif kepada sistem klien ( individu, keluarga, kelompok dan komunitas) dan membantu berespons secara konstruktif sehingga klien belajar cara penyelesaian masalah. Selain menggunakan diri sendiri terapeutik,perawat juga menggunakan terapi modalitas dan komunikasi terapeutik.
Intervensi keperawatan jiwa menggunakan ilmu dan teknologi keperawatan jiwa sangat diperlukan dalam menangani peningkatan masalah kesehatan jiwa tidak saja bersifat bersifat global (ICN, 1997), tapi terutama yang terjadi di Indonesia. hasil study Elbahar (1995)dilaporkan bahwa angka gangguan kesehatan jiwa di Indonesia ternyata 185 per 1000 penduduk yang berarti tiap rumah tangga mempunyai satu orang anggota keluarga dengan gangguan kesehatan jiwa mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Angka ganguan kesehatan jiwa tentunya lebih meningkat terutama setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis sosial yang menambah beratnya tekanan hidup yang alami oleh masyarakat Indonesia. pelayanan keperawatan jiwa dilakukan melalui upaya promotif pada tiap tatanan pelayanan kesehatan baik secara ter integrasi dan komprehensif, maupun khusus dan kepada sistem klien.
SK Mentri Kesehatan No.647 Tahun 2000 tentang registrasi dan praktik keperawatan diterbitkan untk memfasilitasi kontribusi yang lebih besar dari perawat dalam memberikan pelayanan dan asuhan perawat yang bermutu kepada masyarakat. Pemberlakuan SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.94 Tahun 1986 Bersama antara Mentri Negara Kesehatan dan Kepala Badan Administarsi Keperawatan , perlu didukung dengan persiapan teknis termasuk panduan serta mekanisme dalam mengimplementasikannya.
BAB II
LANDASAN ETIKA DAN HUKUM PRAKTIK KEPERAWATAN JIWA
Perawat dalam bekerja terikat dengan kode etik profesi dan standar praktik keperawatan untuk memastikan akontabilitas pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan. Perawat betanggung jawab moral untuk melakukan yang terbaik bagi kalien dengan menggunakan kode etik profesi sebagi landasan berperilaku. Dan standar praktik keperawatan sebagai standar kompetensi yang harus dimiliki agar bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan. Untuk memastikan perawat bekerja secara baik dan benar sesuai kode etik profesi dan standar praktik yang telah ditetapkan, diperlukan pengendalian internal dan eksternal.
Secara khusus klien dengan masalah kesehatan jiwa pada umumnya berada dalam kondisi fisik dan psikologis yang lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk membela diri sehingga sering menjadi korban penelantaran dan penganiayaan. Sudah banyak ditemukan kejadian ( Wilson dan Kneisl, 1992) seperti klien diberi NAPZA: melakukan penganiayaan fisik denagn memukul atau menendang klien, menggunakan pengekang walaupun masih ada alternatif lain yang lebih terapeutik, mengucapkan kata –kata kasar dan mengancam , serta fasilitas fisik yang kurang manusiawai.
Perawat berada dalam posisi yang sangat menentukan dalam menjalankan fungsi advokasi dengan membela dan melindungi klien dari kemungkinan tindakan yang merugikannya, karena perawat menjadi kontak pertama dan terlama dengan klien. Oleh karena itu perawat perlu memahami berbagai produk hukum terutam UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan khusunya pasal 50,53,55,82,84 dan 85, UU No.19 tahun 2000 tentang hak konsumen dan perlindunga hukum, serta SK Menkes No. 647 tentang registrasi dan praktik keperawatan. Pada UU No 23 1992, diatur tentang kewenangan berdasarkan bidang keahlian,hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan klien,terutama pemenuhan standar profesi dan menghormati hak klien, hak ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Pada pasal 84 UU No.23 tahun 1992, diatur khusus untuk penderita gangguan jiwa sebagai berikut:
“ Barang siapa yang menghalangi penderita gangguan jiwa yang akan diobati atau dirawat pada sarna pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya “Sebagaimana dimaksu dalalm pasal 26 ayat 1 yang berbunyi : “penderita gannguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat disarana pelayanan kesehatan jiwa atau saran akesehatan lainnya, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau pidana kurungan denada (15 juta rupiah).”
Selain ketetapan hukum yang telah diatur dalam upaya melindungi kepentingan klien dengan gangguan kesehatan jiwa, proses hospitalisasi juga perlu dipahami oleh perawat agar hak klien dapat terjamin. Ada tiga cara penerimaan klien yaitu secara informal, dengan persetujuanklien dan dengan paksaan.
Penerimaan klien secara informal yaitu jika memasukkan klien kerumah sakit jiwa tanpa perjanjian yang formal baik secara lisan maupun tulisan. Klien dapat bebas meninggalkan rumah sakit sewaktu – waktu dan bila mana klien meninggalkan rumah sakit sebelum selesai pengobatan maka harus menandatangani pernyataan pulang paksa.
Penerimaan atas persetujuan klien dilakukan apabila seseorang yang mengalami ketegangan mental dapat mencari banytuan atas kemauannya sendiri. Seorang anak berusia di bawah 16tahun dapat aimasukkan ke rumah sakit jiwa apabila orang tua menandatangani formulir permohanan rawat. Apabila klien masuk atas proses persetujuan sendiri maka klien masih memegang hak – hak sipilnya. Jika klien akan dipulangkan harus menandatangani surat izin pemulangan. Lama waktu klien dapat dipulangkan atau tetap dirawat antara 48 jam sampai 15 hari.
Memasukkan klien kerumah sakit secara paksa, biasanya dilakukan pada kondisi percobaan bunuh diri, berperilaku berbahaya membahayakan diri sendiri dan orang lain ataupun karena klien menolak semua tindakan pengobatyan sehingga memerlukan penanganan secara paksa. Pemasukan klien secara paksa merupakan kewenangan aparat kepolisian sebagai pelindung masyarakat yang tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Prosedur memasukkan klien dilakukan melalui permohonan pemuka masyarakat, dokter atau anggota masyarakat lainnya yang menyeleksi, bahwa orang tersebut menderita sakit jiwa yang memerlukan pengobatan dan perawatan dirumah sakit jiwa.
Secara hukum, klien yang dimasukkan atas persetujuan dan permintaan sendiri dapat mengambil keputusan untuk dipulangkan atas permintaan sendiri dan harus meminta catatan tertulis. Bagi klien yang pulang paksa, harus menandatangani catatan pulang paksa. Sedangkan klien yang masuk atas persetujuan sendiri, kemudian melarikan diri dari rumah sakit dapat dimasukkan kembali bile klien menyetujuinya, jika klien menolak harus dipulangkan dengan menandatangani pernyataan pulang paksa. Klien yang masuk ruamh sakit untuk divisum jika melarikan diri dari rumah sakit maka staf ruamh ssakit mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada polisi dan pengadilan yang terkait.
Selain untuk memahami hal yang terkait dengan proses hospitalisasi,perawat juga perlu mengetahui tentang hak klien dengan masalah kesehatan jiwa, sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapatkan pengobatan dalam lingkungan yang kurang mengekang.
2. Hak untuk mendapatkan rencana pengobatan bersifat individual dan dilakukan peninjauan dan pengajian ulang termasuk pelayanan kesehatan jiwa setelah klien dipulangkan dari rumah sakit.
3. Hak untuk berperan serta aktif dalam pengobatan, dengan membahas bersama risiko, efek samping, dan keuntungan dari semua pengobatan dan termasuk pengobatan alternatif.
4. Hak untuk memberikan atau menolak persetujuan dilakukan tindakan kecuali dalam kondisi darurat.
5. Hak untuk tidak menjadi obyek eksperimen kecuali jika mengikuti rekomendasi atau ketetapan yang telah ditentukan.
6. Hak untuk bebas dari pengekangan kecuali ketika dalam keadaan darurat dan merupakan bagian dari rencana pengobatan.
7. Hak untuk berada dala lingkungan yang manusiawi.
8. Hak untuk terjaminnya kerahaasiaan informasi kondisi kejiwaan.
9. Hak untuk mengakses catatan terapi.
10. Hak untuk mendapatkanadvokasi.
11. Hak untuk mengkritik dan mengajukan keluhan tentang kondisi atau pelayanan tanpa merasa takut ditekan atau diabaikan.
12. Hak untuk mendapatkan rencana pemulangan yang komprehensif.
BAB III
MODEL DAN KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
A. Pengertian Kesehatan
Pemahaman tentang kesehatan berkembang dari waktu kewaktu. Pengertian yang sekarang banyk digunakan adalah pengertian sehat menurut WHO. Sehat didefinisikan sebagai keadaan sejahtera sebagai tubuh, jiwa dan sosial dan tidak hanya sekedar keadaan bebas dari cacat dan kelemahan (UU No. 23 th 1992).
Demikian juga pada kesehatan jiwa, pengertian sehat jiwa berkembang dari waktu ke waktu. Menurut Maria Johada individu yang sehat jiwa ditandai dengan:
- Berpikiran positif pada diri sendiri, percaya dan menerima diri.
- Tumbuh dan beraktualisasi
- Memiliki integrasi, mampu bertahan terhadap stress dan mengatasi kecemasan.
- Memiliki otonomi, dapat menentukan diri sndiri, seimbang antara mandiri dan tergantung.
- persepsi realistis. Persepsi dapat berubah bila ada informasi baru, empati, dan respek terhadap perasaan orang lain.
- Menguasai lingkungan dapat beradap tasi dengan peran dimasyarakat, mampu memecahkan masalah dan memperoleh kepuasan dalam hidup, mampu mengatasi kesendirian, agresif dan frustrasi serta mampu membina hubungan baru yang memuaskan.
B. Pengertian Keperawatan Jiwa
Menurut ANA, keperawatan kesehatan jiwa adalah “ suatu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.”
Dengan pengertian tersebut maka setiap perawat jiwa selain harus menguasai bidangnya sehingga menjadi spesialis, juga harus bisa berupaya sedemikian rupa sehingga dirinya dapat menjadi alat yang efektif dalammerawat klien.
C. Peran dan Fungsi Perawat Jiwa
Dalam memberikan asuhan dan pelayanan keperawatan jiwa, perawat jiwa dapat melakukan aktifitas pada tiga ara utama( Stuart dan Sundeen,1995):
- Aktifitas memberikan asuhan keperawatan langsung kepada klien.
- Aktifitas komunikasi.
- Aktifitas dalam pengelolaan( Manajemen keperawatan)
Dalam hubungan perawat – klien, elemen peran keperawatan jiwa meliputi:
- Kompetensi klinik
- Advokasi klilen – keluarga
- Tanggung jawab fiskal ( keuangan )
- Tanggung gugat sosial.
- Parameter etik – legal.
D. Falsafah Keperawatan Jiwa
Beberapa keyakinan mendasar dalam keperawatan jiwa meliputi:
1. Individu memiliki harkat dan martabat sehingga masing – masing individu perlu dihargai.
2. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri.
3. Masing – masing individu berpotensi untuk berubah
4. Manusia adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan beraksi dengan lingkungan sebagai manusia yang utuh
5. Masing – masing orang memiliki kebutuhan dasar yang sama
6. semua perilaku individu bermakna
7. Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran perasaan dan tindakan
8. Individu memiliki kapasitas koping yang berfariasi
9. Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu
10. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama
11. Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dari pelayanan kesehatan yang komprehansif
12. Individu mempunyai perawat untuk berpartisipasi dalampembuatan keputusan untuk kesehatan fisik dan mental.
13. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahteraan memaksimalkan funsi dan meningkatkan aktualisasi diri.
14. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan pada individu.
E. Model Konsep Dalam Keperawatan Jiwa
Ada beberapa konsep model yang diterapkan dalam keperawatan jiwa:
- Model Psikoanalisa
Model ini dikembangkan pertama kali oleh Sigmund Freud, disempurnakan kemudian oleh Erickson, A. Freud, klein. Horney, dan Reich Manninger.
Menurut model ini gangguan jiwa terjadi sebagai akibat tida terselesainya konflik – konflik pada masa perkembangan. Ini terjadi sebagai akibat dari pertahanan ego tidak dapat mengendalikan ansietas.
Proses terapi pada model psikoanalisa adalah mnggunakan teknik asosiasi bebas dan analisa mimpi.
- Model Interpersonal
Model Interpersonal Dikembangkan oleh Sullivan dan Peplau. Pandangan tentang gangguan jiwa menurut model ini adalah akibat ansietas yang timbul dan dialami dalam hubungan interpersonal.
Proses terapi meliputi membina hubungan antara terapis dengan klien untuk membangun rasa aman kl;ien. Terapis membantu klien untuk mengalami hubungan saling percaya dan rasa puas berinteraksi denagn orang lain.
Para klien dalam terapi adalah membagi ansietas dan perassaannya kepada terapis. Sedangklan terapis menggunakan kemampuan empatinya untuk memahami perasaan klien dan menggunakan hubungan terapis klien sebagai pengalaman mengoreksi diri sebagai hubungnan interpersonal. Klien difasilitasi untuk dapat menerima dirinya dan mengendalikan perilakunya.
Peran klienadalah berpartisipasi dalam pengalamn yang bermakna untuk mempelajari dirinya yang sebenarnya. Terapis membantu klien untuk mengakui nilai “ diri”, mengklasifikasi situasi dan mengeksplorasi perassan.
- Model Sosial
Model yang dikembangkan oleh Szasz dan Caplan ini memandang bahwa faktor sosial danlingkungan menyebabkan stress yang menimbulkan ansietas dan gejal – gejal gangguan jiwa. Sedangkan kategori gangguan jiwa ditentyukan oleh lingkungan sosial.
Dalam proses terapi, klien dibantu untuk menyesuaikan diri dengan sistem sosialnya. Bentuk terapi mungkun berupa intervensi krisis, manipulasi lingkungan dan dukungan sosial.
Pada model ini klien dituntut mengekpresikan masalahnya kepada terapis dan menggunakan sumber – sumber di masyarakat. Sedangkan peran terapis adalah mengekplorasi sistem sosial klien dan sumber – sumber dimasyarakat.
- Model Eksistensial
Dikembangkan oleh Perls, Glasser, Ellins. Pada model ini dinyatakan bahwa kehidupan akan penuh arti apabila manusia dapat menerima dirinya sepenuhnya. Penerimaan terhadap diri dapat dicapai melalui hubungan denga oranglain.
Proses terapi menurut model ini adalah membantu klien mengalami hubungan yang otentik. Masalah klien diidentifikasikanmelalui interpretasi dari resistensi dan proses transferen klien.
Peran klien pada model ini adalah mengungkapkan secara verbal semua pikiran danmimpinya untuk diinterpretasikan terapis. Terapis sebaiknya berupaya memfasilitasi klien untuk mengekspresikan fikiran, perasaan dan mimpinya.
- Model Terapi Suportif
Dikembangkan oleh Werman dan Rockland. Menurut model ini masalah yang muncul diakibatkan oleh faktor bio – psiko – sosial. Menekankanpada respon koping yang terjadi.
Proses terapi adalah meningkatkan tes realita dan harga diri. Dukungan sosial dikerahkan dan respon koping yangadaptif dikuatkan. Agar terapi efektif partisipasi klien dalam terapi sangat penting, disamping itu terapis harus hangat, empati dan bersahabat dengan klien.
- Model Medikal
Dikembangkan oleh Meyer, Kraeplin, Sizer, dan Frances. Menurut model ini gangguan perilaku diakibatkan oleh proses penyakit biologis. Gejala muncul sebagai kombinasi faktor fisiologis , genetik, lingkungan dan faktor sosial.
Proses terapi berfokus pada penanganan diaknosa yang meliputi terapi somatik dan tehnik interpesonal. Terapi diberikan sesuai dengan respons peran klien pada model ini adalah patuh pada terapi yang diberikan dan melaporkan efek terapi kepadda terapis. Sedangkan peran terapis adalh mendiagnosa penyakit dan memberikan pendekatan terapeutik.
- Model Stress – adaptasi
Perawat jiwa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa yang lebih efektif bila berdasarkan pada model stree adaptasi yang meyakini bahwa individu berpotensi seha – sakit, memiliki kemampuan adaptasi yang meliputi fisik, konsep diri, peran dan saling ketergantungan. Individu mempunyai kemampuan pertahanan diri yang berbeda tergantung dari genetik, pengaruh lingkungan, sifat dan tingkat stress serta koping yang tersedia.
Respon sdaptif individu dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian awal terhadap stesor, penilaian terhadap sumber koping yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A (1998). Proses Keperawatan Jiwa Edisi I. Jakarta : EGC.
Campernito L.J. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (ed. Indonesia). Jakarta : EGC
Demikianlah Artikel Keperawatan Jiwa
Sekianlah artikel Keperawatan Jiwa kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Keperawatan Jiwa dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2013/11/keperawatan-jiwa.html
Keperawatan Jiwa