Advertisement
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
MAKALAH PROFESI KEGURUAN - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul MAKALAH PROFESI KEGURUAN, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
MAKALAH PROFESI KEGURUANlink :
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
Baca juga
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
A R H A M
1325040001
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, semoga rahmat dan keselamatan dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat dan seluruh umatnya . Rasa syukur itu dapat kita wujudakan dengan cara memelihara lingkungan dan mengasah akal budi untuk memanfaatkan karunia Allah SWT itu dengan sebaik-baiaknya . Jadi, rasa syukur itu harus senantiasa kita wujudakan dengan rajin belajar dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan . Dengan cara itu, kita akan menjadi generasi bangsa yang tangguh, berbobot serta pintar .
Bertolak dari hal diatas, kami berusaha sebaik mungkin menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya . Usaha kami itu ialah ingin mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mempelajari makalah ini dari salah satu mata kuliah yaitu “ Profesi keguruan ”
Segala usaha telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini . Namun dalam usaha yang maksimal tentu masih terdapat kekurangan . Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dalam penyempurnaan makalah ini .
Makassar, 28 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halama Judul........................................................................................ 1
Kata Pengantar..................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 4
B. Rumusan Masalah..................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Esensi undang – undang dan peraturan tentang guru................ 5
B. Implementasi sistem perundang – undangan dalam praksis
Pendidikan di indonesia.............................................................. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 17
B. Saran......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[1] Maksudnya adalah bahwa seorang guru tidak hanya sekedar transfer of knowledge saja, akan tetapi juga harus membentuk kepribadian peserta didik sesuai kultur yang ada. Mantan Menteri Pendidikan Nasional, H. A. Malik Fadjar pernah melontarkan statement sebagai berikut: “Pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau tenaga pengajar banyak, tetapi tenaga guru masih sangat langka. Ukuran kualitas Perguruan Tinggi bukan hanya dilihat dari berapa yang bergelar doktor, tetapi berapa banyak guru di dalamnya”.[2]Statement ini cukup menarik untuk dicermati di tengah-tengah situasi krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, baik krisis citra, kepercayaan, maupun krisis image di kalangan dunia internasional. Berbagai krisis tersebut akan lebih parah lagi jika menimpa dunia pendidikan kita. Hal serupa juga dilontarkan oleh ketua umum pengurus besar PGRI yang mana kualitas guru pada saat ini masih sangat rendah. Hal ini sangat disayangkan mengingat masa depan anak Indonesia bertumpu pada guru-guru yang memberikan pendidikan.[3] Rendahnya kualitas guru ini tentu mengakibatkan kualitas pendidikan juga rendah sehingga tujuan dari pendidikan akan sulit untuk dicapai. Dengan melihat latar belakang di atas perlulah kiranya kita sebagai seorang mahasiswa, membuka dan merenungkan kembali isi dari PP No. 74 tahun 2008 agar nantinya apabila kita menjadi guru dapat menjadi guru yang benar-benar berkualitas dan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya secara maksimal. Peraturan pemerintah ini sebagai bentuk penjabaran khusus yang ditetapkan oleh pemerintah dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, sehingga perlu menetapkan peraturan tentang guru. Oleh karena itu, makalah ini akan mengupas lebih jauh lagi bagaimana isi dari PP No. 74 tahun 2008 tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan tentang Esensi UUGD dan peraturan tentang guru.
2. Menjelaskan tentang Implementasi sistem perundang – undangan dalam praksis pendidikan di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Esensi Undang – Undang dan peraturan tentang guru
1. Kompetensi
Menurut Daryanto, kompetensi berasal dari bahasa Inggris yakni “competence” yang berarti kecakapan, kemampuan, dan kesanggupan. Sedangkan secara istilah, kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi yang dimaksud meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini antara lain meliputi pemahaman terhadap peserta didik dan pengembangan kurikulum atau silabus. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Kompetensi sosial guru berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat, baik yang ada di lingkungan sekolah maupun yang ada di lingkungan tempat tinggal guru. Sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; serta menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan seorang guru dalam memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang mata pelajaran yang diampu dan yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
2. Sertifikasi
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.
3. Hak Guru
Dalam menjabat sebagai guru, seorang guru memiliki hak untuk mendapatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tunjangan profesi, diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi guru oleh departemen.
b. Memenuhi beban kerja sebagai guru.
c. Mengajar sebagai guru mata pelajaran dan/atau guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan sertifikat pendidik yang dimilikinya.
d. Terdaftar pada departemen sebagai guru tetap.
e. Berusia paling tinggi 60 tahun.
f. Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
2. Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional, diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan yang hampir sama dengan persyaratan tunjangan profesi, ditambah dengan melaksanakan kewajiban sebagai seorang guru.
3. Tunjangan khusus, diberikan bagi guru yang ditugaskan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial.
4. Tunjangan profesi, subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus bagi guru tetap yang bukan PNS diberikan sesuai dengan keseteraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang berlaku bagi guru PNS.
5. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan kepada guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
6. Guru memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja, dedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus. Penghargaan-penghargaan tersebut dapat berupa tanda jasa, kenaikan pangkat prestasi luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
7. Dalam melaksanakan keprofesionalan, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dngan tugas dan prestasi kerja.
8. Guru memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian, penghargaan, dan sanksi kepada peserta didik yang sesuai dengan aturan-aturan pendidikan.
9. Guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
10. Guru berhak memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang disediakan oleh satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah.
11. Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi guru.
12. Guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional.
13. Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik maupun kompetensinya, serta memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi di bidangnya.
14. Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah berhak memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Beban Kerja Guru
Yang dimaksud dengan beban kerja guru dalam pp no. 74 tahun 2008 adalah bahwa guru wajib memenuhi minimal 24 jam tatap muka dan maksimal 40 jam tatap muka dalam satu minggu.
Beban kerja guru mencakup lima kegiatan pokok, yaitu:
a. Merencanakan pembelajaran.
b. Melaksanakan pembelajaran.
c. Menilai hasil pembelajaran.
d. Membimbing dan melatih peserta didik.
e. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru
5. Sanksi Guru dalam PP No. 74 Tahun 2008
Sanksi guru merupakan hukuman yang diberikan kepada guru yang melakukan pelanggaran. Adapun dalam PP no. 74 tahun 2008, sanksi bagi guru dijelaskan pada pasal 63 dan 64. Sanksi-sanksi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Guru yang tidak dapat memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik dalam jangka waktu sepuluh tahun, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan.
b. Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajara 24 jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari menteri dihilangkan haknya untuk mendapatkan tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
c. Guru yang sudah memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru akan tetapi menolak wajib kerja di daerah khusus akan mendapatkan sanksi berupa (a) penundaan kenaikan pangkat dan jabatan selama satu tahun; (b) pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama dua tahun; dan (c) pencabutan hak untuk menjadi guru selama empat tahun bagi warga negara Indonesia selain guru.
d. Guru yang mengingkari pernyataan tertulis dikenai sanksi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berupa (a) penundaan kenaikan pangkat atau jabatan selama empat tahun; (b) penghentian pemberian tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama empat tahun; (c) penghentian tunjangan profesi selama empat tahun; atau (d) penghentian pemberian maslahat tambahan selama empat tahun.
e. Guru yang memperoleh kualifikasi akademik dan/atau sertifikat pendidik dengan cara melawan hukum akan diberhentikan sebagai guru dan wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan penghargaan sebagai guru yang pernah diterima.
f. Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan profesi akan tetapi berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh departemen tidak memenuhi lagi kriterianya maka dapat dicabut kewenangannya untuk menyelenggarakan pendidikan profesi tersebut.
6. Wajib Kerja dan Pola Ikatan Dinas
Yang dimaksud dengan wajib kerja guru dalam pp no. 74 tahun 2008, khususnya pada pasal 55 adalah bahwa dalam keadaan darurat, pemerintah dapat memberlakukan wajib kerja kepada guru atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah NKRI. Keadaan darurat di sini adalah situasi luar biasa yang terjadi di daerah khusus tersebut, seperti terjadinya bencana alam, bencana sosial, atau situasi lain yang mengakibatkan kelangkaan guru, sehingga proses pembelajaran tidak dapat terlaksana secara normal sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan daerah. Adapun dilaksanakannya pola ikatan dinas bagi calon guru dimaksudkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah.
b. Memenuhi kebutuhan nasional akan guru yang mampu mengampu pembelajaran pada satuan pendidikan yang diprogramkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
c. Memenuhi kebutuhan nasional akan guru yang potensial untuk dikader menjadi kepala satuan pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, dan pengawas kelompok mata pelajaran.
d. Memenuhi proyeksi kekurangan guru secara nasional.
7. Pengangkatan, Penempatan, dan Pemindahan dalam PP No. 74 Tahun 2008.
Pada satuan pendidikan, pengangkatan dan penempatan guru dilakukan dengan mengkoordinasi perencanaan kebutuhan guru secara nasional. Perencanaan tersebut didasarkan pada pertimbangan pemerataan guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah dan/atau masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan antarprovinsi, termasuk kebutuhan guru di daerah khusus.
Pada jabatan struktural, guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural. Penempatan tersebut dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan bertugas sebagai guru minimal 8 tahun. Guru yang ditempatkan akan kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, fungsional, khusus, dan tambahan. Akan tetapi bisa mendapatkan haknya kembali ketika ditugaskan kembali menjadi guru.
Pemindahan guru dilakukan baik atas permintaan sendiri maupun kepentingan kepentingan penyelenggara pendidikan, dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pemindahan tersebut dilakukan setelah guru yang bersangkutan bertugas minimal 4 tahun, kecuali guru yang bertugas di daerah khusus.
B. Implementasi sistem perundang – undangan dalam praksis pendidikan di indonesia
FAKTOR-FAKTOR DALAM PEMBELAJARAN
Faktor pertama; guru, ketika guru memasuki suatu kelas, sudah memiliki bawaan sendiri-sendiri, ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat sangat pribadi. Kedua; siswa, demikian pula siswa juga memiliki bawaan sendiri-sendiri, ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat sangat pribadi. Ketiga; kurikulum, bisa dipersepsi dan memiliki dampak berbeda untuk setiap individu siswa. Keempat; pedagogy, di tangan guru berbeda bisa memiliki makna dan dampak yang berbeda pula. Keempat faktor tersebut harus diramu oleh seorang guru dalam suatu proses.
Kegagalan dalam proses meramu guru menyebabkan siswa dengan status sosial ekonomi rendah tidak dapat mengikuti pembelajaran sebagaimana mereka siswa yang datang dari kelompok sosial ekonomi tinggi. Demikian pula halnya bagi siswa yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda akan gagal beradaptasi dalam proses pembelajarannya.
Pendidikan multikultural merupakan suatu proses transformasi yang tentunya membutuhkan waktu panjang untuk mencapai maksud dan tujuannya. Menurut Zamroni ( 2011 ) disebutkan beberapa tujuan yang akan dikembangkan pada diri siswa dalam proses pendidikan multikultural, yaitu :
- Siswa memiliki kemampuan berpikir kritis atas apa yang telah dipelajari.
- Siswa memiliki kesadaran atas sifat sakwasangka atas fihak lain yang dimiliki, dan mengkaji mengapa dan dari mana sifat itu muncul, serta terus mengkaji bagaimana cara menghilangkannya
- Siswa memahami bahwa setiap ilmu pengetahuan bagaikan sebuah pisau bermata dua: dapat dipergunakan untuk menindas atau meningkatkan keadilan sosial.
- Para siswa memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan.
- Siswa merasa terdorong untuk terus belajar guna mengembangkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
- Siswa memiliki cita-cita posisi apa yang akan dicapai sejalan dengan apa yang dipelajari.
- Siswa dapat memahami keterkaitan apa yang dilakukan dengan berbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat-berbangsa.
Paradigma Pendidikan Multikultural
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kemajemukan ini dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu : perspektif horizontal dan dan vertikal. Dalam perspektif horizontal, kemajemuan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, dan budayanya. Sedangkan dalam perspektif vertikal, kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, dan tingkat sosial budayanya.
Fenomena kemajemukan ini bagaikan pisau bermata dua, satu sisi memberi dampak positif, yaitu kita memiliki kekayaan khasanah budaya yang beragam, akan tetapi sisi lain juga dapat menimbulkan dampak negatif, karena terkadang justru keragaman ini dapat memicu konflik antar kelompok masyarakat yang pada gilirannya dapat menimbulkan instabilitas baik secara keamanan, sosial, politik maupun ekonomi.
Dalam menghadapi pluralisme budaya tersebut, diperlukan paradigma baru yang lebih toleran dan elegan untuk mencegah dan memecahkan masalah benturan-benturan budaya tersebut, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Hal ini penting untuk mengarahkan anak didik dalam mensikapi realitas masyarakat yang beragam, sehingga mereka akan memiliki sikap apresiatif terhadap keragaman perbedaan tersebut. Bukti nyata tentang maraknya kerusuhan dan konflik yang berlatar belakang suku, adat, ras, dan agama menunjukkan bahwa pendidikan kita telah gagal dalam menciptakan kesadaran akan pentingnya multikulturalisme.
Adapun bangunan paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni ( 2011 ) adalah sebagai berikut :
- Pendidikan multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat.
- Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau perubahan metode pembelajaran.
- Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan arah kemana transformasi praktik pendidikan harus menuju.
- Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan salah arah yang justru menciptakan ketimpangan semakin
Menurut James A. Banks ( 2002 : 14 ), pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas dan cara berpikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan budaya. Secara spesifik, Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dikonsepsikan atas lima dimensi, yaitu :
- Integrasi konten ; pemaduan konten menangani sejauh mana guru menggunakan contoh dan konten dari beragam budaya dan kelompok untuk menggambarkan konsep, prinsip, generalisasi serta teori utama dalam bidang mata pelajaran atau disiplin mereka.
- Proses penyusunan pengetahuan; sesuatu yang berhubungan dengan sejauh mana guru membantu siswa paham, menyelidiki, dan untuk menentukan bagaimana asumsi budaya yang tersirat, kerangka acuan, perspektif dan prasangka di dalam disiplin mempengaruhi cara pengetahuan disusun di dalamnya.
- Mengurangi prasangka; dimensi ini fokus pada karakteristik dari sikap rasial siswa dan bagaimana sikap tersebut dapat diubah dengan metode dan mater pengajaran.
- Pedagogi kesetaraan; pedagogi kesetaraan ada ketika guru mengubah pengajaran mereka ke cara yang akan memfasilitasi prestasi akademis dari siswa dari berbagai kelompok ras, budaya, dan kelas sosial. Termasuk dalam pedagogi ini adalah penggunaan beragam gaya mengajar yang konsisten dengan banyaknya gaya belajar di dalam berbagai kelompok budaya dan ras.
- Budaya sekolah dan struktur sekolah yang memberdayakan ; praktik pengelompokan dan penamaan partisipasi olah raga, prestasi yang tidak proporsional, dan interaksi staf, dan siswa antar etnis dan ras adalah beberapa dari komponen budaya sekolah yang harus diteliti untuk menciptakan budaya sekolah yang memberdayakan siswa dari beragam kelompok, ras, etnis dan budaya.
Untuk itu, para guru yang memberikan pendidikan multibudaya harus memiliki keyakinan bahwa; perbedaan budaya memiliki kekuatan dan nilai, sekolah harus menjadi teladan untuk ekspresi hak-hak manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok, keadilan dan kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam kurikulum, sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan karakter ( yaitu nilai, sikap, dan komitmen ) untuk membantu siswa dari berbagai latar belakang, sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat menciptakan lingkungan yang mendukung multibudaya.
URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Menurut Gibson ( 1997 ), sebagaimana dikutip Djohar ( 2003: 85 ) menyatakan bahwa masa depan bangsa memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh hiper kompetisi, suksesi revolusi teknologi serta dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang non-linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari keadaan masa lampau dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas, meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan keadaan yang non-linier ini tidak akan dapat diantisipasi dengan cara berpikir linier. Pemikiran linier dan rasional yang sekarang kita kembangkan tidak lagi fungsional untuk mengakomodasi perubahan keadaan yang akan terjadi. Keadaan ini mestinya dapat mendorong kita untuk memiliki disain pendidikan masa depan yang memungkinkan peserta didik dan pelaku praksis pendidikandapat mengaktualisasikan dirinya.
Sebagai bangsa dengan beragam kultur memiliki resistensi yang tinggi terhadap muncunya konflik sebagai konsekuensi dinamika kohesivitas sosial masyarakat. Akar munculnya konflik dalam masyarakat multikultur disebabkan oleh : (1) adanya perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi ( acces to economic resources and to means of production ); (2) perluasan batas-batas sosial budaya ( social and cultural borderline expansion ); (3) dan benturan kepentingan politik, idiologi, dan agama ( conflict of political, ideology, and religious interest ).
Dari paparan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan multikultural menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk di implementasikan dalam praksis pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan multikultural dapat berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik. Melalui pembelajaran yang berbasis multikultur, siswa diharapkan tidak tercerabut dari akar budayanya, dan rupanya diakui atau tidak pendidikan multikultural sangat relevan di praktekkan di alam demokrasi seperti saat ini.
Spektrum kultur masyarakat Indonesia yang amat beragam memang merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan untuk mengolah bagaimana ragam perbedaan tersebut justru dapat dijadikan asset, bukan sumber perpecahan. Di era globalisasi ini pendidikan multikultural memiliki tugas ganda, yaitu selain menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya tersebut, juga harus menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar yang masuk ke negeri ini.
Pendidikan multikultural juga dapat dimanfaatkan untuk membina siswa agar tidak tercerabut dari akar budayanya, sebab pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa jadi dapat menjadi ancaman serius bagi anak didik kita. Dalam kaitan ini siswa perlu diberi penyadaran akan pengetahuan yang beragam, sehingga mereka memiliki kompetensi yang luas akan pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan.
PRAKTEK PENDIDIKAN MULTICULTURAL DI INDONESIA
Sampai saat ini pendidikan multicultural memang masih sebatas wacana. Praktek pendidikan multikultural di Indonesia nampaknya tidak dapat dilaksanakan seratus persen ideal seperti di Amerika Serikat, walaupun ditinjau dari keragaman budaya memang banyak kemiripan. Hal itu disebabkan oleh perjalanan panjang histori penyelenggaraan pendidikan yang banyak dilatarbelakangi oleh primordialisme. Misalnya pendirian lembaga pendidikan berdasar latar belakang agama, daerah, perorangan maupun kelompok.
Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan prinsip-prinsip dasar multikultural. Apapun dan bagaimanapun bentuk dan model pendidikan multikultural, mestinya tidak dapat lepas dari tujuan umum pendidikan multikultural, yaitu : (1) Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan sistem dan menyediakan pelayan pendidikan yang setara. (2) Menghubungkan kurikulum dengan karakter guru, pedagogi, iklim kelas, budaya sekolah dan konteks lingkungan sekolah guna membangun suatu visi “lingkungan sekolah yang setara”
Prinsip fleksibilitas pendidikan multikultural juga disarankan oleh Gay (2002) sebagaimana dikutip Zamroni ( 2011 : 150 ), dikatakan bahwa amat keliru kalau melaksanakan pendidikan multikultural harus dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah atau monolitik. Sebaliknya, dia mengusulkan agar pendidikan multikultural diperlakukan sebagai pendekatan untuk memajukan pendidikan secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan multikultural juga dapat diberlakukan sebagai alat bantu untuk menjadikan warga masyarakat lebih memiliki toleran, bersifat inklusif, dan memiliki jiwa kesetaraan dalam hidup bermasyarakat, serta senantiasa berpendirian suatu masyarakat secara keseluruhan akan lebih baik, manakala siapa saja warga masyarakat memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki bagi masyarakat sebagai keutuhan.
Sekolah harus dipandang sebagai suatu masyarakat, masyarakat kecil; artinya, apa yang ada di masyarakat harus ada pula di sekolah. Perspektif sekolah sebagai suatu masyarakat kecil ini memiliki implikasi bahwa siswa dipandang sebagai suatu individu yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat dan minat serta aspirasi yang menjadi hak siswa.
Pada level sekolah, dengan adanya berbagai perbedaan yang dimiliki masing-masing individu, maka sekolah harus memperhatikan : a) setiap siswa memiliki kebutuhan perkembangan yang berbeda-beda, termasuk kebutuhan personal dan sosial, b) kebutuhan vokasi dan karier, c) kebutuhan psikologi dan perkembangan moral spiritual.
Pada level masyarakat, yang perlu dipenuhi kebutuhannya adalah mencakup : a) kebutuhan akademik, b) kebutuhan psikologis, c) kebutuhan kebersamaan, dan d) kebutuhan rasa aman. Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sekolah harus dapat dijadikan tempat yang aman, memiliki suasana kekerabatan dan juga terdapat semangat saling dukung mendukung. Berkaitan dengan itu, maka prosses pembelajaran diarahkan pada pengembangan individu secara utuh yang mencakup intelektual, sosial, dan moral spiritual. Tekanan dan dorongan siswa untuk bekerja keras tidak hanya bersifat ekstrinsik, bahkan lebih dari itu harus ditekankan pada penggunaan instrinsik motivation.
Dari perspektif hasil pembelajaran, pendidikan multikultural memiliki tiga sasaran yang dikembangkan pada diri setiap siswa;
Pertama, pengembangan identitas kultural yakni merupakan kompetensi yang dimiliki siswa untuk mengidentifikasi dirinya dengan suatu etnis tertentu. Kompetensi ini mencakup pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan kelompok etnis dan menimbulkan kebanggaan serta percaya diri sebagai warga kelompok etnis tertentu.
Kedua, hubungan interpersonal. Yakni, kompetensi untuk melakukan hubungan dengan kelompok etnis lain, dengan senatiasa mendasarkan pada persamaan dan kesetaraan, serta menjauhi sifat syakwasangka dan stereotip.
Ketiga, memberdayakan diri sendiri. Yakni suatu kemampuan untuk mengembangkan secara terus menerus apa yang dimiliki berkaitan dengan kehidupan multikultural.
Secara detail, kompetensi kultural mencakup berbagai hal sebagi berikut :
- Kompetensi invidu untuk menerima, menghormati dan membangun kerjasama dengan siapapun juga yang memiliki perbedaan-perbedaan dari dirinya.
- Kompetensi kultural merupakan hasil dari kesadaran atas pengetahuan dan “bias kultural” yang dimilikinya atau sebagai faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur
- Proses pengembangan komptensi kultural memerlukan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku yang memungkinkan seseorang memahami dan berinteraksi secara efisien dengan orang yang memiliki perbedaan kultur.
Berkaitan dengan kompetensi kultural dan bagaimana kompetensi tersebut dibentuk, Papadopoulos & Lee ( 2003) mengajukan model pengembangan kompetensi kultural sebagai berikut : Kompetensi kultural dibentuk oleh berbagai faktor: penguasaan pengetahuan, critical thingking, daya kritis, kemampuan mengembangkan sesuatu, dan kemampuan praktis. Keempat faktor tersebut tidak statis melainkan dinamis terus bergerak, membentuk kompetensi kultural.
Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, baik pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Dalam pengajarannya, guru harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Dengan penguasaan empat kompetensi ini diharapkan guru dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan daripada pendidikan akan lebih mudah untuk dicapai.
Ada beberapa hal pokok terkait dengan beban kerja guru. Seorang guru harus melakukan pertemuan kepada peserta didik minimal 24 jam tatap muka tiap minggunya dan maksimal 40 tatap muka. Adapun beban kerja pokok bagi guru meliputi perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas-tugas tambahan. seorang guru juga memiliki berbagai hak, antara lain mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional, tunjangan khusus, kesetaraan tunjangan, maslahat tambahan, penghargaan, promosi, cuti, mendapatkan perlindungan, dan lain-lain.
Seorang guru yang melakukan suatu pelanggaran maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Di samping itu, dalam keadaan darurat, pemerintah dapat memberlakukan wajib kerja kepada guru atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah NKRI.
B. SARAN
Melihat fenomena tersebut, kegiatan pendidikan di Indonesia dituntut untuk memiliki kepekaan menghadapi arus perputaran globalisasi. Pola doktrinasi monokulturalisme yang dipaksakan selama orde baru perlu dievaluasi, karena telah berimplikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multicultural. Di lain pihak masih sering kita jumpai adanya fenomena perpecahan di tengah masyarakat, baik berupa kerusuhan/ tawuran antar pelajar, antar RT, antar suku sampai keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI sampai saat ini masih sering mewarnai media nasional baik cetak maupun elektroniks
Demikianlah Artikel MAKALAH PROFESI KEGURUAN
Sekianlah artikel MAKALAH PROFESI KEGURUAN kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MAKALAH PROFESI KEGURUAN dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2015/06/makalah-profesi-keguruan.html
MAKALAH PROFESI KEGURUAN