Advertisement
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islamlink :
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Baca juga
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Telah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk memuliakan dan memperbaiki pendidikan anak. Hal ini dilakukan agar anak-anak tetap mulia, terhormat, dan berkarakter baik.
Dalam rangka mendidik anak, anak acap kali melanggar nasihat yang diberikan oleh pendidik. Hal ini bisa disebabkan oleh lingkungan dan pergaulan anak. Di sisi lain, rasa keinginan tahuan anak untuk mencoba hal yang baru juga dapat mendorong anak untuk melanggar norma yang ada dan melakukan kesalahan yang disengaja maupun tidak. Melihat anak melanggar norma terkadang seorang pendidik memberikan hukuman pada anak tersebut.
Asumsi yang berkembang dalam masyarakat era ini adalah setiap kesalahan harus memperoleh hukuman. Begitu pun Tuhan akan menghukum setiap orang yang salah. Secara logika teori tersebut adalah benar adanya. Namun dalam konteks ini hukuman tidak harus berkonotasi negatif. Karena pada hakikatnya hukuman merupakan cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan harapan.
Menurut Al-Ghazali hukuman adalah suatu perbuatan dimana seseorang sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada orang lain dengan tujuan memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari kelemahan jasmani dan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hukuman hanya ditujukan untuk mendidik serta memperbaiki kesalahan yang dilakukan anak didik. Hukuman merupakan tuntunan atau perbaikan akhlak anak didik, bukan hardikan atau balas dendam.
Seorang pendidik yang menggunakan hukuman sebagai alat pendidikan seyogyanya mengetahui bukan sekadar teknis saja, melainkan juga menyangkut batin atau pribadi anak. Pendidik haruslah mempelajari dulu tabiat serta sifat anak didiknya sebelum memberikan hukuman.
Jadi daapat kita simpulkan bahwa hukuman dapat dikenakan pada peserta didik jika dia telah melakukan kesalahan atau melanggar norma. Hukuman tersebut juga harus didasari oleh kasih sayang, meskipun hukuman itu berupa pukulan pada anak didik.
Menurut pendapat Prof. Dr. Muh. Athiyah Al-abrosyi, pukulan (hukuman badan) akan bermanfaat apabila dengan adanya persyaratan sebagai berikut:
a. Anak tidak boleh dipukul sebelum ia berumur 10tahun
b. Pukulan tidak boleh lebih dari 3 pukulan dan menggunakan tongkat kecil bukan dengan tongkat besar
c. Anak diberi kesempatan untuk berrtaubatdari yang pernah ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa menggunakanpukulan .
Imam Al-Ghazali dapat menerima terhadap hukuman badan terhadap peserta didik. Namun beliau tidak sependapat jika memberi hukuman badan itu dengan tergesa-gesa. Dalam memberikan hukuman badan Al-Ghazali menyatakan bahwa, “seyogyanya apabila pendidik/guru itu melakukan pukulan kepada peserta didik jangan sampai anak didik menjerit dan menimbulkan keributan, dan jangan sampai anak didik meminta tolong kepada orang lain. Sebaliknya ia harus bertabah menerimanya, dan ia diperingatkan bahwa bertabah menerima hukuman itu adalah sifat jantan, dan banyak jeritan itu adalah sifat hamba sahaya dan wanita.”
Tidak menimbulkan jeritan dan keributan oleh anak didik yang dihukum, berarti hukuman itu dilakukan dengan tidak terlalu keras. Sebab jika terlalu keras akan menimbulkan luka-luka di badan anak didik. Jika terjadi sampai demikian, dapat diartikan bahwa pukulan itu tidak menunjukkan sebuah kasih sayang melainkan dilakukan atas dasar balas dendam. Jadi, yang dimaksud hukuman badan di sini adalah hukuman yang dilandasi kasih sayang, bukan balas dendam. Hukuman badan itu seharusnya juga dapat memperbaiki kesalahan anak didik sehingga tidak mengulang kesalahan yang sama.
Hal ini berbeda dengan pendapat oleh Ibnu Sina. Beliau menyatakan bahwa, “Pada pukulan yang pertama kali hendaknya yang dapat menyakitkan, sehingga dapat menimbulkan efek yang mengesan, dan menjadikan anak didik dapat mengetahui benar akibat hukumannya itu. Apabila pukulan yang pertama tidak menyakitkan, maka ia akan menganggap enteng semua pukulan-pukulan selanjutnya, dan ia menganggap pula hukuman itu dengan anggapan yang remeh.”
Prof. Dr. Muh. Athiyah Al-Abrosyi sependapat akan perlunya hukuman ini dan sebagian yang dikatakan oleh Ibnnu Sina. Akan tetapi beliau tidak setuju dengan pendapat Ibnu Sina mengenai hukuman badan dengan pukulan-pukulan yang menyakitkan karena menyakiti anak didik mungkin saja menimbulkan kesan buruk dalam jiwanya, bahkan mungkin merusak tubuhnya. Dikatakan oleh beliau bahwa yang lebih baik adalah mencari cara yang sekiranya mendorong anak untuk tidak berbuat kesalahan dan upaya ini diteliti sehingga dapat menghindari pukulan-pukulan yang menyakitkan.
Sedangkan Ibnu Khaldun tidak setuju dengan kekerasan dalam mendidik anak. Hal ini tercermin dari kata-kata beliau:
“Barang siapa yang dididik dengan kekerasan dan paksaan antara siswa-siswa, para hamba sahaya, dan pelayan maka mereka akan terpengaruhi oleh kekerasan dan paksaan itudan merasa sempit jiwanya dalam perkembangannya, hilang kegesitannya, dan menjadikannya malas serta mendorongnya ke arah dusta dan jahat karena takut terhadap jangkauan tangan-tangan yang kejam. Dan selanjutnya mengajarkan kepadanyaberontak dan menipu. Oleh karena itu, akhirnya sifat-sifat ini akan menjadi kebiasaan dan perangai serta merusak nilai-nilai kemanusiaan yang ada padanya.”
Dapat kita simpulkan bahwa hukuman, khususnya hukuman badan sebagai alat pendidikan boleh saja dilakukan untuk memperbaiki kesalahan anak didik serta hukuman harus didasari dengan kasih sayang. Memberikan hukuman bukan berarti sebuah hardikan atau balas dendam. Pendidik seyogyanya tidak hanya mengetahui teknik saja melain juga tabiat anak karena tujuan hukuman hanya untuk mendidik. Jika seorang pendidik salah dalam memberi hukuman bisa saja hal itu dapat menimbulkan efek negatif pada anak didik. Hukuman justru menyakiti anak didik serta menimbulkan kebencian serta dendam dalam hatinya. Hal ini tidaklah baik untuk perkembangan emosional anak didik.
Demikianlah Artikel Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Sekianlah artikel Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/12/hukuman-badan-dalam-pandangan-filsafat.html
Hukuman Badan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam