Advertisement
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah) - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makalah Ilmu Kalam (Murjiah), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)link :
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)
Baca juga
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)
BAB I
DEFINISI DAN SEJARAH MURJI’AH
1.1 Definisi Murji’ah
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a. Ada beberapa pendapat tentang arti arja’a, diantaranya ialah:
1. Menurut Ibn ‘Asakir,
Dalam uraiannya tentang asal-usul kaum Murji’ah mengatakan bahwa arja’a berarti menunda. Dinamakan demikian karena mereka itu berpendapat bahwa masalah dosa besar itu ditunda penyelesaiannya sampai hari perhitungan nanti, kita tidak dapat menghukumnya sebagai orang kafir.
2. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam
Mengatakan bahwa arja’a juga mengandung arti membuat sesuatu, mengambil tempat-tempat dibelakang, dalam arti memandang sesuatu kurang penting. Dinamakan sesuatu kurang penting, sebab yang penting adalah imannya. Amal adalah nomor dua setelah iman.
3. Ahmad Amin
Mengatakan bahwa arja’a juga mengandung arti memberi pengharapan. Dinamakan demikian, karena di antara kaum Murji’ah ada yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar itu tidak berubah menjadi kafir, ia tetap sebagai mukmin, dan kalau ia dimasukkan ke dalam neraka, maka ia tidak kekal didalamnya. Dengan demikian orang yang berbuat dosa besar masih mempunyai pengharapan akan dapat masuk surga. 4. Al Azhari
Menyebutkan perihal kata-kata Raja’ yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu apabila lafadz Raja’ bersama dengan huruf nafi. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
1.2. Sejarah Pemikiran Kalam Murji’ah
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah, diantaranya ialah:
1. Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. 2. Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a, yang merupakan basis doktin Islam, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini adalah Watt. Watt menegaskan teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah pada tahun 680 H, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa faham syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687 H. Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan yang ada di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan. Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar tahun 695 H oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya, dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan,”kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke Mekah).” Dengan sikap politik ini Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan ‘Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan Ustman.
3. Aliran ini di latar belakangi oleh persoalan politik, yaitu persoalan khilafah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan, yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syi’ah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syi’ah menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut terjadi saling mengkafirkan. Di tengah-tengah suasana pertikaian ini muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan Murji’ah. Bagi mereka sahabat-sahabat yang terlibat dalam pertentangan karena peristiwa tahkim itu tetap mereka anggap sebagai sahabat-sahabat Nabi yang dapat dipercaya keimanannya. Oleh karena itu mereka tidak menyatakan siapa yang sebenarnya salah, tetapi menyerahkannya kepada tuhan pada hari perhitungan di hari kiamat nanti, apakah mereka menjadi kafir atau tidak.
BAB II
PEMIKIRAN KALAM MURJI’AH
Menurut Harun Nasution pemikiran kalam Murji’ah dibagi menjadi dua sekte, yaitu:
1. Murji’ah Moderat
Golongan ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar itu tidak menjadi kafir karenanya, dan tidak kekal dalam neraka. Orang tersebut akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang ia kerjakan. Bahkan apabila ia mengampuni dosanya itu ada kemungkinan ia tidak masuk neraka sama sekali. Jadi, menurut golongan ini orang Islam yang melakukan dosa besar itu masih tetap mukmin. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam golongan murj’ah adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadits. 2. Murji’ah Ekstrim
Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut:
a) Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b) Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Salat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahhui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c) Yunusiah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbutan jahat yang tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, mutaqil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbutan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d) Hasaniyah, menyebutkan bahwa seseorang mengatakan, “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak, apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan “saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau di tempat lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
Munculnya aliran ini di latar belakangi oleh persoalan politik, yaitu persoalan khilafah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan, yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij).
Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syi’ah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syi’ah menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut terjadi saling mengafirkan. Di tengah-tengah suasana pertikaian ini muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan Murji’ah. Bagi mereka sahabat-sahabat yang terlibat dalam pertentangan karena peristiwa tahkim itu tetap mereka anggap sebagai sahabat-sahabat Nabi yang dapat dipercaya keimanannya. Oleh karena itu mereka tidak menyatakan siapa yang sebenarnya salah, tetapi mereka lebih baik menunda persoalan tersebut, dan menyerahkannya kepada Tuhan pada hari perhitungan di hari kiamat nanti, apakah mereka menjadi kafir atau tidak.
Abdul Rozak dkk, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 56 Hasan Basri dkk, Ilmu Kalam sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-aliran, (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2007), hlm.28
Demikianlah Artikel Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)
Sekianlah artikel Makalah Ilmu Kalam (Murjiah) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Makalah Ilmu Kalam (Murjiah) dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/03/makalah-ilmu-kalam-murjiah.html
Makalah Ilmu Kalam (Murjiah)