, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul hubungan perubahan sosial dan kebudayaan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Hubungan Perubahan Sosial Dengan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan meliputi pola-pola kebudayaan sejagat, termasuk bentuk dan aturan organisasi social. Perubahan itu menyangkut perubahan nilai. Pergantian unsur lama dengan unsur baru bermakna pergantian niali. Misalnya gerobak yang ditarik oleh tenaga hewan diganti dengan kereta yang ditarik oleh tenaga mesin. Perubahan unsur-unsur kebudayaan membawa kepada perubahan norma-norma untuk mewujudkan keperluan-keperluan tertentu dalam bidang kebudayaan. Perubahan norma membawa kepada perubahan lembaga-lembaga sosial. Perubahan kebudayaan dapat mengubah organisasi sosial. Perubahan ekonomi pertanian kepada industri membawa perubahan organisasi sosial. Dengan berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota terjadi misalnya perubahan susunan keluarga dari keluarga luas menjadi keluarga batih.
Tetapi tidak tiap perubahan dalam kebudayaan berpengaruh kepada sistem sosial. Ambil misalnya perubahan mode, perubahan unsur-unsur seni (misalnya: wayang kulit digantikan oleh wayang golek), perubahan makanan (jagung diganti dengan beras), perubahan perumahan (arsitektur tradisional diganti arsitektur modern), perubahan bahasa (logat daerah diganti oleh bahasa nasional), perubahan unsur-unsur kebudayaan itu tidak berpengaruh kepada sistem hubungan dalam masyarakat.
Perubahan sosial membawa kepada perubahan kebudayaan. Perubahan sosial mungkin karena perubahan sistem kemasyarakatan, mungkin pula karena perubahan lembaga-lembaganya. Perubahan lembaga bermakna perubahan sasaran keperluan yang hendak dicapai. Perubahan keperluan adalah perubahan nilai. Dan kebudayaan adalah sesungguhnya sistem nilai.
Dalam kehidupan sehari-hari sukar untuk menarik batas antara perubahan sosial dan kebudayaan, karena batas antara masyarakat dan kebudayaan amat kabur. Kebudayaan mengandung pola-cita dan sosial mengandung pola laku. Kalau diumpamakan kebudayaan itu otak, adalah sosial tangan. Otak berfikir, tangan menjalankan apa yang difikirkan. Sukar untuk menarik batas antara gerak otak dan gerak tangan. Karena itu sosial dan kebudayaan dipandang sebagai dwitunggal dengan perpaduan istilah sosio-budaya.
Perubahan fikiran mungkin tidak menyatakan diri pada tangan. Perubahan-perubahan kebudayaan dengan misal-misal diatas ternyata tidak mempengaruhi lembaga-lembaga dan sistem sosial. Tetapi perubahan sosial didahului oleh perubahan kebudayaan. Perubahan lembaga pendidikan agama kepada lembaga pendidikan sekular terjadi karena perubahan masyarakat Islam kepada masyarakat muslim. Perubahan lembaga hak milik pribadi (kapitalisme) menjadi lembaga hak milik masyarakat (sosialisme) terjadi karena perubahan kebudayaan kapitalisme kepada kebudayaan sosialisme. Pada orang-orang Minangkabau yang beradatkan garis-ibu (matrilinial) yang menetap di kota-kota besar di luar Minangkabau, dalam praktik mengamalkan sistem garis ayah (patrilinial), karena perubahan cara hidup agraris di kampung kepada cara hidup industri di kota. Penerimaan lembaga pendidikan sekularisme oleh umat Islam terjadi karena perubahan cara hidup mereka yang mengarah kepada sekularisme.
B. Perubahan Agama Tanpa Perubahan Kebudayaan
Dengan mengkaji cara hidup umat Islam kini timbul pertanyaan: kenapa cara hidup masyarakat umat Islam tidak Islam sedangkan mereka sudah lama menerima Islam?
Kajian tentang sejarah Islamisasi di kepulauan Nusantara memberikan kesimpulan bahwa aspek yang pertama dan utama mengalami Islamisasi ialah agama. Agama Hindu (atau Budha) – Nusantara digantikan oleh Islam. Islamisasi aspek kebudayaan yang seyogyanya menyusul banyak mendapat halangan, terutama karena perjuangan terhadap penjajah Barat, selanjutnya oleh politik penjajahan, disamping daya tahan tradisionalisme.
Agama Islam diterima, tapi cara hidup masyarakat tetap takluk kepada adat, yang diwarisi dan generasi ke generasi semenjak sebelum Islam datang. Ada usaha Islamisasi adat, tapi karena bermacam sebab hasilnya tidak banyak. Dengan menerima Islam sebagai agama, tapi tanpa menerima pula konsepsi Islam tentang kebudayaan atau tanpa menyelaraskan kebudayaan yang selama ini diamalkan dengan prinsip atau asas kebudayaan Islam, maka perubahan yang terjadi hanyalah perubahan agama, dan tidak berlangsung perubahan pada cara berfikir dan merasa atau cara hidup. Lembaga-lembaga sosial dengan norma-normanya yang selama ini berfungsi tetap saja berfungsi, dengan disana sini sedikit penyelarasan atau pemberian warna atau baju Islam. Maka laku perbuatan seperti yang selama ini diamalkan oleh masyarakat berlanjut terus, perubahan hanya terjadi pada laku perbuatan yang menyangkut agama.
Sementara itu penjajahan Barat menumbuhkan kota-kota untuk jadi pusat administrasi dan sosio-ekonominya. Akulturasi kota-kota Nusantara dengan kebudayaan Barat, yang sekularisme menumbuhkan kebudayaan Barat yang sekularisme di kota-kota itu. Maka umat Islam yang hidup di kota-kota itu menerima agama Islam tapi mengamalkan cara hidup sekularisme. Memang terjadi perubahan agama dan kebudayaan, tapi kebudayaan baru yang diterima itu bukan kebudayaan Islam.
Dengan demikian umat Islam yang hidup di desa dan di kota Nusantara mengamalkan agama Islam, tapi tidak menjalankan cara hidup Islam. Pada mereka yang di desa agamanya berubah, tapi kebudayaannya tidak berubah. Pada mereka yang di kota agamanya berubah, juga kebudayaannya berubah, tapi kebudayaan itu putus daripada agama.
Apabila kita pakai peristilahan fardhu ‘ain dan fardhu kifayah adalah umat Islam di Nusantara megnamalkan fardhu ‘ain menurut konsep Islam, tapi fardhu kifayahnya putus daripada Islam. Maka masalah masyarakat muslim Nusantara ialah masalah lembaga-lembaga sosial. Lembaga-lembaga sosial mereka tidak mengandung norma dan nilai Islam. Lembaga-lembaga sosial di desa mengandung norma dan nilai adat dan yang di kota mengandung norma dan nilai Barat.
Perubahan berpangkal daripada timbulnya unsur-unsur baru atau penerimaan cara-cara baru, atau perbaikan cara-cara masyarakat memenuhi keperluannya. Misalnya penemuan mobil menimbulkan perubahan-perubahan besar yang beruntun dalam masyarakat.
Dalam kontak antara umat Islam dengan bangsa-bangsa Barat yang menguasai atau menjajah mereka, banyak umat Islam menerima unsur-unsur kebudayaan atau cara-cara Barat, yang bagi umat Islam adalah baru. Karena itu kontak itu banyak menimbulkan perubahan di kalangan umat Islam, terutama di kota-kota. Dalam Islam lembaga yang menerima atau menolak unsur kebudayaan atau cara-cara baru itu ialah ijtihad. Tetapi ijtihad tidak berfungsi lagi, karena golongan terbesar umat Islam telah menutupnya. Karena itu tidak ada yang menapis unsur-unsur atau norma-norma yang berasal dari Barat itu. Karena kebudayaan Barat itu bersifat sekularisme, maka perubahan yang ditimbulkannya dalam masyarakat Muslim bersifat sekularisme pula.
Dalam kontak dengan Barat itu agama Islam bertahan utuh. Perubahan berpangkal daripada yang baru. Sedangkan dalam agama tidak boleh ada perkara baru.
Daerah perubahan masyarakat terbagi dua, yakni wilayah inti dan wilayah tepi. Yang pertama ialah sumber penyebab perubahan masyarakat. Yang kedua daerah yang mengalami perubahan secara merembes dari wilayah inti.
Dalam gerak perubahan sosio-ekonomi di dunia sekarang ini adalah wilayah intinya negara-negara Barat yang sudah maju dengan kebudayaan industrinya. Dan negeri-negeri umat Islam merupakan daerah tepi perubahan itu. Negeri-negeri maju itu sekarang mengalami revolusi industri yang kedua. Revolusi yang pertama berlangsung di bagian akhir abad ke-XVIII dengan penemuan tenaga uap. Negeri-negeri umat Islam sebagai negeri berkembang merupakan wilayah tepi perubahan teknik, mengalami kedua revolusi mental dan psikologi, serta revolusi sosio ekonomi. Maka masalah umat Islam dalam menghadapi perubahan-perubahan besar di dunia kini ialah:
1. Bagaimana menghadapi revolusi mental dan psikologi serta revolusi sosio ekonomi yang dirembeskan kepada mereka oleh negeri-negeri sekularisme.
2. Bagaimana menapis perubahan-perubahan besar yang melanda itu dan menyelaraskannya dengan syari’at, sedangkan lembaga ijtihad sedang lumpuh.
C. Evolusi Sosial
Perubahan sosial dapat dibagi atas 6 bentuk;
1. Evolusi sosial
2. Revolusi sosial
3. Perubahan berpengaruh kecil
4. Perubahan berpengaruh besar
5. Perubahan yang dikehendaki
6. Perubahan yang tidak dikehendaki
Marilah kita bahas bentuk yang pertama. Evoluasi sosial mengandung urutan perubahan-perubahan kecil, yang satu disusul oleh yang lain dengan lambat dalam jarak waktu yang panjang. Perubahan terjadi dengan sendirinya, yaitu tanpa kehendak tertentu atau rencana tertentu. Perubahan itu berlangsung karena tindakan-tindakan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluannya, dengan suasana dan keadaan, yang timbul karena bertingkat-tingkat, terjadi karena adanya kerjasama yang selaras antara manusia dan lingkungannya.
Ada tiga bentuk evolusi:
1. Evolusi kosmik, evolusi dalam bentuk pertumbuhan, perkembangan bahkan juga kemunduran hidup manusia.
2. Evolusi organik, terutama dalam bentuk perjuangan manusia mempertahankan hidup.
3. Evolusi mental, yang terutama dipersoalkan dalam perubahan sosial, sebagai akibat perubahan teknik dan perubahan kebudayaan.
Pembicaraan kita tumpukan kepada bentuk evolusi yang ketiga. Misalnya evolusi mental yang disebabkan oleh perubahan teknik ialah apa yang diakibatkan oleh perubahan alat pengangkutan daripada yang mempergunakan tenaga hewan kepada tenaga mesin.
Akulturasi dengan kebudayaan Barat yang bersifat materialisme (sebagai salah satu ciri sekularisme), menimbulkan banyak keperluan kebendaan pada masyarakat muslim, sehingga berlangsung gerak sosial kepada sekularisme dalam masa yang panjang, kira-kira 200 tahun yang terakhir ini.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Perubahan sosial membawa kepada perubahan kebudayaan. Perubahan sosial mungkin karena perubahan sistem kemasyarakatan, mungkin pula karena perubahan lembaga-lembaganya. Perubahan lembaga bermakna perubahan sasaran keperluan yang hendak dicapai. Perubahan keperluan adalah perubahan nilai. Dan kebudayaan adalah sesungguhnya sistem nilai.
Perubahan berpangkal daripada timbulnya unsur-unsur baru atau penerimaan cara-cara baru, atau perbaikan cara-cara masyarakat memenuhi keperluannya. Misalnya penemuan mobil menimbulkan perubahan-perubahan besar yang beruntun dalam masyarakat.
Perubahan sosial dapat dibagi atas 6 bentuk;
1. Evolusi sosial
2. Revolusi sosial
3. Perubahan berpengaruh kecil
4. Perubahan berpengaruh besar
5. Perubahan yang dikehendaki
6. Perubahan yang tidak dikehendaki