, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul aliran-aliran filsafat (idealisme dan rasionalisme), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Idealisme.
Idealisme ialah filsafat yang pandangan yang menganggap atau memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.Jadi pengertian idealisme itu bukanlah seperti yang dianggap orang bahwa kaum Idealis adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan berpikir dari pada makan, dll.Aliran Idealisme/Spritualisme, yang mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Idealisme adalah aliran filsafat yang menekankan “idea" (dunia roh) sebagai objek pengertian dan sumber pengetahuan. Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg dilakukan oleh manusia tidaklah selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi harus berdasarkan prinsip kehorhanian (idea). Oleh sebab itu, Idealiseme sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran [7]. Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan [8] (Ali, 1990:28).
Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme
1. Idealisme Obyektif
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia.Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil.Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak.Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.
Pada jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.
Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan olehGeorge.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran.Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker.Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal.Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.
2. Idealisme Subyektif
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri.Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikianBerkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.
Pada abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali olehAguste Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”.
B. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Idealisme ialah filsafat yang pandangan yang menganggap atau memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.Jadi pengertian idealisme itu bukanlah seperti yang dianggap orang bahwa kaum Idealis adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan berpikir dari pada makan, dll.Aliran Idealisme/Spritualisme, yang mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Idealisme adalah aliran filsafat yang menekankan “idea" (dunia roh) sebagai objek pengertian dan sumber pengetahuan. Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg dilakukan oleh manusia tidaklah selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi harus berdasarkan prinsip kehorhanian (idea). Oleh sebab itu, Idealiseme sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
DAFTAR PUSTAKA
Poejawijatna, R.I. Prof. 1983. Pembimbing Kearah Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta.
Syadali, Ahmad. H. Drs, et. At. 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia.
Achmadi Asmoro. 1995, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Peursen Van c.a. 1997, Orientasi Dalam Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia.