Advertisement
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Contoh Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaanlink :
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan
Baca juga
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadiran Tuhan yang maha esa. Karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa membuat sebuah karya tulis untuk sebagai tugas akhir pelajaran Bahasa Indonesia.
Karya tulis yang saya buat ini berjudul tentang Islam dan politik. Kita bisa mempelajari tentang-tentang Islam dengan membaca sebuah karya tulis ini.
Untuk membuat karya tulis ini saya membutuhkan waktu yang cukup lama. Pesan saya kalau ada teman-teman yang memakai karya tulis ini harap dirawat dengan baik.
Saya mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya. Mudah-mudahan dengan kehadiran karya tulis ini dapat menjadi sumbangan yang berguna bagi teman-teman untuk memahami tentang isi karya tulis ini.
Padang, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca
Kemerdekaan......................................................................................... 3
A. Islam, Masyarakat, dan Cita – Cita Politik............................................ 3
B. Masyumi............................................................................................. 3
C. Umat Islam dan Pendudukan Jepang.................................................... 4
D. Kemerdekaan Indonesia dan Kesadaran Politik Umat.......................... 4
E. Peristiwa 18 Agustus dan Ketuhanan YME.......................................... 5
F. Masyumi (Wahana Perjuangan Politik Islam)........................................ 5
G. Masyumi (Prestasi Politik dan Wahana Partai Yang Mulai
Keropos)............................................................................................ 5
H. Islam dan Demokrasi Parlementer........................................................ 6
I. Pemilihan Umum I dan Nasib Majelis Konstituante............................... 6
Islam dan Demokrasi Terpimpin Proses Kristalisasi........................... 6
A. Gambaran Umum Situasi Politik........................................................... 6
B. Partai – Partai Islam Menempuh Jalan Bersibak Dua............................ 8
C. Liga Demokrasi VS Demokrasi Terpimpin........................................... 9
D. Soekiman – Jusuf dan DPRG............................................................. 10
E. Masyumi Menghadapi Batu Karang................................................... 10
F. Akar Kebencian Soekarno Terhadap Masyumi.................................. 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
A. Kesimpulan....................................................................................... 12
B. Saran................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai konsekuensi logis dari posisi politik yang lemah, partai-partai Islam tidak punya pilihan lain kecuali menyesuaikan diri dengan sistem dan tata politik yang baru diciptakan. Pendekatan akomodatif partai-partai Islam terhadap sistem politik Demokrasi Terpimpin ditafsirkan oleh sebagai pemimpin muslim sebagai penyimpangan dari prinsip-prinsip perjuangan dalam Islam. Diantara partai-partai Islam yang turut serta dalam sistem politik yang baru diciptakan Soekarno, NU harus dicatat sebagai yang terpenting untuk dibicarakan, karena partai inilah yang muncul sebagai partai Islam terbesar setelah Masyumi menghilang.
Dengan demikian pada periode Demokrasi Terpimpin, NU dapat dikatakan sebagai “Iman” politik partai-partai Islam yang ada. Cepatnya proses Islamisasi di Indonesia dari kuantitatif pada periode pasca kemerdekaan tidak dapat dilepaskan dari hasil hasil perjuangan partai-partai Islam. Bagi Ibnu Khaldun, sejarah lebih dari sekedar catatan. Baginya sejarah adalah kerja mencari kebenaran. Dalam Muqaddimah, Ibnu Khadun di samping melihat sisi luar dari sejarah, iapun menukik dalam membaca sisi dalam dari kajian sejarah.
Dengan mempertautkan sejarah dengan filsafat, Ibnu Khaldun tampaknya ingin mengatakan. Seperti halnya Crose, bahwa sejarah memberikan kekuatan inspiratif dan intuitif kepada filsafat. Sementara filsafat menawarkan kekuatan logis kepada sejarah. Menurut saya, kajian sejarah harus berani menerobos dinding-dinding kontroversial yang mengandung tafsiran ganda. Untuk melengkapi pandangan Ibnu Khaldun, saya menengok pula defenisi sejarah menurut Benedetto Crece, Sejarawan-Filsuf Itali Kontemporer. Hal itu juga sejalan dengan teori Ibnu Khaldun yang memang saya jadikan acuan dalam menulis kajian.
Periode demokrasi terpimpin sekalipun hanya berlangsung sekitar enam tahun adalah periode yang perlu dikaji secara serius dengan kecermatan yang tinggi. Dalam menghadapi suatu peristiwa yang tragis dan dramatis, sulit bagi seorang penulis sejarah untuk bersikap dingin. Dalam karya ini dengan segala keterbatasan penulis, persinggungan antara ilmu sosial dan humoniora tetap diperhatikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan
A. Islam, Masyarakat dan Cita-Cita Politik
Kelompok umat yang paling merasakan rahmat kemerdekaan di Indonesia, maka kelompok itu adalah umat Islam yang menjadi penghuni mayoritas Nusantara. Kemerdekaan bagi mereka adalah salah satu esensi ajaran agamanya sebagai pancaran tauhid, suatu faham monoteistik yang amat sejati. Konsep umat menggambarkan suatu masyarakat beriman yang bercorak universal.
Berkat pendidikan agama di sekolah-sekolah, secara berangsur telah terjadi proses santrinisasi dalam masyarakat Indonesia pasca proklamasi. Dalam defenisi ini, syariat adalah agama itu sendiri. Defenisi syaltul ini sebenarnya lebih dekat kepada hakikat syariat yang dikehendaki Al-Qur’an, sebab memang itulah hakikat agma.
B. Masyumi
Sejarah awal dan aspirasi politik.
Kelahiran Masyumi dapat dikatakan sebagai suatu keharusan sejarah (anhistorical necessity) bagi perjalanan politik umat Islam Indonesia. Dua alasan pokok mengapa MIAI dipandang urgen untuk didirikan.
Pertama, usaha-usaha politik Islam pada waktu itu masih belum mantap seperti yang diharapkan.
Kedua, adalah landasan spiritual dari seluruh bentuk persatuan umat, panggilan Al-Qur’an dalam Ali Imran : 103 yang mendesak agar umat Islam jangan bertikai.
C. Umat Islam dan Pendudukan Jepang
Maksud utama Jepang dengan mendekati umat Islam ialah untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam dukungan terhadap tujuan-tujuan perang yang langsung dan mendesak. Dalam perkembangan, Shumuhu menangani urusan-urusan yang berkaitan dengan fungsi Departemen Dalam Negeri, Kejaksaan, Pendidikan dan Keagamaan Umum. Manfaat lain pendudukan Jepang bagi umat Islam ialah Islam terbukanya kesempatan membentuk lasykar Hisbullah pada kahir 1944.
Sejauh mana Jepang berhasil mengeksploitasi Masyumi, terutama karena posisi pemimpin umat pada waktu itu tidak terlalu pasti dan sulit.
D. Kemerdekaan Indonesia dan Kesadaran Politik Umat
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945, dua hari kemudian Indonesia menyatakan kemerdekaan dibawah pemimpin Seokarno dan Mohammad Hatta. Setelah Indonesia mengenal sejarah Islam kontemporer Indonesia tidak akan begitu sulit menafsirkan apa yang dimaksud dengan istilah Islam “Pendidikan Barat”.
E. Peristiwa 18 Agustus dan Ketuhanan Yang Maha Esa
Peristiwa penting pada 18 Agustus ialah bersidangnya PPKI dengan jumlah anggota semula 21 kemudian atas usul Soekarno, ditambah menjadi 27. Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 bertujuan menetapkan UUD serta memilihg presiden dan wakil presiden.
F. Masyumi
Wahana Perjuangan Politik Islam
Bila kesatuan bergerak politik di kalangan organisasi dan partai-partai Islam dirasakan tidak memadai sebagai wahana perjuangan, maka dipandang sudah sangat mendesak agar umat merapatkan barisan dalam satu partai politik. Dilihat dari data sosiologis umat pendukung utama partai baru ini ialah Muhammadiyah dan NU.
G. Masyumi
Prestasi Politik dan wahana partai yang mulai keropos
Disamping prestasi politik yang cemerlang, kita perlu pula menengok lebih dekat “Dapu Masyumi” yang dihuni berbagai kecendrungan keagamaan dan politik yang sulit dipersatukan. Dalam konteks perjalanan sejarah Islam Indonesia, para pemimpin dari berbagai subgolongan umat telah berusaha melakukan terobosan-terobosan untuk mengatasi dan melawan sangketa.
H. Islam dan Demokrasi Parlamenter
Akibat perselisihan dengan Angkatan Darat, Kabinet Ali I jatuh pada Juli 1955, dan digantikan oleh kabinet Burhanuddin Harapan (Masyumi). Kabinet ini adalah kabinet Masyumi terakhir sampai partai itu bubar pada 1960. rupanya, prestasi politik luar negeri yang gemilang ini tidak mampu mengimbangi kegagalan kabinet dalam melaksanakan kebijaksanaan dalam negerinya.
I. Pemilihan Umum I dan Nasib Majelis Konstituante
Pemilihan umum adalah mekanisme politik yang inheren dalam Islam. Pemilu 1955 dilaksanakan sebagai realisasi sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Berdasarkan hasil pemilu, PNI sebagai partai yang terbanyak meraih suara, sekalipun mendapat jumlah kursi yang sama dengan Masyumi.
Islam dan Demokrasi Terpimpin Proses Kristalisasi (Juli 1959 – Desember 1960)
A. Gambaran Umum Situasi Politik
Kabinet Djuanda adalah kabinet peralihan dari peride Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Kabinet inilah yang bertugas melaksanakan gagasan Soekarno dalam bentuk Demokrasi Terpimpin. Sekitar enam setengah tahun sistem ini beroperasi dalam sejarah kontemporer Indonesia, secara politik umat Islam tidak saja berbeda pandangan, bahkan berpecah belah berhadapan dengan sistem yang diciptakan Soekarno.
Sebenarnya sejak NU menarik diri dari Masyumi pada 1952 dan muncul sebagai partai pilitik, dalam menghadapi banyak kasus, partai Islam baru ini lebih dekat kepada PNI atau bahkan PKI ketimbang Masyumi. Masyumi yang beraliansi dengan partai-partai kecil, seperti PSI dan partai Katolik jelas tidak bisa menolong posisi politiknya dalam DPR yang semakin melemah.
Dalam situasi seperti itu, cita-cita demokrasi yang hanya didukung oleh suara minoritas dalam parlemen adalah seperti orang berteriak ditengah padang pasir. Demokrasi Terpimpin dalam praktikum adalah sistem politik dengan baju demokrasi tapi minus demokrasi. Dari sudut kenyataan ini, kita melihat Masyumi sebagai partai yang kurang besar, sehingga keputusan-keputusan penting yang diambilnya sering didorong oleh idealisme demokrasinya yang begitu dalam, sementara realitas politik sedang menempuh jalan lain.
Penjelasan lain tentang mengapa harus Demokrasi Terpimpin, dapat pula dicari pada kenyataan bahwa Bung Karno tidak mau lagi jadi tukang stempel, dalam arti seorang presiden simbol sebagaimana ditentukan oleh UUD 1950 yang menjadi dasar konstitusional bagi pelaksanaan demokrasi parlementer di Indonesia. Keinginan Soekarno untuk berkuasa, langsung disampaikan pertama kali pada 28 Oktober 1956.
Kekecewaan Soekarno dengan keadaan, sebenarnya juga berpangkal pada kegagalan mewujudkan kehendaknya membentuk kabinet gotong royong atau kabinet berkaki empat, dimana PKI turut serta didalamnya. Tetapi Soekarno mulai muncul sebagai seorang kepala negara otoriter, sehingga dalam praktik politik dia sering berada diatas konstitusi.
B. Partai – Partai Islam Menempuh Jalan Bersibak Dua
Dalam majelis kontituante, partai-partai Islam pada umumnya dapat menggalang kekompakan sesama mereka, khususnya pada waktu memperjuangkan Islam atau Pancasila adalah Piagam Jakarta sebagai dasar negara. Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai perbedaan penilaian kalangan partai-partai Islam terhadap ide dan pelaksanaan demokrasi yang dikatakan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Bersamaan dengan gencarnya propaganda demokrasi terpimpin, Soekarno mengkritik ide dan pelaksanaan demokrasi liberal secara telak yang katanya semakin menjauhkan Indonesia dari tujuan revolusi yang berupaya mencapai masyarakat adil dan makmur.
Soekarno dalam pidatonya pada 17 Agustus 1959 dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” menjelaskan prinsip-prinsip dasar Demokrasi Terpimpin dalam dua kategori :
1. Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat dan negara.
2. Tiap-tiap orang berhak mendapat penghidupan layak dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam kesempatan lain Soekarno menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah Demokrasi kekeluargaan tanpa anarkinya liberalisme, tanpa otokrasinya diktator. Bila analisis saya dikaitkan dengan pengalaman politik partai-partai di Indonesia, seharusnya PSII merupakan partai yang paling berpengalaman. Tapi dalam kenyataan, tidak ada jaminan bahwa sesama penganut modernisme Islam akan selalu satu perahu dalam berpolitik.
Catatan menarik lainnya, adalah pernyataan NU tentang penerimaan eksistensi DPRGR adalah dalam rangka menegakkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar.
C. Liga Demokrasi VS Demokrasi Terpimpin
Kehadiran Demokrasi Terpimpin bukan hanya dilawan oleh Masyumi dan PSI, sekalipun dua partai inilah yang paling gigih. Liga demokrasi ditokohi oleh figur-figur Masyumi, PSI, Partai Katolik, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), dan IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Dukungan partai-partai terhadap budaya politik ini semakin meyakinkan Soekarno bahwa sistem yang diciptakannya akan berjalan mulus, apabila tentara dengan tokohnya A.H. Nasution menyatakan berdiri dibelakang sistem.
Soekarno yang pada masa pra kemerdekaan begitu keras mengeritik Islam tradisional, pada periode Demokrasi Terpimpin kritikannya ditujukan pada sayap modernis. Terlibatnya dua tokoh NU dalam liga demokrasi yang menantang pembubaran DPR, merupakan indikasi betapa minoritasnya pemimpin sayap pesantren. Dalam tradisi Islam klasik, sikap layak ulama terhadap penguasa zalim sekalipun bukan kejadian yang aneh, karena selalu saja dicarikan pembenaran agama untuk mendukung sikap semacam itu.
D. Soekiman – Jusuf dan DPRGR
Soekiman dan Jusuf adalah tokoh-tokoh yang sangat anti PKI seperti tokoh-tokoh Masyumi lainnya. Soekiman, Ketua I Masyumi, diangkat Soekarno sebagai anggota DPRGR tanpa diajak berunding lebih dulu dan dikatakan mewakili kaum cendekiawan. Alasan Soekiman menolak pengangkatan dirinya sebagai anggota DPRGR adalah demi mempertahankan integritas pribadi sebagai pemimpin umat.
Berbeda dengan sikap Soekiman, Jusuf Wibisono menerima angkatannya sebagai anggota DPRGR (Yang dikatakan Soekarno sebagai wakil kaum buruh). Tapi harapan Wibisono agar Masyumi diikutsertakan dalam DPRGR adalah harapan yang tidak realistis
E. Masyumi Menghadapi Batu Karang
Hanya beberapa pemimpin Masyumi dan PSI yang dipenjarakan Soekarno kemudian dibebaskan oleh Pemerintah Orde Baru, tapi usaha rehabilitasi partai mereka tidak pernah berhasil.
Perbandingan dari perbedaan sikap Soekarno terhadap Masyumi dan PSI dan sikapnya terhadap PKI setelah partai ini berontak pada 1965.
F. Agar Kebencian Soekarno Terhadap Masyumi
Menurut Natsir, sebab pokok gesekan itu adalah sikap yang berbeda dalam menghadapi masalah Irian Barat, suatu bisul politik antara Indonesia dan Belanda yang belum terselesaikan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir 1949. Sejak jatuhnya kabinet Wilopo-Prawoto pada 1953, Masyumi dimata Soekarno adalah Rival politik yang sangat mengganggu.
Salah satu cara rezim Soekarno untuk melumpuhkan lawan-lawan politiknya ialah memenjarakan mereka, baik yang turut dengan pemberontakan daerah maupun yang bukan, selama beberapa tahun tanpa proses pengadilan. Bagi pemimpin seperti Soekarno, akan sulit memegang budaya perbedaan pendapat.
Sebagai orang yang merasakan benar betapa “panasnya” sistem Demokrasi Terpimpin, Natsir tentu mempunyai hak sepenuhnya untuk menilai sistem itu. Dengan dikeluarkan keputusan presiden No. 200/1960 yang diumumkan pada 17 Agustus 1960, maka pada 13 September 1960, Pimpinan partai Masyumi menyatakan partainya bubar untuk memenuhi keputusan, ketentuan dalam keputusan Presiden.
Pada tahun-tahun berikutnya, sebagian besar tokoh puncak kedua partai yang berada di tanah air di tangkap dan dipenjarakan oleh rezim Soekarno. Menghilangnya Masyumi dari peredaran sejarah bagi umat berarti sempurnanya proses kristalisasi dikalangan partai-partai Islam dalam menghadapi dominasi politik Soekarno. Sikap Masyumi melawan Soekarno dapat ditafsirkan semperti seseorang yang membenturkan kepalanya ke tempat tebal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penulisan-penulisan yang dilakukan tentang Islam dan Politik, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Islam dan politik sangat perlu bagi umat Islam.
2. Dengan adanya Islam dan politik umat Islam yang menjadi penghuni mayoritas Nusantara.
3. Sejarah Masyumi dapat dikatakan sebagai suatu sejarah (anhistorical necessity) bagi perjalanan politik umat Islam Indinesia.
B. Saran
Dengan adanya Karya Tulis ini saya bisa memanfaatkan buku ini untuk dibaca-baca, dan siapa yang memahami buku ini agar bisa memelihara dengan sebaik mungkin. Agar buku ini tetap bagus dan bisa kita baca untuk masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Syafii, Maarif Ahmad. 1996. Islam dan Politik. Jakarta :
Gema Insani Press
Demikianlah Artikel Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan
Sekianlah artikel Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/02/contoh-makalah-pasang-surut-politik.html
Contoh Makalah Pasang Surut Politik Islam Pada Permulaan Periode Pasca Kemerdekaan