Advertisement
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel JURNAL EKONOMI, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTAROlink :
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO
Baca juga
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO
PEMBUATAN BRIKET ARANG
DARI CAMPURAN BUAH BINTARO DAN TEMPURUNG KELAPA MENGGUNAKAN PEREKAT AMILUM
PENDAHULUAN
Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini minyak tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Briket merupakan bahan bakar yang terbuat dari limbah padat organik, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara massal, maka dicoba untuk memanfaatkan briket organik dari bahan baku berupa buah bintaro dan tempurung kelapa. Pemilihan bahan ini dilakukan karena pemanfaatan akan limbah buah bintaro dan tempurung kelapa dan juga meningkatkan nilai ekonomis dari limbah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi dan suhu yang optimal dari buah bintaro dan tempurung kelapa terhadap kualitas yang dihasilkan dan juga mengetahui Inherent Moisture, Ash, Volatile Matter, Fixed carbon dan Calorific Value dari briket yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Briket adalah padatan yang umumnya berasal dari limbah pertanian. Sifat fisik briket yaitu kompak. keras, dan padat. Dalam aplikasi produk. ada beragam jenis briket. yaitu briket arang selasah, briket serbuk gergaji dan sekam. briket kotoran sapi. briket cangkang kopi. maupun cangkang jarak pagar. (Fuad, 2008)
Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Sedangkan briket arang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bahan lunak. (Adam, 1998)
Briket arang adalah bahan bakar tanpa asap yang merupakan suatu jenis bahan bakar padat yang kandungan zat terbangnya dibuat cukup rendah sehingga asap yang ditimbulkan pada pemanfaatannya tidak akan mengganggu kesehatan dari pemakai briket itu sendiri. Briket arang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari seperti memasak. penghangat ruang kandang, menyetrika dan lain-lain.
Setiap jenis briket memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Pembriketan terhadap suatu bahan atau campuran merupakan suatu cara untuk mendapatkan bentuk tertentu agar dapat dipergunakan untuk keperluan tertentu pula.
Briket arang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa misalnya kayu, ranting, daun‑daunan, rumput, jerami. ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang. Briket arang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya.
Tabel 1. Standar Nilai Briket Batu Bara
Komponen | Standar Nilai |
Kandungan air total Abu Zat terbang Karbon padat Nilai kalori Belerang Kuat tekan Daya tahan banting Ukuran(PxLxT) Berat/butir Komponen kimia: - Karbon (C) - Hidrogen (H) - Oksigen (O) - Nitrogen Emisi gas: - Sulfur (SO2) - Nitrogen dioksida (NOx) - Karbon monoksida (CO) Asap Suhu penyalaan | < 5% 14-18% 20-24% 55-60% 5.500-7000 kal/gr < 0.5% > 60 kgf/pcs > 95% 51x49x39 mm 50 gr
64-67% 2.7-49% 11.1-13% 1-1.1%
< 5 ppm < 2 ppm < 1000 ppm Tidak berasap 1850C |
Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap. Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan berwarna hitam.
Proses karbonisasi merupakan salah situ tahap yang penting dalam pembuatan briket arang. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur 500-8000C, kandungan zat yang mudah menguap akan hilang sehingga akan terbentuk struktur pori awal (Widowati, 2003).
Menurut Hasani (1996), proses karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organic yang menyusun struktur bahan membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon.
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4dan H2 yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
Proses karbonisasi dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:
1) Penguapan air, kemudian penguraian sellulosa menjadi distilat yang sebagian besar mengandung asam-asam dan methanol.
2) Penguraian sellulosa secara intensif hingga menghasilkan gas serta sedikit air.
3) Penguraian senyawa lignin menghasilkan lebih banyak tar yang akan bertambah jumlahnya pada waktu yang lama dan suhu tinggi.
4) Pembentukan gas hydrogen merupakan proses pemurnian arang yang terbentuk.
Menurut mahajoeno (2005), syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi Kriteria sebagai berikut:
1) Mudah dinyalakan
2) Tidak mengeluarkan asap
3) Emisi gas hasil pembakaran tidak menganding racun
4) Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama
5) Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu pembakaran) yang baik
Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Beberapa tipe / bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder, telur (egg), dan lain-lain.
Buah bintaro dan tempurung kelapa pada dasarnya mengandung unsure-unsur kimia seperti karbon, hydrogen dan nitrogen disamping unsur-unsur mineral seperti kalium, kalsium dan magnesium.
Buah bintaro terdiri atas 8% biji dan 92% daging buah. Bijinya sendiri terbagi dalam cangkang 14% dan daging biji 86%. Biji bintaro mengandung minyak antara 35-50% (bandingkan dengan biji jarak yang 14% dan kelapa sawit 20%). Semakin kering biji bintaro semakin banyak kandungan minyaknya. Minyak ini termasuk jenis minyak nonpangan, diantaranya asam palmitat (22,1%), asam stearat (6,9%), asam oleat (54,3%), dan asam linoleat (16,7%).
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Data komposisi kimia tempurung kelapa disajikan pada tabel 2. (Suhardiyono, 2007).
Tabel 2. Komposisi kimia tempurung kelapa (Suhardiyono, 2007)
Komponen | Persentase (%) |
Lignin | 29,4 |
Abu | 0,6 |
Nitrogen | 0,1 |
Air | 8,0 |
Dalam pembuatan briket bioarang diperlukan perekat ataupun pengikat yang berfungsi untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku (bioarang) pada proses pembuatan briket. Tepung tapioka termasuk dalam klasifikasi sebagai bahan perekat organik dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif. Dipilihnya perekat tepung tapioka ini dikarenakan harganya murah serta mudah didapat. Adapun komposisi dari ubi kayu dan tepung tapioka terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Komposisi Ubi Kayu Dan Tepung Ubi Kayu (Tepung Tapioka)
Komponen | Jumlah |
Ubi Kayu ( % )(a) | Tepung Ubi Kayu ( % )(b) |
Air | 62 – 65 | 11,5 |
Karbohidrat | 32 – 35 | 83,8 *) |
Protein | 0,7 – 2,6 | 1,0 |
Lemak | 0,2 – 0,5 | 0,9 |
Serat | 0,8 – 1,3 | 2,1 |
Abu | 0,3 – 1,3 | 0,7 |
Sumber : a.Kay, 1973, b.Deprin, 1989 (dalam Hambali, Erliza, dkk, 2007)
Keterangan : *) terukur sebagai pati
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bintaro, tempurung kelapa dan tepung tapioka. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bomb Calorimeter, furnace, oven, cawan silica, desikator, botol timbang, neraca analitik, krus porselen dan spatula.
Variabel yang dipilih dalam penelitian ini yaitu komposisi berat buah bintaro dan tempurung kelapa sebesar 50:50, 40:60 dan 30:70 sedangkan untuk variabel suhu karbonisasi diambil mulai dari 3500C, 4000C dan 4500C selama kurang lebih 60 menit. Setelah itu bubuk briket yang terbentuk dicampur dengan perekat tepung tapioka dan dicetak dengan perbandingan antara campuran bubuk briket dan perekat sebesar 9:1. Briket yang terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 800C selama 1 jam, briket yang telah terbentuk kemudian dilakukan analisa Inherent Moisture, Ash, Volatile Matter dan Calorific Value-nya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis Inherent Moisture briket buah bintaro dan tempurung kelapa, dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kandungan inherent moisture briket bioarang dari buah bintaro dan tempurung kelapa
Dari gambar 1. dapat terlihat bahwa hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kandungan inherent moisture briket adalah semakin tinggi suhu karbonisasi maka kandungan inherent moisturenya juga semakin rendah. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tingginya suhu karbonisasi maka kadar air dari buah bintaro dan tempurung kelapa yang dijadikan arang akan semakin sedikit dan banyak menguap. Hal itu akan membuat arang dengan suhu karbonisasi yang lebih tinggi akan lebih kering, sehingga kemampuannya dalam menyerap air akan semakin rendah, sehingga ketika arang dengan suhu karbonisasi yang tinggi dicampur dengan perekat maka arang tersebut akan menyerap air dari perekat dengan kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan arang dengan suhu karbonisasi yang lebih rendah.
Kadar inherent moisture yang terkandung dalam briket bioarang dari buah bintaro dan tempurung kelapa yang paling rendah adalah briket dengan menggunakan komposisi perbandingan 30:70. Hal ini dapat disebabkan karena persentase kandungan air pada kedua komposisi lebih rendah dibandingkan komposisi yang lain.
Gambar 2. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kadar zat terbang briket bioarang dari Buah Bintaro dan Tempurung Kelapa
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi dalam pembuatan briket bioarang dari buah bintaro dan tempurung kelapa maka kandungan volatile matternya semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu, maka kandungan zat terbang yang terdapat pada bahan baku akan semakin berkurang dan hal itu membuat arang yang akan dijadikan briket memiliki kandungan volatile matteryang rendah juga. Sedangkan dari ketiga macam variasi komposisi, briket dengan perbandingan 30:70 memiliki kadar volatile matter yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lain. Hal ini bisa disebabkan karena variasi komposisi ini lebih sedikit memiliki zat – zat yang apabila difurnace menjadi zat volatile matter.
Gambar 3. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kadar abu briket bioarang dari buah bintaro dan tempurung kelapa
Pada gambar 3. dapat dilihat bahwa hubungan antara suhu karbonisasi pada pembuatan briket terhadap kadar abu adalah semakin tinggi suhu karbonisasi maka kadar abu akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu karbonisasi akan mengakibatkan banyaknya bahan yang terbakar menjadi abu, sehingga hubungan antara kenaikan suhu karbonisasi terhadap kadar abu akan sebanding.
Dari ketiga macam komposisi yang digunakan. Bisa dilihat pada gambar 4. bahwa kandungan abu yang paling besar adalah dengan perbandingan 30:70. Hal ini bisa disebabkan karena tempurung kelapa mempunyai lebih banyak unsur yang dapat membuat kadar abu suatu briket lebih besar dibandingkan buah bintaro, sehingga kadar abu suatu briket dapat bertambah besar dengan semakin banyaknya komposisi dari tempurung kelapa.
Gambar 4. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap nilai fixed carbon briket bioarang dari buan bintaro dan tempurung kelapa
Dari gambar 6. di atas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka kadar fixed carbon dalam briket akan semakin besar. Hal ini dapat disebabkan karena ketika buah bintaro dan tempurung kelapa dikarbonisasi maka volatile matterdan kandungan air akan berkurang, sehingga dengan semakin tingginya suhu karbonisasi maka kandungan volatile matter dan kadar air dalam arang juga akan semakin banyak berkurang, dan menyebabkan kadar karbon padat yang terdapat didalam arang akan semakin banyak.
Dari ketiga komposisi yang digunakan kandungan fixed carbon yang paling banyak terdapat pada briket bioarang dari buah bintaro dan tempurung kelapa dengan perekat tepung tapioka. Dan hal ini sebanding dengan nilai kalornya yang juga lebih tinggi. Adapun penyebab kandungan fixed carbon pada perekat tepung tapioka semakin banyak karena persentase kandungan karbohidrat pada tepung tapioka lebih banyak bila dibandingkan dengan perekat lain.
Gambar 5. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap nilai kalor briket bioarang
Dari gambar 2. di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tingginya suhu dalam proses karbonisasi maka kadar fixed carbon dalam arang semakin meningkat sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan semakin meningkat juga.
Selain itu juga, dengan berbedanya komposisi bahan baku pada proses pembuatan briket, maka akan berpengaruh juga terhadap nilai kalornya. Dari ketiga komposisi bahan baku yang digunakan maka dapat dilihat bahwa briket dengan komposisi 30:70 memiliki nilai kalor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon pada tempurung kelapa lebih banyak bila dibandingkan dengan komposisi bahan baku yang lain.
KESIMPULAN
1) Buah bintaro dan tempurung kelapa dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan cara memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan briket arang.
2) Briket arang yang dihasilkan dari bahan baku buah bintaro dan tempurung kelapa dapat dijadikan alternative bahan bakar karena kualitas briket yang dihasilkan sesuai dengan range yang ada.
3) Volatile Matter, Ash, Inherent Moisture, fixed carbon dan Calorific Value terbesar pada percobaan ini yaitu 18.00%, 4.59%, 8.11%, 77.36% dan 7086 Cal/gr sedangkan nilai yang terkecil yang didapat yaitu 12.46%, 2.06%, 6.71%, 71.80% dan 6734 Cal/gr.
4) Dalam pembuatan briket arang didapat komposisi yang terbaik yaitu 40%:60% dengan nilai Inherent Moisture sebesar 7.03%, ash 2.36%, kadar volatile matter 13.47%, fixed carbon 77.12% dan calorific value 6970 kal/gr
DAFTAR PUSTAKA
__________,2012. Standar Nilai Briket. (online), (http:/www.briketbatubara.com) diakses 26 Februari 2012 jam 11:30
__________,2012. Makalah arang Briket Buah Tusam. (online), (http://bpkaeknauli.org) diakses 26 Februari 2012 jam 11:30 __________,2012. Keluarga Bintaro Carbera Manghas. (online), (http:/www.Wikipedia.com) diakses 26 Februari 2012 jam 11:30
Magdalena, Liza. 2009. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Cangkang Jarak Pagar dan Sekam Padi Menggunakan Perekat Amilum. Jurusan Teknik Kimia POLSRI. Palembang.
Brades, A.C dan Tobing, F.S. 2007. Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok (Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat. Jurusan Teknik kimia UNSRI. Inderalaya
Sutiyono. 2008. Pembuatan Briket Arang dari Tempurung Kelapa dengan Bahan Pengikat Tetes Tebu dan Tapioka. Palembang.
Iman, Greg dan Handoko, Tony. 2011. Pengolahan Buah Bintaro Sebagai Sumber Bioetanol dan Karbon Aktif. UNPAR. Bandung.
Mulia, Arganda. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Dan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Briket Arang. Sekolah Pasca Sarjana USU. Medan
Fuad, M.2008.Pemanfaatan Limbah Cangkang Kopi untuk Pembuatan Briket Bioarang menggunakan Perekat Amilum. Palembang
Brades, Adi Candra, Febrina setyawati Tobing.2008.Pembuatan Briket Arang dari Enceng Gondok dengan Sagu sebagai Pengikat. Palembang.
Demikianlah Artikel CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO
Sekianlah artikel CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2013/09/contoh-jurnal-ekonomi-pembuatan-briket.html
CONTOH JURNAL EKONOMI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CAMPURAN BUAH BINTARO