Advertisement
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU - Hallo sahabat
Kumpulan Makalah Lengkap, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMUlink :
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU
Baca juga
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan dapat dibedakan dan digolongkan dalam berbagai jenis menurut sesuatu ukuran. Pengetahuan manusia dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu pengetahuan mengenai fakta-fakta dan pengetahuan mengenai hubungan-hubungan umum di antara fakta-fakta (Bertran Russell, 1956, hal. 439).
Pengetahuan juga dapat digolongkan menjadi dua macam lainnya, yakni pengetahuan empiris murni yang menunjukkan adanya benda-benda berikut ciri-cirinya yang dikenal manusia dan pengetahuan a priori murni yang menunjukkan hubungan-hubungan di antara hal-hal umum yang memungkinkan orang membuat penyimpulan-penyimpulan dari fakta-fakta yang terdapat dalam pengetahuan empiris (Bertran Russell, 1972, hal. 149).
Walaupun pengertian mengenai pengetahuan menunjuk pada fakta-fakta sebagai intinya, perlulah dipahami bahwa ilmu bukanlah fakta-fakta. Pernyataan yang lebih tepat ialah bahwa ilmu senantiasa berdasarkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu diamati dalam aktivitas ilmiah. Dari pengamatan itu selanjutnya fakta-fakta dihimpun dan dicatat sebagai data. Yang dimaksud dengan data ialah berbagai keterangan yang dipandang relevan bagi suatu penyelidikan dan yang dihimpun berdasarkan persyaratan yang ditentukan secara rinci. Pengetahuan pada dasarnya menunjuk pada sesuatu yang diketahui. Dengan demikian, maka setiap ilmu harus mempunyai sesuatu pokok soal. Seorang ahli logika modern juga menyatakan bahwa suatu ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis atau teratur dari pengetahuan yang bertalian dengan suatu pokok soal khusus, dan pokok soal dari setiap ilmu ialah suatu bagian tertentu dari bahan pengalaman manusia (Mellone, 1954, hal. 295).
Dengan demikian, setiap ilmu menurut salah satu maknanya adalah pengetahuan. Pengetahuan itu mengenai sesuatu pokok soal dan berdasarkan suatu titik pusat minat.
Ciri sistematis berarti bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur, masih ada 3 ciri pokok lainnya dari ilmu, yaitu obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri obyektif dari ilmu berarti bahwa pengetahuan itu bebas dari prasangka prseorangan dan kesukaan pribadi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengetahuan manusia dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu pengetahuan mengenai fakta-fakta dan pengetahuan mengenai hubungan-hubungan umum di antara fakta-fakta (Bertran Russell, 1956, hal. 439), a priori murni yang menunjukkan hubungan-hubungan di antara hal-hal umum yang memungkinkan orang membuat penyimpulan-penyimpulan dari fakta-fakta yang terdapat dalam pengetahuan empiris (Bertran Russell, 1972, hal. 149).
Ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis atau teratur dari pengetahuan yang bertalian dengan suatu pokok soal khusus, dan pokok soal dari setiap ilmu ialah suatu bagian tertentu dari bahan pengalaman manusia (Mellone, 1954, hal. 295)
A. Sistem Ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. 1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian. 2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. 3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. 4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
B. Korespondensi
Teori kebenaran korespondensi (correspondence theory of truth) adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena aristoteles sejak awal (sebelum abad modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
Teori korespondensi menggunakan alur berfikir induktif, artinya berfikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan pengertian lain, menarik kesimpulan diakhir setelah ada fakta-fakta pendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, prodi Pendidikan Agama Islam, prodi Tadris Bahasa Inggri, dan prodi Tadris Bahasa Arab STAI Ma’arif Kota Jambi ada di Kelurahan Jambi Selatan. Jadi Jurusan Tarbiyah STAI Ma’arif ada di Jambi.
C. Metode Ilmu
Tiap-tiap ilmu memilih masalah yang akan diperiksanya. Jadi ilmu dari semulanya bersifat memilih. Ia memandang alam dan dunia itu dari satu pihak saja. Itulah bedanya dengan seni yang berdasar pada perasaan. Seni memperhatikan keindahan, mencari harmoni (persatuan) dalam alam. Ilmu memikirkan alam terpecah dan pecahan satu-satunya itu yang penting baginya, ukuran itu disebut METODE ILMU. Sebetulnya metode itu tidak lain dari pada satu skema, satu rancangan bekerja, untuk menyusun masalah yang satu macam itu menjadi satu system pengetahuan. Bagaimana kita mendapat pengertian dari sifat perhubungan yang berlain-lainan itu ?
Kalau kita perhatikan betul peyelidikan ilmu, kedua macam tujuan pengetahuan itu terdapat dalam daerah ilmu alam maupun daerah ilmu social. Bedanya hanya bahwa soal ilmu alam itu banyak mengenai sifat-sifat yang tetap, dan soal ilmu social yang benyak bersangkut dengan masyarakat yang berubah-ubah, yang senantiasa dalam kejadian.
Kebulatan uraian dapat kita katakan : ada tiga macam metode bekerja, yang dapat dipakai oleh ilmu untuk mengupas masalahnya. Pertama METODE ABSTRAKSI yang memberi keterangan tentang pekerjaan hukum kausal dalam yang umumnya. Kedua, METODE HISTORIKA untuk mengupas yang satu-satunya, yang terdapat sekali lalu. Ketiga, METODE SOSIOLOGI untuk mendapatkan pengertian tentang hukum kemajuan masyarakat.
Satu-satunya dari pada metode yang tiga ini hanya dapat mencapai satu kebenaran dari pada yang lahir. Sebab itu kebenarannya berhingga. Hasil ketiga-tiganya mencapai tiga macam kebenaran. Jumlah pendapat itu memberi kita pengertian yang lebih luas dan lebih sempurna tentang dunia yang lahir yang tidak ada batasnya. Tetapi semua itu belumlah memberi pengertian yang secukup-cukupnya tentang yang lahir itu. Pengertian yang secukup-cukupnya itu tidak akan pernah didapat. Makin dalam ilmu kita makin ternyata pada kita, bahwa pengetahuan kita tentang yang lahir itu amat sedikit jika dibandingkan dengan yang belum dan tidak dapat diketahui. Yang lahir itu tidak dapat disalin sehabis-habisnya menjadi pengertian. Sebab itu tiap-tiap ilmu hanya memberi satu paduan daripada yang sebenarnya, supaya mudah kita mengetahuinya. Ilmu memudahkan rupa yang lahir itu dimuka kita.
D. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir
Suriasumantri, 1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan.
Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan ilmuwan, adalah alur-alur pemikiran yang logis dalam membangun suatu berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis
E. Langkah sistematis
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis. Garis besar langkah-langkah sistematis keilmuan menurut John Dewey adalah metode berpikir reflektif (reflective thinking) yang terdiri dari mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah
1. Menyusun kerangka pemikiran (logical construct)
2. Merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah).
3. Menguji hipotesis secara empirik.
4. Melakukan pembahasan.
5. Menarik kesimpulan.
Metode ilmu pengetahuan adalah cara-cara tertentu yang direncanakan untuk mengakaji dan mengkontrol masalah-masalah yang sedang dihadapi. Metode ilmu pengetahuan itu haruslah berdasarkan fakta, bebas prasangka serta objektif. Langkah-langkah metode ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
1) Rumusan Masalah :
Adalah gambaran terhadap masalah yang dijadikan permasalahan. Rumusan masalah muncul dari pengamatan mengenai kejadian yang terjadi di lingkungan kita. Rumusan masalah biasanya berupa pertanyaan – pertanyaan mengenai objek yang hendak di teliti.
2) Hipotesis Awal :
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang merupakan kumpulan fakta – fakta yang telah ditemui. Hipotesis awal bukan merupakan suatu pemecahan yang lengkap terhadap suatu masalah karena hipotesis awal tidak pernah lengkap yang hanya berupa gambaran sementara dari sebagian masalah.
3) Pengumpulan Fakta Tambahan :
fakta yang diperoleh pada awal pengamatan sangat tidak lengkap. Oleh sebab itu dibutuhkan fakta tambahan yang berfungsi sebagai petunjuk untuk pemecahan akhir.
4) Merumuskan Hipotesis :
merupakan jawaban sementara yang bersumber dari data-data yang diperoleh pada tahapan sebelumnya. Hipotesis yang sudah diajukan tidak dapat diterima begitu saja, melainkan harus di uji lagi dan apabila sudah sesuai dengan fakta fakta yang ada sebelumnya maka langkah selanjutnya adalah menyimpulkan akibat lebih lanjut.
5) Menyimpulkan Akibat Lebih Lanjut :
menyimpulkan akibat lebih lanjut dapat memperkuat hipotesis sebelumnya yang akan menuju ke kesimpulan akhir yang disebut sebagai teori. Setelah itu untuk memperoleh penegasan mengenai teori maka dibutuhkan pengujian akibat yang telah disimpulkan dari hipotesis.
6) Kesimpulan :
menarik kesimpulan harus berdasarkan fakta- fakta yang didukung dengan hipotesis. Hipotesis yang sudah diterima kemudian dianggap sebagai bagian dari ilmu pengetahuan karena telah melalui tahapan-tahapan pengujian yang sudah terbukti kebenarannya. Cara pengambilan kesimpulan ada dua yaitu, Induktif dan deduktif. Indukti adalah pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum, yaitu bermula dari pernyataan pernyataan yang khas kemudian di akhiri dengan pernyataan yang umum. Sedangkan deduktif adalah pengambilan kesimpulan dari umum menjadi khusus, yaitu penarikan kesimpulan dari masalah khusus ke masalah yang umum.
Metode ilmu pengetahuan pada umumnya bersifat logis yang didukung dengan bukti bukti, cermat, stabil, dan dapat di uji dengan hukum – hukum penyimpulan yang penting.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu haruslah hanya mengandung pernyataan dan data yang menggambarkan secara terus terang maupun mencerminkan secara tepat gejala-gejala yang ditelaahnya. Ilmu juga mempunyai ciri analitis, yaitu pengetahuan ilmiah itu berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
Ciri verifikatif berarti ilmu itu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran ini berupa asas-asas yang berlaku umum atau kaidah-kaidah universal. Dengan memiliki pengetahuan ilmiah dan mencapai kebenaran itu manusia berharap dapat membuat ramalan tentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya.
Demikianlah, ilmu dimulai sebagai serangkaian aktivitas budi manusia yang intelektual dan berakhir sebagai sekelompok pengetahuan sistematis yang mempunyai berbagai ciri. Diantara rentangan aktivitas intelektual sampai pengetahuan sistematis itu terjalin serangkaian tata langkah yang terkenal sebagai metode ilmiah. Dengan demikian, pengertian ilmu dapat ditinjau dari 3 sudut, yaitu sebagai aktivitas, pengetahuan dan metode.
DAFTAR PUSTAKA
Qadir, C. A. 1988. Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Prof. Dr. Sutama, M. Pd. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: Fairus Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia.
Beerling. 1988. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin. Jakarta: Balai Pustaka.Kattsof, Louis. 1987. Element of Pholosophy. Terj.Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suriasumantri, Jujun S. 1986. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi
The Liang Gie, Konsepsi Tentang Ilmu Yogyakarta, Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi, 1984 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu Yogyakarta, Liberty, 1999
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ (i)
DAFTAR ISI .......................................................................................... (ii)
BAB I ... PENDAHULUAN
..... Latar Belakang ....................................................................... (1)
BAB II .. PEMBAHASAN
A. . Sistem Ilmu ................................................................... (2)
B.... Teori Korespondensi...................................................... (2)
C.... Metode Ilmu................................................................... (2)
D.... Kerangka Berfikir.......................................................... (4)
E. . Langkah Sistematis........................................................ (5)
BAB III . PENUTUP
................ Kesimpulan............................................................................ (6)
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. (8)
Demikianlah Artikel MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU
Sekianlah artikel MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU dengan alamat link http://kumpulanmakalahlengakap.blogspot.com/2014/10/makalah-filsafat-ilmu-sistem-dan-metode.html
MAKALAH : FILSAFAT ILMU SISTEM DAN METODE ILMU