, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Tugas Meresum Ushul Fiqih Sunnah & Ijma’, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Tugas Meresum Ushul Fiqih
Sunnah & Ijma’
A. Pengertian Hadits (sunnah)
Segala perilaku Rosulullah, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjal al-khatib (Guru besar hadits Universitas Damaskus), berarti “segala perilaku Rosulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan, perbuatan atau pengakuan. Dengan demikian hadits dilihat dari segi materi dan esensinya terbagi menjadi 3 macam, diantaranya:
1. Sunnah Qouliah (ucapan)
لاَصَلاَةَ لِمَن لَم يَقرَء بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
“Tidak syah sholat seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah”
2. Sunnah Fi’liyah (perbuatan): tentang rincian tentang tata cara sholat sebagai berikut:
عَن ابى عُمر قال أنَّ رسولالله ص.م قال أصَلّى كما رَايتُ اصحابى يُصلّوْن لاأنهى أحدًا يصلّى بلَيلٍ ولانهارٍ ماشاء غَيرَ أن لاتحرَّوا طلُوعَالشَّمسِ ولاغُروبِهاَ (رواه بخارى)
“Dari Ibn Umar berkata, sesungguhnya Rosululah SAW bersabda, “saya sholat seperti sahabat. Sahabatku melaksanakan sholat, Aku tidak melarang diantara mereka sholat, baik siang atau malam sesuai yang dikehendakinya, kecuali mereka sholat pada saat terbit dan tenggelamnya matahari. (HR. Bukhori)
3. Sunnah Taqririyah (pengakuan)
Di masa Rosulullah ada 2 orang sahabat dalam suatu perjalanan, ketika akan sholat tidak mendapatkan air, lalu mereka bertayamum dan mengerjakan sholat, kemudian mereka menemukan air sedangkan waktu sholat masih berlanjut, lalu salah seorang diantara keduanya mengulangi sholatnya dan yang lainnn tidak. Ketika mereka melaporkan hal ini kepada Rosullullah, Beliau membenarkan praktek tersebut
B. Alasan yang kuat yang mendukung pemakaian sunnah sebagai hujjah, yang dapat diringkas sebagai berikut:
1. Adanya Nash-nash Al-qur’an yang memerintahkan agar patuh dan tunduk kepada Nabi, Firman Allah SWT.
مَن يُطِعِ الرَّسولَ فَقَد اَطَاعَ اللّه
“Barang siapa yamg mentaati Rosul itu, sesungguhnya Ia telah mentaati Allah (Q.S. An-nisa’:80)
2. Sunnah Nabi SAW, sesungguhnya datang dari Allah SWT (Tabligh) risalah Tuhan dan Allah telah menugaskan kepada Nabi agar menyampaikan risalah itu kepada ummatnya.
3. Nash-nash Al-qur’an yang ada menerangkan bahwa Nabi berbicara atas nama Allah, semisal Firman Allah:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الهَوى انْ هُو وَحىّ يُوحَى
“Dan tiadalah yang di ucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lai hanyalah wahyu yang di wahyukan {Q.S. An-najm:3-4}
4. Ayat-ayat Al-Qur’an dengan jelas menerangkan kewajiban iman kepada Rosul firman Allah SWT.
فَاَمِنُوا بِااللّه ورسوله النّبىّ الامّى الّذى يُؤْمِن بااللّه ووكَلماتِهِ واتَّبعوه تَهْتَدُونَ
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rosul-Nya, Nabi yang Ummi, yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatnya(kitab-kitabnya), dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk (Q.S.Al-A’rof: 158)
C. Dari segi periwatannya hadits di bagi menjadi 2, yaitu:
1. Hadits Mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh Rosulllah oleh sekelompok perowi yang menurut kebiasaan individu-individunya jauh dari kemungknan berbuat bohong, karena banyak jumlah mereka dan diketahui sifat masing-masing mereka yang jujur serta kejauhan tempat antara yang satu dengan yang lain, Hadits Mutawatir terbagi menjadi 2 macam:
a. Mutawatir Lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang bersamaan arti dan lafalnya
b. Mutawatir Maknawi adalah beberapa hadits yang beragam redaksinya tetapi maknanya sama
2. Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak sampai ke batas hadits mutawatir terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Hadits Masyur hadits yang pada masa sahabat diriwayatkan oleh 3 orang perowi, tetapi kemudian pada masa tabi’in dan seterusnya hadits itu menjadi hadits mutawatir dilihat dari segi jumlah perowinya
b. Hadits aziz: haditsnyang pada masa periode diriwayatkan oleh 2 orang meskipun pada periode-periode yang lain diriwayatan oleh orang banyak.
طَلَبُالعِلم فَرِيضة على كُلّ مُسلمٍ ومسلمة (رواه البيهقى)
c. Hadits Ghorib: Haditsyang diriwayatkan orang per orangan pada setiap periode sampai hadits itu dibukukan
D. Fungsi sunnah terhadap ayat-ayat Hukum
1. Menjelasakan isi Al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat global
2. Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban yang disebutkan pokok-pokoknya di dalam Al-Qur’an
3. Menetapkan hukum yang belum di singgung dengan Al-Qur’an
A. Pengertian Ijma’
Menurut Abdul Karim Zaidan, adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat islam dari hukum syara’ pada satu masa setelah Rosulullah wafat.
B. Rukun Ijma’
1. Pada terjadinya peristiwa itu, mujtahid itu jumlahnya lebih dari seorang.
2. Mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum itu
3. Kesepakatan itu di awali setelah masing-masing mujtahid mengemukakan pandangannya
4. Hukum yang disepakati itu adalah hukum syara’ yang bersifat aktual
5. Sandaran hukum ijma’tersebut haruslah Al-Qur’an dan Hadits
C. Dasar Hukum Ijma’
1. Al-Qur’an
ياايُّها الَذِينَ امنُوااطِيعُوااللّه واَطِيْعُواالرَّسولَ واُولى الاَمرِى مِنْكُمْ
“kata ulil Amri dalam urusan agama adalah para mujtahid”
2. Al-Hadits
لاَتَجْمَعُ اُمَّتى عَلَى خَطَاءٍ
“Umatku tak akan sepakat dalam melekukan kesalahan”
3. Akal Pikiran
D. Syarat-syarat dan hukum ijma’
1. Kesepakatan para mujtahid islam
2. Ijma’ harus merupakan hasil kesepakatan selurun mujtahid meskipun negara dan kebangsaan mereka, berbeda-beda, halini tidak diingkari oleh seorang mujtahid
3. Hendaknya kesepakatan itu berasal dari seluruh ulama mujtahid yg ada pada masa terjadinya masalh fiqihnya dan pembahasan hkumnya
4. Kesepakatan para mujtahid itu hendaknya harus terjadi sesudah Rosulullah SAW
5. Kesepakatan itu hendaknya dinyatakan masing-masing mujtahid
6. Hendaknya kesepakatan mujtahid di atas satu pendapat itu, benar-benar sepakat lahir dan batin
E. Macam-macam Ijma’
1. Dilihat dari sudut cara menghasilkan hukum:
a. Ijma’ Shorih ( Bersih atau murni ): Kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu peristiwa, tanpa ada bantahan diantara mereka.
b. Ijma’ Sukuti: Mujtahid itu menyatakan terang-terangan dengan fatwa, atau memutuskan suatu perkara. Dan sebagian lg hanya berdiam yang berarti mereka menyetujuinya.
1) Ijma’ Qothi’: Ijma’ shorih, dengan pengertian bahwa hukumnya itu di qothi’kan olehnya.
2) Ijma’ Dzanni: yang menunjukkan atas hukumnya yaitu ijma’ dzanni dengan pengertian bahwa hukumnya itu masih diragukan.